Pengaruh Petilasan Sri Aji Jayabaya Dan Sendang Tirta Kamandanu Terhadap Budaya Dan Tradisi Masyarakat Desa Menang

0

Petilasan adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa (kata dasar “telas” atau bekas) yang menunjuk pada suatu tempat yang pernah disinggahi atau didiami oleh seseorang yang penting. Tempat yang layak disebut petilasan biasanya adalah tempat tinggal, tempat beristirahat (dalam pengembaraan) yang relatif lama, tempat pertapaan, tempat terjadinya peristiwa penting, atau terkait dengan legenda tempat moksa. Petilasan Sri Aji Joyoboyo merupakan pusat sejarah dan cikal bakal berdirinya Kediri. Petilasan Sri Aji Jayabaya ini tepatnya terletak di Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri.Pamuksan Sri Aji Joyoboyo dipugar pada 22 Februari 1975 lalu diresmikan pada 17 April 1976 dan dinamakan “Loka Muksa”. Prabu Sri Aji Jayabaya terkenal dengan ramalannya yaitu yang disebut dengan “Jongko Joyoboyo”. Beliau meramalkan peristiwa yang ada di dunia ini yang khususnya pada Pulau Jawa, hal ini hingga saat ini juga masih dipercaya oleh masyarakat nusantara.Sesuai dengan asal katanya, pamuksan dapat diartikan sebagai tempat muksa dari Prabu Joyoboyo. Loka muksa yaitu tempat muksanya Prabu Joyoboyo. Loka busana adalah tempat busana dari Prabu Joyoboyo, sedangkan loka mahkota adalah tempat mahkotanya. Menurut legenda yang ada, Joyoboyo tidak dikatakan meninggal tetapi ia muksa yaitu menghilang bersama jasadnya. Petilasan ini juga ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun luar daerah, ada yang hanya sekadar berkunjung atau berwisata sejarah tentunya dengan melakukan izin terlebih dahulu kepada juru kunci apabila kita mau berkunjung. Namun, ketika pandemi ini petilasan sepi pengunjung, hanya ada juru kunci dan warga sekitar yang bertugas untuk membersihkan pamuksan tersebut.

Sedangkan, Sendang Tirto Kamandanu merupakan sendang yang dipakai oleh Joyoboyo sebelum ia muksa. Sendang Tirto Kamandanu dalam dialeg bahasa Jawa, Sendang berarti kolam alami. Sedangkan, Tirto Kamandanu memiliki makna sumber mata air yang memberi kehidupan. Jadi, sesuai namanya Sendang Tirto Kamandanu ini merupakan kolam alami yang berisi sumber mata air yang memberi kegunaan beraneka ragam bagi makhluk hidup.Tempat ini merupakan “Patirtan” (mata air yang dianggap suci) yang digunakan pada masa pemerintahan sang Prabu Sri Aji Jayabaya dan masih lestari sampai sekarang. Pada masanya difungsikan sebagai kaputran atau tempat bermain putra-putri raja. Selain sebagai tempat pemandian, air Sendang Tirto Kamandanu ini banyak digunakan untuk berbagai keperluan pengunjung sesuai dengan seyakinan masing- masing. Pada saat ini kolam yang dulunya digunakan untuk mandi sekarang telah kosong.Namun, sumber mata air yang dikeramatkan di area sendang ini yaitu sebuah sumur. Sumur merupakan lubang yang digali untuk mendapatkan sumber air. Air yang terdapat di sumur Sendang Tirto Kamandanu ini diyakini dapat menyucikan dan memberikan kesehatan kepada masyarakat. Banyak orang dari desa maupun luar Desa Menang yang mengambil air disini dengan tujuan untuk kesembuhan. Hingga saat ini Sendang Tirta Kamandanu juga masih terawat dan selalu dibersihkan oleh warga. Untuk masuk ke area ini sendiri saat pandemi ini yaitu pastinya dengan mematuhi protokol kesehatan dan izin kepada juru kunci maupun petugas kebersihan yang ada disitu.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Tradisi merupakan kebiasaan yang dilakukan sejak lama dan secara terus menerus yang telah menjadi bagian kehidupan masyarakat sampai saat ini. Tradisi biasanya dilakukan oleh negara, agama, waktu, kebudayaan, dan lain sebagainya. Tradisi menjadi sesuatu yang diwariskan dari dahulu ke masa sekarang. Dapat diartikan juga bahwa tradisi adalah warisan sosial yang mampu bertahan sampai masa kini.Adanya sebuah tradisi di masyarakat adalah supaya manusia kaya tentang nilai sejarah dan budaya untuk menciptakan kehidupan yang harmonis. Dimana semua hal tersebut dengan mudah akan terwujud jika sesama manusia bisa saling menghargai, menghormati, dan juga dapat menjalankan budaya tradisinya dengan baik dan benar sesuai dengan nilai dan aturan yang ada.Tradisi adalah kebijakan turun-temurun. Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma, dan nilai yang kita anut kini serta di dalam benda yang diciptakan di masa lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis yang kita pandang bermanfaat.Tradisi merupakan gagasan dan juga bentuk material yang bisa digunakan manusia dalam berbagai tindakan saat ini dan juga membangun masa yang akan datang dengan pengalaman masa lalu sebagai dasarnya.

Budaya yang ada di Desa Menang yang telah diwariskan dari para leluhur hingga sekarang menjadi suatu ciri khas yang dianggap  pentingdan sakral  yaitu upacara grebeg satu suro yang dilakukan pada satu muharam/satu suro.Sedangkan, tradisi yang ada dalam masyarakat Desa Menang ini yaitu selalu dijalankan setiap satu tahun sekali sebagai bentuk penghargaan padamasa kejayaan Prabu Jayabaya dengan adanya peninggalan bersejarah yaitu Petilasan dan Sendang Tirto Kamandanu hingga saat ini. Upacara ini diikuti oleh masyarakat khususnya warga Desa Menang dan pengunjung dari luar daerah seperti Jogja. Namun, tidak semuamasyarakatdapat mengikuti acara ini, barisan dalam prosesi acara ini disusun dan mempunyai nama dan tugas masing-masing. Barisan pertama diawali dengan 5 orang perempuan yang masih remaja (belum menikah) yang dinamakan cucuk lampah depan. Lalu, disusul dengan 2 laki-laki pendamping, 3 anak laki-laki (2 pembawa dupa dan yang 1 berada di tengah). Kemudian, ada pemuda perempuan berbaju kuning dan disusul oleh1 laki-laki pembawa pusaka serta diikuti oleh laki-laki pembawa payung bersusun, barisan berikutnya yaitu perempuan berbaju biru pembawa baki dan keranjang bunga dengan pemuda laki-laki pembawa payung bersusun.  Di belakangnya disusul  oleh 16 pasang anak perempuan yang belum balig yang dipasangkan dengan remaja laki-laki pembawa payung. Lalu, upacara ini juga diikuti oleh para tokoh desa dan para tetua Desa Menang serta tamu undangan. Serta ditutup dengan 5 cucuk lampah belakang.

Prosesi acara ini dimulai dari Balai Desa Menang, para peserta sudah siap sejak pagi pukul 07.00 sudah siap pada barisan. Lalu, dilanjutkan dengan pembukaan dan menyanyikan lagu Indonesia Raya serta pidatosingkattentang sejarah Sri Aji Jayabaya. Selanjutnya, barisan diarak menuju ke Pamuksan Sri Aji Jayabaya yang berjarak kurang lebih 2 km. Disana acaranya yaitu berupa doa bersama serta serta proses tabur bunga yang dilaksanakan oleh 16 anak perempuan yang belum balig tadi di bagian timur loka muksa. Tabur bunga ini dipilih  dengan alasan mereka masih dianggap suci (belum balig). Dilanjutkan dengan acara caos dahar yang dilakukan ditiga tempat yang berbeda secara bersamaan, yaitu di loka moksa oleh Kepala Desa Menang, pimpinan ritual dan ibu pimpinan panitia, di loka mahkota oleh Bapak Carik Desa Menang, di loka busana oleh Ibu Kepala Desa dan Ibu Carik Desa Menang. Secara bersama-sama caos dahar dilakukan dan diiringi oleh pembawa bunga dan pembawa payung susun satu.Selanjutnya adalah peletakan pusaka tongkat di dalam loka moksa Sri Aji Joyoboyo oleh ketua Yayasan Hondodento yang terlebih dahulu diserahkan oleh pimpinan rombongan upacara. Peletakan tongkat di dalam loka moksa diiringi oleh pembawa payung susun tiga.

Selanjutnya, setelah acara di petilasan peserta menuju ke Sendang Tirto Kamandanu yangberjarak kurang lebih 3 km dari Petilasan Aji Jayabaya. Disana acara yang  berlangsung yaitu berupa  tabur bunga yang ke-2 yang dilaksanakan oleh 16 anak perempuan yang sama yang tempatnya berada di sebelah utara sendang. Kemudian, dilanjutkan dengan acara caos dahar yang diikuti oleh pimpinan ritual beserta Ibu (pasangan dari pimpinan ritual), Kepala Desa Menang beserta Ibu (pasangan dari Kepala Desa Menang), 3 perwakilan Ibu dari Pemerintah Kabupaten Kediri, 3 perwakilan Ibu dari peserta, dan 3 wakil peserta remaja putri dengan bergantian menuju muka halaman sendang Tirto Kamandanu. Petugas pembawa Bunga Caos Dahar beserta penyongsong mengikuti untuk melayani caos dahar. Setelah acara  caos dahar selesai, dilanjutkan  dengancara pembacaan doa dan penutupan.

Namun, pada masa pandemi ini kegiatan upacara 1 suro di Desa Menang tidak berjalan seperti biasanya. Mengingat tidak boleh mengadakan kegiatan yang membuat orang menjadi berkumpul. Menurut tokoh desa upacara tetap terlaksana akan tetapi tidak secara terbuka, serta acara ini hanya di laksanakan oleh pengurus dan tokoh desa. Dimana upacara ini biasanya diikuti oleh kurang lebih 200 orang. Namun, pada tahun ini hanya dilakukan oleh kurang dari 10 orang dan langsung melakukan prosesi acara secara singkat. (DEW)

REFERENSI

Surajiyo. (2019). “Hubungan dan Peranan Ilmu Terhadap Pengembangan Kebudayaan Nasional”. Jurnal Ikra-Ith Humaniora, Vol.03, 62-70.

Muis Sad Iman. (2018).“Epistemologi Kebudayaan dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam”. Jurnal Tarbiyatuna, Vol. 9 No. 2, 103.

BIOGRAFI PENULIS

Nabilatul Chanifah

Mahasiswi aktif program studi Psikologi Islam semester enam IAIN Kediri. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat menghubungi e-mail nabila.chanifah11@gmail.com

About author

No comments