Memetakan Moderasi Kelembagaan dalam Perspektif Maqashid Al-Syari’ah

0

Moderasi agama adalah pandangan, sikap, dan perilaku beragama yang tidak ekstrim dalam menyikapi berbagai realitas dan perkembangan baru, terutama terkait dengan realitas kebangsaan, relasi intra agama, relasi antar agama, dan munculnya isu-isu kekinian, serta selalu adil dalam tindakan. Sikap beragama yang seimbang antara menjalankan agama kita sendiri dan menghormati praktik keagamaan lain, menghindari sikap ekstrim, fanatik, dan revolusioner. Alasan kita harus menjadi seorang Islam yang bermoderat, karena Islam adalah agama yang sejalan dengan fitrah (sifat dasar) manusia, sedangkan sifat dasar manusia adalah keseimbangan (moderat) dalam segala hal, termasuk dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.

Pentingnya untuk mengajarkan sikap bermoderat dalam beragama ini kepada anak didik. Makna moderat, kata moderat berasal dari bahasa Inggris, moderate adalah mengambil sikap tengah, tidak berlebih-lebihan pada satu posisi tertentu, berada pada titik sikap tegak lurus dengan kebenaran. Kita juga perlu memahami bahwa di Indonesia sendiri terdapat berbagai pulau yang memiliki banyak suku, sehingga kita harus saling menghormati berbagai perbedaan yang ada karena itu merupakan sunnatullah. Jika kita bias saling menghargai perbedaan dan tidak memihak dari salah satu sisi saja, maka hal itu akan membuat Indonesia menjadi negara yang makmur, aman, dan nyaman.

Cara mengembangkan atau menanamkan sikap moderat kepada anak didik itu termasuk tugas bagian kelembagaan keagamaan dan pendidikan  yang bertanggungjawab akan hal tersebut, misalnya dimadrasah, PTKIN, dan pondok pesantren. Di sini kita akan membahas mengenai moderasi agama di pondok pesantren serta tantangan dan peluang moderasi agama dilembaga pendidikan.

Pondok pesantren pasti memiliki berbagai fungsi atau kegunaan didirikannya pesantren. Tetapi itu tidak bisa merubah fungsi utama pondok pesantren. Fungsi utama pondok pesantren sebagai berikut :

Lembaga Pendidikan

Pondok Pesantren memberikan pelajaran secara material (pengembangan ilmu terutama agama) dan immaterial (pembentukan pribadi yang berakhlak dan bermoral. Menjadi orang tua pengganti selama dipondok dengan mendidik santri dan santriwati menjadi pribadi yang taat dan paham mengenai ajaran islam lalu disebarkan kepada keluarga agar bermanfaat.

Lembaga Dakwah

Pondok Pesantren melakukan suatu aktifitas menumbuhkan kesadaran beragama atau melaksanakan ajaran-ajaran agama secara konsekuen sebagai pemeluk agama Islam. Mengajarkan cara berbagai ilmu syariah islam dengan cara berdakwah dihadapan umat dengan cara yang baik dan sopan.

Lembaga Sosial

Pondok pesantren berperan aktif dalam memberikan pelayanan, pengarahan dan bimbingan kepada masyarakat untuk kehidupan yang bermartabat. Pondok pesantren di Indonesia kebanyakan memberikan contoh yang baik seperti menggalangkan dana, menggadakan pengajian akbar,dan rukiyah massal.

Pesantren di Indonesia selama ini dipandang terlalu menekankan aspek-aspek tradisional dan konservatisme yang mengesampingkan kemampuannya untuk mengembangkan diri dalam kehidupan modern. Padahal disinilah tempat paling efektif untuk menanamkan sikap moderasi dalam beragama. Ajaran al-wasathiyah (moderat) yang dikembangkan lebih jauh oleh para santri di Indonesia, sebagaimana tercermin dalam ajaran Islam antara lain dalam hal akidah (keyakinan), ibadah (pelaksanaan hokum dan ritual keagamaan), dakwah (syiar agama), dan akhlak (etika). Adapun konsep Al-Ghuluw (melampaui batas) dalam beragama yang selalu diperingatkan oleh kiyai kepada para santrinya adalah upaya untuk menjauhi fanatisme. Fanatisme terhadap salah satu pandangan, kecenderungan yang justru mempersulit pelaksanaan ajaran Islam, berprasangka buruk kepada penganut agama lain, atau bahkan pengkafiran terhadap sesame muslim yang berbeda pemikiran dengannya.

Sementara, sikap-sikap moderat para santri yang dapat dikembangkan di masyarakat adalah beberapa metode pemahaman dan pengamalan teks-teks keagamaan yang ditandai dengan beberapa ciri seperti pemahaman terhadap realitas (fiqh al-waqi’), pemahaman terhadap fiqh prioritas (fiqhal-auwlawiyyat), pemahaman terhadap konsep sunatullah dalam penciptaan mahluk,pemahaman terhadap teks-teks keagamaan secara komprehensif, pemberian kemudahan kepada orang lain dalam beragama, mengedepankan dialog, bersikap toleran, serta sikap keterbukaan dengan dunia luar.

            Selanjutnya kita membahas mengenai perspektif Maqashid Syari’a dalam moderasi beragama. Perspektif Maqashid as-Syariah dalam Moderasi sebagai berikut:

Hifz al-Din:

Landasan utama moderasi adalah pengakuan dan penerimaan terhadap keberadaan orang lain yang berbeda, karena agama mengajarkan kita untuk saling mengenal dalam perbedaan. Artinya menerima dan menghormati orang lain atas dasar perbedaan berarti kita telah memelihara agama yang kita yakini.

Hifz Al Nafs:

Hak asasi manusia, hak asasi manusia untuk hidup dengan keyakinan yang dianutnya tidak membatalkan kewajiban kita untuk bersatu di negara yang diciptakan Tuhan dalam keanekaragaman.

Hifz Al-aql:

yang rasional adalah orang yang tidak menyalahkan orang lain atas perbedaan. Dan menghormati pikiran dan aql manusia yang berbeda dari pikiran kita adalah salah satu tujuan syariat saat ini. (EN)

Biografi Penulis

Sri Wulaningsih

Sri Wulaningsih atau akrab dipanggil Wulan adalah mahasiswi dari jurusan Psikologi Islam semester 5 di IAIN Kediri. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat menghubunginya melalui e-mail: wulanjr473@gmail.com atau akun Instragram @byewul.

About author

No comments