Akhirnya Gelar Sarjana Membawamu ke Ambang Pintu Pengangguran

0

Sudah baca banyak artikel bagus, dan sudah pernah mendengar milyaran kata – kata motivasi, namun masih susah memulainya?

Di era yang sangat maju seperti sekarang, atau kita juga sering mendengar istilah yang diagungkan anak–anak milenial, yakni dua kata “zaman Now”. Dua kata tersebut sangat mudah diucapkan, namun seringkali diabaikan eksistensi maknanya. Zaman yang mengacu pada era sekarang dimana kita berada pada era modern, teknologi sudah sangat berkembang namun perekonomian dan pendidikan masih saja tertinggal. Teknologi di sekitar kita yang sangat berkembang dan dapat diakses dengan mudah yakni “internet”. Sebuah seminar internasional diselenggarakan di San Fransisco pada tahun 1996, Para ahli yang bergerak di bidang pemajuan internet sendiri tidak bisa menebak bahwa perkembangan internet akan secepat ini pada akhirnya. Hal ini tentu saja harus membawa kemajuan di sektor–sektor penting lainya seperti pendidikan dan ekonomi. Miarso (2007) mengemukakan bahwasanya teknologi merupakan suatu bentuk proses yang meningkatkan nilai tambah, artinya tekhnologi dapat mempermudah dan menambah mutu hidup kita sebagai manusia.

Gadget androidmu canggih? Keluaran terbaru? Tapi akan jadi sia–sia apabila tidak bisa menyokong kesuksesan dalam pendidikan dan ekonomi. Sebagai anak milenial atau seseorang yang hidup di zaman secanggih ini, pasti sangat besar kemungkinannya dalam memiliki gadget yang canggih, khususnya pada kalangan anak muda. Gadget dan akses internet yang cepat akan sangat bisa untuk menunjang kesuksesan pendidikan dan ekonomi, namun sekali lagi dengan catatan apabila kita menggunakanya dengan baik dan benar.sering lihat kan youtuber muda yang sukses atauppun selebgram yang dapat meraup puluhan juta dalam setiap bulanya. Pasti kita juga menginginkan hal tersebut. kasus di atas merupakan contoh anak muda yang sukses menaklukan kerasnya dunia pendidikan dan pekerjaan. Masih sering dengar orang ngeluh, “tidak kuliah ah, mahal, nggak ada dana”. Ini merupakan istilah kuno di mana calon mahasiswa terkungkung atau terjebak dalam ilusi kemiskinan. Padahal sudah banyak tokoh–tokoh yang sukses dimana mereka tetap bisa kuliah meskipun datang dari keluarga yang sangat kurang. “pengen langsung kerja ajadeh lulus SMA, toh kuliah nggak menjamin kita bisa dapat kerja yang bagus”. Di lain sisi apabila kita bisa melakukan keduanya yakni kuliah sambil kerja dalam satu waktu kenapa tidak?, di sinilah peranan teknologi, internet atau media sosial dibutuhkan. Sangat mudah untuk menghasilkan pundi–pundi rupiah mekipun notabenya anak kuliahan. Ambil satu contoh dari ribuan yakni dengan berjualan online atau dengan sistem daring. Takut gagal? Anak muda kok takut gagal, kayak slogan salah satu Platform jualan online terbesar di Indonesia yakni “Mulai Aja Dulu”.

Kesuksesan sebagai mahasiswa yang belajar dan mencari uang dalam satu waktu belum tentu menjamin kesuksesan setelah lulus nanti. Terlebih lagi bagi mahasiswa yang menghabiskan hari–harinya hanya dengan membaca. Bukan berarti membaca dengan giat itu buruk, tapi itu justru sangat baik, namun,apa aksi nyata kita dengan banyak judul buku yang sudah dibaca?. Terlebih, desain kurikulum berbasis kompetensi dan pencapaian, jika kita sebagai mahasiswa sudah lebih dari cukup dengan beribu teori atau kompetensi, yang lebih penting yakni pencapaian dari kompetensi yang didapatkan di bangku perkuliahan. Oleh sebab itu pencapaian nyata harus digenggam di  tangan. Namun, kok masih banyak saja lulusan sarjana yang menganggur kuliah bayar mahal, kuliah tugas banyak kok ujung–ujungnya nganggur, rugi banget kan?. Oleh karena itu, sebagai anak milenial yang hidup di “zaman now” harus bisa memanfaatkan kemudahan dan peluang yang ada. Cara berpikir lama seperti lulus kuliah cari kerja harus dihilangkan, namun harus diganti dengan lulus kuliah harus buat atau bikin pekerjaan. Kuncinya Cuma satu yakni jangan takut berkreasi atau menindaklanjuti ide dengan aksi disertai pemanfaatan peluang dengan sebaik mungkin. Gelar mahasiswa tentunya harus lebih bisa dengan berpikir secara kritis diimbangi dengan aksi nyata.

Ironisnya mengubah kata “mencari” menjadi “membuat”, tidak semudah seperti berbicara kepada diri sendiri, “membuat, membuat, membuat, membuat (dengan memejamkan mata)”, butuh dari sekedar itu. Tekad yang besar tentu sudah harus pasti ada, namun ketakutan dalam diri sendiri kadangkala berwujud lebih besar dari tekad itu sendiri. Apalagi? Dibutuhkan persiapan, baik persiapan rencana, mental, dan hal–hal yang mendukung aksi. Pada artikel ini tidak akan ditemukan solusi–solusi yang sangat mudah ditemukan pada bahan bacaan lain seperti “survei membuktikan banyak perekrut kerja di perusahaan mengutamakan pengalaman, Bahasa Inggris, maupun penampilan”. Bukan berarti hal tersebut tidak bagus, namun sangat sering ditemukan dan terlalu umum untuk dipelajari, sehingga akan mengarahkan pemikiran kita terhadap sesuatu yang umum dan biasa pula. Terlebih lagi cara pandang tersebut sudah tidak relevan dengan masa sekarang dimana kita berada di era revolusi industry 4.0 dan society 5.0, sudah bukan pada masanya kalau seorang sarjana memiliki tujuan akhir “mencari pekerjaan”, dan yang terpenting adalah mental–mental pencari kerja, mau tidak mau sudah harus diganti dengan mental–mental pembuat lapangan pekerjaan.

Pada era society 5.0, masyarakat cenderung akan memilih untuk memandang lebih kepada orang–orang yang memiliki banyak uang, ketimbang sarjana yang memiliki segudang ilmu pengetahuan namun masih bingung dengan mencari pekerjaan setelah lulus. Berpikir secara kreatif, inovatif dan realistis adalah kunci. Pertanyaan mendasar yang harus ada yakni, “maukah mengasah kreativitas dalam diri sendiri? Tentu harus mau, susah? Tentu tidak sama sekali, caranya adalah dengan mencari sebuah jawaban dari sebuah masalah dengan mengambil sudut pandang yang berbeda, yakni yang belum banyak dipakai oleh kebanyakan orang. Cukup mencoba tidak perlu takut, gagal, coba lagi, gagal lagi, coba lagi. Niscaya, karakteristik penakluk revolusi 4.0 akan ada dalam diri, dengan syarat menumbuhkan rasa pantang menyerah dan tahan banting. Kalau sebuah pertanyaan terlintas dalam diri dan pikiran seperti halnya apa, bagaimana, dimana, kenapa tentu bilang saja “tidak usah banyak bertanya”, dan langsung saja menjawab dengan pertanyaan kapan? “Sekarang”. Salam… (@D)

Edwin Nuvianto Al Azis*

Edwin Nuvianto Al Azis*

*Edwin Nuvianto Al Azis: Mahasiswa aktif, Tadris Bahasa Inggris-IAIN Kediri (Email: nuviantoe@gmail.com)

About author

No comments