Pembelajaran Bahasa Asing Antara Stigma dan Minat siswa

0

Linguistik menjadi sesuatu hal yang menarik untuk dibahas dan ditelisik karena menjadi sarana manusia untuk mengekspresikan hal yang ada dalam pikirannya dan dengan adanya bahasa  memunculkan suatu interaksi antar manusia, tanpa adanya bahasa individu tak akan mengenali apa objek  sekelilingnya. Bahasa diajarkan sekaligus dikenalkan mulai dari bayi dengan diperdengarkan dan pengamatan secara berkelanjutan satu demi satu kosa kata dikenali serta terkuasai hingga akhirnya mampu merangkai sebuah kalimat sederhana.

Pembelajaran bahasa dimulai dari lingkungan internal yakni keluarga  dan rumah sebagai  sekolah pertama dalam pengenalan terhadap bahasa hingga akhirnya anak mampu berbahasa sekaligus improvisasi terhadap hal tersebut. Sekolah juga melakukan hal yang sama bahkan sebelum anak memasuki sekolah dasar melalui tes kemampuan membaca juga berhitung  yang selama ini di terapkan di Indonesia. Lantas, bagaimana prospek pembelajaran bahasa asing? Banyak sekolah yang mengajarkan bahasa asing bahkan masuk dalam kurikulum akan tetapi mengapa banyak siswa masih sulit dalam memahami bahasa asing jangankan bahasa asing terkadang bahasa daerah pun begitu sulit untuk dipahami mengingat banyaknya istilah yang masih asing di telinga.

Ketertarikan siswa terhadap bahasa Arab masih tergolong minim karena masih adanya stigma sulitnya belajar bahasa dan tidak adanya lingkungan yang mendorong siswa untuk terus berbahasa mengingat mayoritas siswa menggunakan bahasa ibu dalam proses interaksi antar individu maupun kelompok meskipun bahasa Arab juga diajarkan di sekolah bahkan pesantren di Indonesia, pembelajaran bahasa di pesantren didasarkan pada keterpaksaan terhadap keadaan yang membuat siswa terpaksa untuk terus berbicara menggunakan bahasa kedua sekaligus mempersempit ruang untuk menggunakan bahasa ibu dalam proses komunikasi hal ini biasa diterapkan oleh pondok modern seperti gontor dan juga pondok modern lainnya.

Gontor menjadi salah satu institusi yang mengajarkan bagaimana konsistensi berbahasa asing bahkan bahasa Arab dan Inggris menjadi ujung tombak dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama 24 jam penuh serta melalui kegiatan bahasa dan optimalisasi media yang terkoneksi dengan saluran televisi berbahasa asing  sebagai sarana pengembangan akan bahasa asing tersebut dan adanya konsekuensi berupa sanksi bagi yang tidak berbahasa (Arab maupun Inggris). Berbeda dengan pola pembelajaran di sekolah maupun madrasah yang hanya berbasis teoritis dan pada realitanya minimnya aplikasi terhadap pembelajaran bahasa itu sendiri mengingat tidak adanya ruang maupun lingkungan yang mendukung pengembangan bahasa asing tersebut. Kalaupun ada anak justru memilih menggunakan bahasa Indonesia hal itu dilatarbelakangi oleh konfidensi dan ketakutan mereka dalam berkomunikasi dengan bahasa kedua

Adanya ekstrakurikuler bahasa membawa dampak positif terhadap kemampuan siswa dalam berbahasa asing, namun terkadang peminat akan ekstrakurikuler bahasa terbilang masih minim pembelajaran bahasa di kelas hanya sebagai formalitas atau karena adanya tuntutan tugas yang mengharuskan siswa untuk mempelajari bahasa asing namun setelah pembelajaran bahasa tuntas terkadang siswa malas dalam mengimplementasikan dan memilih mempelajari  hal lan di luar bahasa atau mungkin lebih memilih menggunakan bahasa ibu.

Tidak sedikit pula sekolah maupun madrasah dalam hal ini sekolah unggulan biasanya menggunakan pendekatan bilingual dalam pembelajaran terutama di kota-kota besaryang tersebar di beberapa tempat bahkan berdiri sekolah internasional dalam kota itu lalu bagaimana dengan daerah timur? Tentu akan jarang sekali sekolah internasional maupun unggulan dan tidak sebanyak di Jawa yang didominasi pesantren dan sekolah berkualitas atau justru masih banyak siswa di Papua yang masih belum mengenal apa itu bahasa Arab maupun Inggris karena adanya kemungkinan masih belum bisa membaca dan menulis.

Tak dapat dipungkiri bahasa daerah pun kurang bisa terkuasai karena adanya tren penggunaan bahasa gaul yang justru kian diminati sekaligus tak jarang seringdigunakan sebagai alat komunikasi, bahasa asing lebih banyak dipelajari oleh pelajar yang berasal dari strata atas bahkan sampai menambah jam belajar melalui bimbingan belajar khusus bahasa hal itu tentu sulit dilakukan anak pedesaan, yang memilih belajar linguistik sendiri secara otodidak bahkan kadang membuat bingung dan terkesan kurang maksimal.

Begitu pula anak pedalaman hanya mengenal bahasa daerah tempat tinggalnya dan belum mengenal hiruk pikuk dunia luar dan bahasa diluar bahasa daerah mereka akan tentu membingungkan jika diajarkan bahasa asing baik Inggris maupun Arab kemungkinan besar juga tak mengenal apa itu dunia sekolah karena fokus mencari cara untuk bertahan hidup di hutan. Jikalau bahasa asing dipelajari mungkin malah membuat masyarakat atau komunitas tersebut kebingungan karena pengetahuan akan bahasa yang masih minim serta ada kemungkinan bahasa asing tersebut tak terpakai.

Jarang sekali konten di media baik televisi maupun radio yang mengarah pada pembelajaran bahasa yang selama ini hanya bertumpu pada film dan lagu sebagai sarana belajar bahasa atau melalui sebuah permainan atau game yang di dalamnya menggunakan istilah asing. Namun, jika kita belajar bahasa melalui gameitu sesuatu yang jarang anak anak justru lebih antusias untuk bermain dan memenangkan laga saja tanpa belajar bahasa pengantar dalam game tersebut. Mayoritas konten televisi di Indonesia didominasi sinetron, konten ini lebih laku di kalangan masyarakat Indonesia daripada konten berita maupun konten edukasi  sedangkan anak muda sering mengakses video atau laman  diluar pendidikan dan konten berita lebih banyak diminati kalangan tua  juga tidak adanya tayangan saluran berita atau channel luar negeri yang itu hanya bisa diakses oleh pemilik TV berlangganan dan dapat dipahami  orang berpendidikan bagi orang menengah ke bawah tentu sulit untuk mendapatkan akses itu serta lebih tertarik sinetron daripada konten informatif mungkin inilah salah satu penyebab mengapa pembelajaran akan bahasa menjadi sulit dan tidak menarik bagi kalangan generasi muda.(DEW)

Biografi Penulis

*) Muhammad Iqbal Fuadhi

Salah satu mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Arab semester 6 IAIN Kediri. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat follow akun instagramnya @Iqbalfuadhi dan facebook iqbalfuadhi atau menghubungi e-mail pribadinya @fuadhiiqbal@gmail.com

About author

No comments