KUOTA GRATIS, SOLUSI ATAU BEBAN BARU EKONOMI?

0

Covid-19 bukan hanya menjadi pandemi yang membawa bencana kemanusiaan melainkan juga menjadi bencana pendidikan. Krisis dirasakan oleh banyak elemen masyarakat tak terkecuali guru dan siswa atas apa yang ditimbulkan dari virus yang mewabah hingga seluruh dunia. Melakukan aktivitas tidak seperti biasa, interaksi kini lebih berbasis virtual. Penggunaan gawai dan akses internet menjadi kian masif di masa pandemi untuk menunjang beragam sektor, tak terkecuali pembelajaran. Aktivitas yang berpusat di sekolah kini beralih dengan kegiatan sepenuhnya dilakukan di dalam rumah.

Anggaran atau biaya akan kebutuhan mengalami pembengkakan yang mana tidak adanya surplus disebabkan minimnya pemasukan dan besarnya pengeluaran yang terkadang di luar perkiraan. Kuota internet menjadi kebutuhan wajib di kala pandemi hingga perlunya anggaran khusus yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan akan paket data tersebut. Tak jarang paket data habis sebelum masa tenggang berakhir karena intensitas pencarian informasi yang begitu tinggi belum lagi mengakses video dari platform youtube maupun sejenisnya tentu menguras kuota yang ada.

Siswa yang tersebar di seluruh Indonesia memiliki latar belakang yang beragam ditinjau dari kemampuan ekonomi. Tidak semua orang tua siswa mampu mengakomodir kebutuhan akan kuota internet mengingat kebutuhan untuk keseharian juga terbilang kurang, belum lagi gelombang pemutusan hubungan kerja oleh banyak perusahaan maupun pabrik di berbagai kota membuat keluarga yang tergolong miskin kian was-was dan gusar atau bahkan menjerit. Beragam upaya dilakukan oleh siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran yang dilakukan secara daring dan kebutuhan akan kuota menjadi mutlak adanya.

Tanpa adanya kuota internet siswa tidak dapat mengakses sumber belajar yang tentu bertumpu pada bantuan mesin pencari dan membutuhkan jaringan internet yang stabil. Hal ini tak hanya dirasakan siswa maupun guru, tetapi juga mahasiswa dan dosen, yang harus melakukan telekonferensi dalam menyampaikan materi pembelajaran, begitu juga aplikasi pesan singkat seperti whatsapp atau sejenisnya yang mana semua itu memerlukan koneksi untuk terhubung hingga dapat dioperasikan.

Pemerintah juga melakukan terobosan supaya pembelajaran tetap berlangsung yaitu berupa peluncuran rumah belajar di stasiun nasional yang menyiarkan terkait materi yang akan disampaikan sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan oleh Kemendikbud agar tidak adanya hambatan dalam proses pembelajaran meski di situasi pandemi yang membuat semua orang harus melakukan aktivitas hanya di rumah. Selain itu,  juga ada pembagian kuota internet gratis.

Dilansir dari website resmi Kemendikbud, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menganggarkan kurang lebih 8 triliun untuk pemenuhan kebutuhan kuota internet dan tunjangan profesi pendidik. Seperti yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 19 tahun 2020 tentang perubahan dari Permendikbud Nomor 8 tahun 2020 tentang petunjuk teknis reguler yang mana 7,2 triliun rupiah digunakan untuk pemenuhan kuota siswa selama 4 bulan terhitung bulan September sampai dengan Desember tahun lalu, dengan rincian siswa mendapat 35 GB perbulan, 42 GB perbulan untuk guru, serta 50 GB untuk mahasiswa dan juga dosen.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Kementerian Agama, seperti yang dikutip dari kompas.com melalui Direktorat KSKK Madrasah yang akan mengirimkan bantuan secara bertahap kepada siswa madrasah maupun RA dengan total 7.635.376 paket data sebesar 35 GB untuk siswa MI, MTs, MA dan 20 GB untuk RA hal ini dilakukan bertujuan untuk menyukseskan Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ.

Namun, dengan adanya bantuan tersebut bukan berarti masalah itu telah tuntas karena masih banyak ditemui siswa maupun mahasiswa harus rela belajar di tepi jalan atau bahkan di atap rumah guna mendapatkan sinyal. Selain itu, ketidaksesuaian penyedia layanan dengan kondisi geografis wilayah membuat jaringan tidak stabil atau bahkan hilang sinyal. Tentu jikalau tidak sesuai akibat dari semua itu adalah mencari provider yang mendukung geografis wilayah untuk mendapatkan stabilitas jaringan dan juga perlu pengeluaran biaya untuk membeli kartu tersebut.

Ada pula yang enggan menggunakan bantuan kuota gratis dari pemerintah disebabkan porsi kuota yang jauh lebih besar dibandingkan kuota umum hingga muncul persepsi mungkin hanya bisa melakukan pencarian via Google atau untuk keperluan E-Learning lalu bagaimana dengan media atau bahan belajar berbasis audio visual? Adanya potensi tidak bisa mengakses youtube yang akhirnya siswa memutuskan untuk mengganti provider untuk keperluan tersebut.

Pandemi Covid-19 menyebabkan adanya potensi putus sekolah atau putus kuliah disebabkan ketidakmampuan biaya untuk membayar administrasi yang telah ditetapkan oleh sekolah maupun kampus belum lagi tambahan untuk kuota yang tidak semua mahasiswa maupun siswa merasakan kuota gratis bantuan dari pemerintah. Ada pula mahasiswa yang tidak menikmati paket data bantuan secara penuh dan hanya satu kali paket data bantuan dari porsi yang seharusnya. Bagi siswa maupun mahasiswa yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke .atas tentu digelontor dengan beragam fasilitas yang membuatnya mampu untuk hanya sekadar membeli kuota internet, belum lagi yang terdapat akses Wi-Fi membuat siswa maupun mahasiswa mampu melakukan aktivitas secara leluasa tanpa adanya kendala yang berarti.

Bandingkan dengan siswa dari keluarga kurang mampu terkadang terlewat pembelajaran yang disampaikan secara virtual karena berbagai macam kendala meski sudah ada bantuan uang dari pemerintah. Lalu, bagaimana dengan anak pedalaman apakah tetap dapat melaksanakan pembelajaran mengingat jaringan listrik saja tidak ada sehingga tidak bisa menikmati layanan internet serta bantuan kuota dari pemerintah. Ini sering kita sebut sebagai solusi atas persoalan yang ada terutama pembelajaran daring. Akan tetapi, menjadi sebuah beban jika provider tidak mendukung di daerah tempat tinggalnya yang membuatnya mengeluarkan biaya untuk membeli kartu yang sesuai dan mendukung sesuai dengan kondisi geografis di tempat ia tinggal.

 Adanya program bantuan kuota gratis dari pemerintah sejatinya untuk mendukung keberlangsungan proses belajar mengajar serta meringankan beban ekonomi keluarga. Namun, semua itu tak menutup kemungkinan justru menambah beban baru ekonomi dan keluarga kurang mampu kian menjerit dan sulit hingga bingung bagaimana cara memenuhi kebutuhannya. (EN)

Biografi Penulis

Muhammad Iqbal Fuadhi

Salah satu mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Arab semester 6 IAIN Kediri. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat follow akun instagramnya @Iqbalfuadhi dan facebook iqbalfuadhi atau menghubungi e-mail pribadinya fuadhiiqbal@gmail.com

About author

No comments

Merdeka Belajar; Lewat Versi John Dewey

Pendidikan itu dinamis, berkembang dari masa ke masa, juga tidak terbentuk secara langsung. Pendidikan tidak berjalan sendiri, akan tetapi banyak tokoh yang berkontribusi pada setiap ...