MENGINTIP TRANSFORMASI TRADISI, EKONOMI, DAN PENDIDIKAN DI KAMPUNG INGGRIS PARE

0

Kampung Inggris Pare, siapa yang tidak mengenal tempat ini? Sebuah tempat yang terletak di desa Tulungrejo dan desa Pelem, Pare, Kediri yang di dalamnya telah berdiri kurang lebih 250 lembaga kursus bahasa Inggris. Tidak heran memang, jikalau daerah ini dijuluki sebagai ‘Kampung Inggris’. Ya, di sini memang dikenal sebagai pusat belajar bahasa Inggris, bukan hanya penduduk lokal, melainkan penduduk negara lain juga belajar di sini. Negara-negara tersebut diantaranya Malaysia, Thailand, Timor Leste, Yaman, dan masih banyak lagi.

Sebagai pusat belajar bahasa Inggris, Kampung Inggris telah tergolong sukses dan bersinar hingga mancanegara. Tentunya kesuksesan tersebut tidak diraih dengan cepat, melainkan menempuh perjalanan hingga puluhan tahun. Dahulu, Kampung Inggris adalah sebuah desa yang tidak jauh beda dengan desa-desa lain. Pada tahun 1976, daerah ini masih sangat kental dengan nuansa pedesaan. Setiap harinya, mata ini disuguhi dengan hamparan sawah yang terlihat asri. Bukan hanya itu, nilai-nilai gotong royong dan keguyub-rukunan penduduk pun juga sangat kental. Setiap paginya, akan terlihat bapak-bapak yang cangkruk di warung sebelum berangkat ke sawah. Kemudian saat surup (menjelang maghrib), mereka juga cangkruk lagi untuk sekadar melepas lelah dan berbagi kisah. Kemudian, sekitar pukul sembilan malam warga beristirahat dan sudah tidak lagi berkeliaran di luar rumah dikarenakan esok paginya harus bergegas ke sawah untuk bertani. Inilah yang membuat hubungan antar warga terjalin erat dan keguyub-rukunan pun menguat.

Tahun berikutnya, tepatnya tahun 1977, pada tahun inilah perjalanan ‘Kampung Inggris’ dimulai. Kalend Osein, seorang santri yang belajar di salah satu pondok pesantren di desa Pelem, Pare mengawali perjalanan atas keberadaan Kampung Inggris. Pada tanggal 15 Juni 1977, beliau mendirikan lembaga kursus bahasa Inggris yang pertama yaitu Basic English Course (BEC). BEC terletak di jalan Anyelir, nomor 8, Pelem, Pare. Sebelumnya, Kalend Osein belajar bahasa Inggris dari Ustadz Yazid, pemilik pondok pesantren Darul Falah. Kemudian, suatu ketika beliau mendapat perintah untuk mengajari bahasa Inggris dua mahasiswa yang akan menempuh ujian. Kegiatan belajar  bahasa Inggris pun mulai dilaksanakan secara intensif selama lima hari di serambi masjid. Satu bulan kemudian, kedua mahasiswa tersebut dinyatakan lulus dalam ujian. Hal ini membuat mahasiswa lain excited  untuk ikut belajar bahasa Inggris. Akhirnya, Kalend Osein pun berinisiatif untuk mendirikan BEC dengan murid awal berjumlah 6 orang. Namun, lambat laun lembaga kursus ini semakin banyak peminatnya dan Kalend pun memutuskan untuk membuka cabang dari BEC yaitu Happy English Course (HEC 2) dan Effective English Convention Course (EECC). Akhirnya, semakin lama semakin banyak lembaga kursus yang berdiri di kampung ini, tercatat hingga tahun 2020 ada 250 lembaga kursus di Kampung Inggris.  Lembaga kursus tersebut rata-rata didirikan oleh pendatang baru atau orang asing (bukan warga asli Pare). Meskipun sudah ada ratusan lembaga kursus yang ada di Kampung Inggris, BEC tetap yang paling banyak peminatnya karena dianggap sebagai salah satu legend yang ada di sini.

Saat ini, Basic English Course (BEC) adalah salah satu lembaga kursus yang sangat elite, tidak semua orang dapat masuk ke sana. Dikatakan elite karena perusahan-perusahaan akan memandang seseorang yang lulusan dari lembaga itu. Maksudnya, sertifikat yang didapat dari BEC dapat menjadi nilai tambah saat melamar pekerjaan. Jadi, tidak heran jika lembaga itulah yang menjadi incaran para murid dari berbagai kota di Indonesia. Akan tetapi, tidak mudah mendapatkan sertifikat di BEC, mengingat treatment yang dilakukan di sini atau aturan-aturan yang diberikan sangat berat. Bahkan, tidak sedikit anak yang belajar di BEC berhenti di tengah jalan. Namun, beratnya belajar di BEC sebanding dengan kualitas bahasa yang mereka kuasai apabila lulus.

Selain BEC, sebenarnya masih banyak lembaga kursus yang bagus, besar, berkualitas, dan banyak peminatnya, seperti Briliant English Course (BEC), Language Center (LC), Peace, Global English, dan masih banyak lembaga kursus lain. Jadi, jika mereka tidak dapat masuk di BEC atau mereka rasa BEC terlalu berat untuk mereka, maka mereka bisa masuk di lembaga kursus lain yang juga tidak kalah unggul dan berkualitas.

Perlu diketahui bahwa tidak hanya pelajar atau mahasiswa saja yang mengikuti kursus bahasa Inggris. Akan tetapi, orang-orang yang telah bekerja pun banyak yang mendaftar karena ada tuntutan dari bos, atau orang yang ingin melamar di perusahaan besar. Mereka  akan berpikir untuk belajar bahasa dan memburu sertifikat di sana. Bahkan, tidak hanya dari Indonesia saja, penulis juga pernah mendapati murid dari Yaman. Mereka mengungkapkan bahwa ingin mendalami bahasa Inggris dengan memilih belajar di Kampung Inggris Pare.

Keberadaan Kampung Inggris membuat wilayah Pare, khususnya desa Tulungrejo dan desa Pelem semakin dikenal masyarakat luas. Hal ini dibuktikan oleh Kalend Osein dengan diperolehnya penghargaan Liputan 6 Award 2014 Category of Education. Jadi, Kampung Inggris ini sudah diakui oleh seluruh Indonesia.

Kampung Inggris juga seringkali dicap sebagai kampung pendidikan. Dimana pemandangan keseharian di Kampung Inggris Pare tak lain seperti kompleks belajar. Didominasi oleh aktivitas seorang pelajar, khususnya saat musim liburan, kampung ini ramai dengan pelajar, ramainya seperti tempat wisata. Banyak pelajar, mahasiswa, bahkan pekerja dari berbagai kota di Indonesia datang untuk berlibur sembari belajar di Kampung Inggris. Penulis pernah bersua dengan pekerja yang sedang belajar bahasa Inggris di sini. Pekerja tersebut mengaku bahwa mengikuti kursus bahasa Inggris bukan hanya keinginan pribadinya, melainkan juga permintaan atasan untuk memperdalam bahasa Inggrisnya.

Penyematan istilah atau julukan ‘Kampung Inggris’ telah membawa banyak perubahan pada desa Tulungrejo dan desa Pelem baik dari segi tradisi, ekonomi, maupun pendidikan. Dahulu, setiap pagi dan surup (menjelang maghrib) pasti disuguhi dengan pemandangan bapak-bapak yang cangkruk, bersenda gurau sebelum berangkat ke sawah. Ada juga anak-anak yang berlarian, bermain bersama di sawah. Kini, pemandangan sedemikian rupa sudah sangat jarang terlihat di sini, atau bahkan memang sudah tidak ada. Hamparan sawah yang dahulu simbol keasrian desa, sekarang telah berubah menjadi petak-petak gedung tempat warga menggantungkan kehidupannya. Warga berpikir bahwa saat ini, bisnis yang paling menjanjikan adalah kos-kosan/tempat tinggal sementara/homestay. Mengingat jumlah pendatang yang ingin belajar di Kampung Inggris semakin hari semakin banyak. Mereka akan menyewakan rumah mereka untuk ditinggali oleh pendatang. Sampai saat ini, ada ratusan atau bahkan ribuan tempat kos, dari yang harganya murah hingga mahal, dan ada yang fasilitas lengkap sampai fasilitas standart.

 Selain bisnis kos-kosan, di sini juga didirikan warung/kafe. Ada beranekaragam jenis kafe di desa ini. Ada kafe elite yang harganya mahal, dan ada pula kafe yang harganya terjangkau. Sedangkan dilihat dari fungsinya, kafe disini juga bermacam-macam ada yang fungsinya hanya untuk nongkrong, sampai kafe yang biasanya dibuat untuk photoshoot. Tidak hanya itu saja, di sini juga banyak sekali angkringan-angkringan,. Di mana jam operasionalnya bisa sampai 24 jam non stop. Kini, saat jalan-jalan jam satu pagi pun jalanan masih tetap ramai, jauh berbeda dengan situasi dahulu ketika jam sembilan malam warga sudah beristirahat di rumahnya masing-masing dan jalanan pun tampak sepi.

Tidak hanya kos-kosan dan kafe, di sini juga banyak jasa penyewaan sepeda onthel karena dirasa tempat kos dan tempat kursusan jauh akhirnya mereka menyewa sepeda untuk kendaraan pribadi mereka. Di sini juga ada tempat penyewaan sepeda motor, tetapi  sedikit berbeda dengan sepeda onthel yang disewa harian. Sepeda motor disewakan perjamnya. Laundry/jasa cuci pakaian pun juga termasuk salah satu bisnis yang dibuka di Kampung Inggris ini. Toko buku juga ada puluhan di kampung ini, karena ada beberapa tempat kursus yang mewajibkan untuk membeli buku. Jadi, di sini disediakan toko buku juga.

Sawah yang sebelumnya banyak terbentang di kampung ini perlahan dijadikan gedung oleh pemiliknya, karena dirasa lebih menguntungkan. Di kampung ini, sekarang lebih didominasi oleh pendatang dari pada oleh penduduk aslinya. Banyak lembaga kursus yang dibangun oleh pendatang baru.  Bahkan, jika murid yang belajar di BEC mempunyai prestasi mumpuni menurut Mr. Kalend Osein, mereka disuruh untuk membuka kursusan sendiri. Jadi, dengan ini akan banyak lembaga kursus yang dibangun oleh pendatang. Salam …. (EN)

BIOGRAFI PENULIS

Afrida Rizka Anggraini

Afrida Rizka Anggraini seorang mahasiswi program studi Psikologi Islam semester lima di IAIN Kediri. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat follow akun Instagramnya @afridarizkaanggraini atau ke e-mail pribadi penulis di afridarizkaanggraini@gmail.com

About author

No comments