Urgensi Survei PISA Terhadap Pendidikan Indonesia

0

Pendidikan menjadi isu yang amat menjadi perhatian bagi otoritas di berbagai negara tak terkecuali negara berkembang. Banyak ditemui problematika serius bagi negara tersebut bahkan pendekatan konservatif masih melekat dalam konteks implementasi di dalam ruang kelas masih bersifat sentralistik atau bisa dibilang satu arah. Tak bisa dipungkiri bahwa negara berkembang kurang akrab sekaligus kurang terbiasa dengan perangkat teknologi hal tersebut membuat siswa maupun guru kurang cakap dalam pengoperasian teknologi dalam konteks belajar mengajar.

Ketimpangan pendidikan masih menjadi fenomena  identik  di negara berkembang yang seakan terus berulang bahkan beragam kebijakan dikeluarkan namun prosentase penyelesaian masalah hanya sekian persen saja,masih banyak anak yang belum merasakan bangku sekolah terutama bagi anak jalanan meski negara menjamin hak akan akses pendidikan belum lagi ditambah kompetensi pendidik masih tergolong rendah  menjadi suatu hal yang tak bisa ditutupi dan nyata adanya.

Pembudayaan dalam konteks pembiasaan masih menjadi sebuah kelangkaan di negara berkembang yang akhirnya mengarah pada ketidaksiapan untuk bersanding dengan dinamika zaman dimana perangkat teknologi terus berkembang dan bermunculan dengan beragam fitur dan kecanggihannya, sehingga memungkinkan ketertinggalan beradaptasi serta berbaur dengan teknologi dan kelak pekerjaan akan diambil alih oleh robot dengan kecerdasan buatan di masa mendatang. Kompetensi dan juga skill menjadi syarat menghadapi revolusi kemajuan teknologi agar generasi negara berkembang mampu mengimbangi kemampuan generasi negara maju.

Beberapa lembaga internasional juga melakukan survei untuk melihat perkembangan pendidikan di berbagai negara baik negara maju maupun negara berkembang seperti halnya PISA atau Programme International Student Assesment.Untuk mengukur tingkat literasi dan numerasi sekaligus sains di berbagai negara, survei ini dimotori oleh lembaga PBB OECD  dilakukan setiap 3 tahun dengan sistematika pemeringkatan bagi setiap negara yang mengikuti survei. Siswa tingkat menengah menjadi subjek penelitian ini yang mana masuk dalam kategori usia 15 tahun.

Seperti yang dilansir dari laman Pusat Asesmen dan Mengajar Kemendikbud penelitian ini diikuti oleh Indonesia semenjak tahun 2000. Penilaian oleh PISA bersifat spesifik dan komprehensif  dari pemahaman membaca meliputi pemahaman akan beragam jenis teks mulai dari narasi, eksplanasi, prosedur dsb dalam konteks numerasi meliputi pola bilangan, aljabar, peluang hingga pecahan dan desimal serta masih banyak lagi selain itu sains juga tak luput dari penelitian yang meliputi gaya dan gerak, siklus hidup organ, ekosisitem, bahkan hingga perubahan fisika.

Rekam jejak Indonesia di PISA tidak mengalami perubahan yang mana hasilnya terus mengarah pada hasil negatif karena cenderung turun dengan gap yang cukup lebar dengan negara Asia Tenggara lainnya. Menurut riset melalui lembaga PBB OECD serta berdasarkan indikator Programme International Student Assesment  ( PISA) Indonesia masih dikategorikan sebagai negara dengan nilai di bawah standar dengan skor 371 sedangkan, standar PISA di angka 487 bila dikomparasikan dengan negara ASEAN Singapura masih memegang predikat dengan skor tertinggi di kawasan regional dengan 549. Prosentase skor Indonesia terus mengalami degradasi dalam kurun waktu tahun 2000-2018.

Pada tahun 2003 skor Indonesia 382, enam tahun berselang tepatnya pada tahun 2009 mengalami kenaikan 20 poin di angka 402 riset kembali dilakukan oleh OECD pada tahun 2012 Indonesia mengalami fluktuasi yang mana skor berada di level 396. Pada survei selanjutnya, di tahun 2015 skor Indonesia naik tipis di angka 397. Sementara, 3 tahun berikutnya tepatnya di tahun 2018 skor PISA Indonesia tergerus di angka 371. Literasi masih menjadi pekerjaan rumah sekaligus tantangan bagi negara kategori tertinggal maupun  berkembang  serta berimplikasi langsung pada pendidikan disebabkan belum menjadi kebutuhan mendasar bagi sebagian generasi muda.

Mereka terampil dalam memainkan gawai serta menyelami media sosial sebagai media hiburan serta pemuas atas hasrat generasi muda lalu menjadi sebuah tanda tanya apakah para generasi muda di negara berkembang mampu mengoptimalkan kecanggihan perangkat komunikasi dan informatika ? Tak jarang mereka terjebak dengan masuknya beragam informasi secara cepat setiap detiknya dan dibuat lelah untuk melakukan verifikasi serta klarifikasi atas aliran informasi tersebut. Faktor lainnya akibat minimnya referensi terkait media pembanding atau alamat laman secara resmi sehingga langsung dibagikan kepada orang lain.

Berdasarkan survei Kaspersk perusahaan keamanan siber, menyebutkan bahwa sebanyak 76 persen pengguna internet di Asia Tenggara memanfaatkan media sosial untuk melakukan update terhadap berita di berbagai platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, WhatsApp dengan prosentase terbesar ditempati generasi Z dengan 83 % disusul generasi milenial 81 % Baby Boomers diangka 70 % dan terakhir ditempati generasi X dengan prosentase terendah 62 persen.

Survei tersebut mengungkap bahwa sebanyak 18 persen responden atau sekitar 2 dari 10 responden membagikan berita tanpa adanya verifikasi sekaligus konfirmasi kebenaran berita yang beredar. Hal tersebut sebagai bentuk pencarian eksistensi sekaligus dominasi atas komunitas sekitarnya serta memiliki tendensi adanya pengakuan akan pengetahuan yang dimiliki individu akan tampak berpengetahuan luas. Disisi lain, identifikasi kebenaran berita memakan durasi waktu yang panjang serta memakan banyak kuota data internet menjadi motifnya dengan dukungan perangkat yang kian canggih menipiskan peluang membudayakan membaca sebuah informasi secara komprehensif dan aktual masyarakat negara berkembang salah satunya indonesia memilih jalan instan dengan membaca sebagian daripada artikel lalu dikirimkan kepada sesama teman.

Studi dilakukan Beverly Leow mengambil 1.240 sampel responden dengan 830 responden berasal dari Asia Tenggara mengungkapkan bahwa 5 dari 10 orang di semua generasi membaca artikel secara utuh sebelum berbagi ke sesama teman melalui akun pribadi, aspek literasi dan numerasi berimplikasi pada pendidikan negara berkembang bahkan menjadi atensi lebih lembaga internasional, tak jarang mengalokasikan dana  bantuan ratusan juta dolar untuk alokasi pengembangan pendidikan di negara- negara dunia ketiga sekaligus perbaikan terhadap kualitas sumber daya manusia dan juga infrastruktur pendidikan yang mana dana tersebut digunakan sebagai revitalisasi atau konstruksi sekolah sebut saja Asia Development Bank ataupun Islamic Development Bank maupun bank dunia.

Demi perbaikan kualitas dan pemenuhan mutu negara berkembang Bank dunia memberikan pinjaman dana sampai 250 juta US dollar kepada pemerintah Indonesia pada 2019 lalu dalam rangka pengembangan madrasah dengan tujuan memperbaiki kualitas sistem pendidikan  serta sebagai upaya mengakomodasi peserta didik untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Proyek ini juga akan memfasilitasi peningkatan kompetensi para guru melalui pelatihan dengan adanya bantuan tersebut mempermudah siswa untuk mendapatkan fasilitas belajar yang laik yang berimplikasi pada lahirnya generasi yang berkualitas serta melahirkan prestasi secara konkret disisi lain peningkatan mutu guru melalui beragam bentuk pelatihan akan menghasilkan para pendidik yang memiliki kecakapan dalam pengoptimalan perangkat pendukung pembelajaran hingga membentuk  kreativitas guru dan juga inovasi pembelajaran yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas belajar di sekolah begitupula lingkungan belajar yang menyenangkan.

Mengacu pada hasil survei PISA di atas, maka pendidikan Indonesia seakan masih jalan di tempat dan mengalami stagnanisasi, selain itu  seakan tidak ada peningkatan hasil yang signifikan serta berkesinambungan pada setiap survei yang dilakukan dan tetap termasuk dalam kategori rendah meski beragam cara dilakukan dengan berganti kurikulum, mengikuti beragam perhelatan kompetisi sains matematika kelas dunia sekalipun. Pada tahun 2021 akan kembali dilakukan survei PISA yang kali ini berimbas pada sistem evaluasi akhir siswa nasional yang dikonsep dengan standar soal PISA akan tetapi hingga saat ini belum ada pelaksanaan  Asesmen Nasional yang meliputi Literasi, Numerasi dan Survei karakter.

Apakah program baru yang digagas pemerintah dapat membawa perubahan pada hasil dan peringkat di PISA atau justru semakin memperparah dengan adanya penerapan AN dan menambah beban anggaran pemerintah yang seakan sia-sia karena hasil yang didapat cenderung mengalami stagnasi atau bahkan turun. Dalam survei lainnya, juga menunjukkan tren stagnan berdasarkan survei TIMSS 2019 indonesia kembali ditempatkan pada posisi kategori rendah dan skor tertinggi kembali direbut singapura dalam kategori sains berada di angka 595 mengungguli Finlandia yang selama ini kita kenal sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia sedangkan untuk matematika singapura memperoleh skor 616. Hal ini membuktikan superioritas Singapura di bidang matematika dan juga sains dan dapat dikatakan Singapura sebagai negara terbaik di Asia bahkan di dunia dalam konteks pengelolaan sistem pendidikan terlepas dari hasil yang diperoleh di PISA & TIMSS.

Semua itu tak terlepas dari sebuah pembudayaan terhadap masyarakatnya yang dilakukan secara kontinu dan berjenjang mulai dari budaya memabaca menjadi agenda wajib masyarakat Singapura bahkan menjadi sebuah kebutuhan yang tidak terpisahkan, masyarakat negara berkembang juga dapat mewujudkannya jika masyarakat merubah mindset bukan menjadikan membaca serta belajar matematika dan sains sebatas pada kegiatan ala kadarnya akan tetapi perlu keberanian mengaplikasikan teori yang diajarkan dengan melakukan trial and error maupun eksperimen saintifik.  Tak hanya muridnya yang dibentuk sebagai pembelajar akan tetapi guru juga harus menjadi pembelajar hingga mampu menguasai beberapa disiplin ilmu yang menjadi kebutuhan masa depan sebagai persiapan menghadapi pesatnya laju perkembangan teknologi yang kian jauh mengungguli kemahiran manusia.(DEW)

Biografi Penulis

*) Muhammad Iqbal Fuadhi

Salah satu mahasiswa program studi Pendidikan Bahaa Arab semester 6 IAIN Kediri. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat follow akun instagramnya @Iqbalfuadhi dan facebook iqbalfuadhi atau menghubungi e-mail pribadinya @fuadhiiqbal@gmail.com

About author

No comments

BAGAIMANA KATA BISA JADI TEMANKU?

Narasi ini bukan perihal cerita horor. Hanya untuk kalian pecinta intuisi. Dariku berkata “Aku bukan penulis cerita panjang, meskipun diriku suka menulis”. Panggil saja aku ...