Memadukan, Bukan Menghilangkan: Potret Kunci Perkembangan Islam Damai dengan Akulturasi Tradisi Masyarakat Cukir-Jombang

0

Mengapa nahdhatul ulama‘ mampu menjadi organisasi keagamaan terbesar di Indonesia? Hal ini dikarenakan nahdhatul ulama‘ atau yang biasa disingkat NU mampu beradaptasi dengan budaya di Indonesia, dengan berbekal meneruskan tradisi dari para wali yang telah terlebih dahulu mendakwahkan agama Islam di Bumi Nusantara ini. Serta berpegang pada ahlusunnah wal jamaah sehingga masyarakat menjadi percaya bahwa NU secara garis besar tidak akan bersebrangan maupun menyeleweng dari ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.

Terlepas dari itu, bukankah telah diketahui sebelum Islam datang, sudah menetap di Nusantara agama Hindu dan Buddha yang dapat dikatakan sebagai tertua, karena jarak antara kedatangan Isam dan keberadaan Hindu Buddha di Nusantara terpaut waktu yang cukup lama. Sehingga dapat dipastikan budaya serta tradisi masyarakat Nusantara pada masa itu sudah sangat kental dengan nuansa Hindu Buddha maupun budaya dari India yang merupakan cikal bakal adanya agama hindu buddha di Nusantara. Point menariknya, Mengapa Islam sebagai kepercayaan baru dapat masuk dan diterima di Nusantara? Bagaimana islam mampu menyebarkan ajaran secara damai tanpa ada peperangan?

Sebelum kita menelusuri lebih dalam bagaimana agama islam dapat merasuk dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Jawa pada masa itu. Alangkah baiknya kita juga mengetahui bagaimana agama Hindu dan Buddha masuk ke Nusantara dan dapat diterima oleh masyarakat serta menjalar ke seluruh Nusantara hingga berlabuh di pulau Jawa. Terlepas dari berbagai kontroversi bagaimana Hindu Buddha dapat sampai ke Nusantara, penulis akan mengambil teori waisya. Yakni berawal dari terbukanya masyarakat Nusantara terhadap jalur internasional, lambat laun hubungan tersebut semakin intensif, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa negara yang melakukan hubungan dagang juga akan membawa pengaruh baik dari segi budaya maupun keagamaan. Contohnya, hubungan dagang dengan bangsa India, ketika melakukan kegiatan perdagangan di Nusantara, para pedagang tak hanya melakukan kegiatan jual beli barang, melainkan mereka juga melakukan aktivitas pernikahan dengan penduduk asli Nusantara. Ini disebabkan oleh lamanya aktivitas perdagangan yang dilakukan bisa mencapai hitungan bulan bahkan tahun. Tak jarang setelah menikah, para pedagang memilih untuk menetap hingga terbentuklah sebuah komunitas atau perkampungan yang di dalamnya berisi orang-orang India. Hingga tak jarang terlihat pendeta dan biksu yang sedikit banyak akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat di daerah tersebut. Lambat laun, ajaran Hindu Buddha mulai mengisi setiap aspek kehidupan masyarakat mulai dari aspek agama, budaya, kesenian, dan politik.

Masyarakat mulai mengalami perubahan kepercayaan yang semula mempunyai kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang dan benda-benda yang dipercaya mempunyai kekuatan spiritual dan daya magis, beralih menjadi percaya kepada dewa-dewa yang mengatur alam semesta. Persembahan pun tak lagi diperuntukkan bagi roh-roh nenek moyang melainkan untuk dewa agar terhindar dari amarah serta mendapat perlindungan. Masyarakat juga  mulai diperkenalkan dengan kitab suci yang menjadi pedoman bagi masyarakat dalam menjalankan kehidupan sesuai dengan ajaran Hindu Buddha. Perubahan juga terjadi  dalam hal tradisi yaitu ketika prosesi pemakaman. Sedangkan dari segi politik, awalnya masyarakat membentuk kelompok dan dipimpin ketua kelompok yang dipilih oleh masyarakat. Kriteria dari ketua kelompok diantaranya, mempunyai pengetahuan lebih dalam hal adat istiadat yang diwariskan nenek moyang dan mempunyai kecakapan dalam memimpin kegiatan upacara pemujaan terhadap roh nenek moyangnya. Kemudian berubah menjadi kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja dan penerusnya tidak lagi dipilih oleh masyarakat melainkan berdasarkan keturunan, tak jarang raja dianggap menjadi penjelmaan dewa sehingga disembah oleh rakyatnya. Perubahan juga terjadi dalam sistem sosial, berdasarkan ajaran hindu terdapat sistem kasta atau tingkatan sosial untuk membagi tingkatan masyarakat berdasarkan profesi. Sistem kasta bersifat turun temurun serta absolut, sehingga sama sekali tidak dapat diubah. Di sini pernikahan beda kasta juga tidak diperkenankan, lebih tepatnya dilarang.

Berdirinya kerajaan Kutai merupakan tanda bahwa era kerajaan Hindu Buddha telah dimulai di bumi Nusantara. Sedangkan di Jawa sendiri pada khususnya, telah berdiri kerajaan Tarumanegara yang berada di Jawa Barat. Ini adalah simbol bahwa Jawa telah berada dalam naungan kerajaan Hindu Buddha. Kemudian abad ke 14M, pada masa kejayaan Majapahit menjadi tanda bahwa Hindu Buddha berkembang dengan baik di Tanah Jawa, ditandai dengan banyaknya candi yang tersebar di Pulau Jawa, serta banyaknya upacara yang berbau Hindu Buddha. Contohnya, ketika hendak menanam padi, masyarakat Jawa akan melakukan upacara penyembahan kepada Dewi Sri yang dianggap sebagai dewi kesuburan agar mendapat hasil panen yang melimpah dan terhindar dari hama. Ada juga Tradisi Grebeg Nasi, nasi yang dibentuk mengerucut sebagai bentuk rasa syukur terhadap karunia yang diberikan oleh para dewa. Namun masyarakat Jawa tak serta merta langsung meninggalkan ajaran dan budaya nenek moyang, mereka cenderung melakukan akulturasi budaya dan sinkretisme Hindu Buddha terhadap ajaran nenek moyang. Hal ini tercermin dari segi bangunan candi di Tanah Jawa yang cenderung bersifat berundak. Lalu dalam segi budaya terdapat serat kakawin yang merupakan gubahan dari sastra keagamaan Ramayana dan Mahabarata ke dalam bentuk puisi dan masih banyak lagi.

Masuknya Islam ke Nusantara pun tak lepas dari beberapa teori, salah satunya yaitu teori Mekkah. Dalam teori tersebut orang-orang Arab berdagang ke Nusantara. Lambat laun jumlah orang Arab yang datang semakin banyak, dan tak sedikit dari mereka yang melakukan pernikahan dengan penduduk sekitar. Sehingga tercipta perkampungan arab dan lama kelamaan berdiri sebuah kerajaan Islam pertama di Nusantara yakni kerajaan Samudera Pasai. Perdagangan juga terjadi di Pulau Jawa dengan adanya temuan kompleks makam Islam yang salah satu nisannya bertuliskan Binti Maimun dan angka tahun 475H atau 1082 M. Di mana pada saat itu Jawa masih dipimpin oleh Kerajaan Singasari.

Pada abad ke 14, masyarakat mulai memeluk Islam karena telah banyak berdiri kerajaan islam di Nusantara. Untuki Jawa sendiri terdapat kelompok penyebar agama Islam yang dikenal dengan sebutan Wali Songo. Para wali menyebarkan agama Islam dengan damai karena beberapa faktor, diantaranya melalui media budaya. Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga merupakan penggiat dalam bidang budaya. Sunan Bonang menyiarkan Islam melalui seni alat musik yang dipukul disertai dengan tembang-tembang yang berisikan ajaran Islam. Sementara Sunan Kalijaga selain menggunakan media tembang juga menggunakan media wayang yang merupakan tradisi nenek moyang dan telah dimodifikasi menjadi cerita Mahabarata dan Ramayana. Di mana cerita tersebut juga dimodifikasi lagi dengan menyisipkan ajaran agama Islam dan membuat cerita baru namun tetap menggunakan nama tokoh India. Selain itu, Sunan kalijaga juga mengubah bentuk wayang yang awalnya manusia diubah menjadi bentuk karakter yang di dalamnya termuat berbagai makna filosofis. Karakter wayang yang paling terkenal adalah Semar.

NU sebagai organisasi agama yang terlahir dari daerah pedesaan, mempunyai sebuah tantangan bagaimana menyebarkan nilai-nilai keislaman pada masyarakat luas. Sementara mayoritas masyarakat kala itu bersifat abangan karena kurangnya nilai-nilai pendidikan maupun menjadi muslim yang hanya ikut-ikutan. Dan sudah menjadi rahasia umum jika Jawa sangat kental dengan tradisi dan budaya. Sehingga NU dalam menyiarkan agama juga harus berjalan berdampingan dengan budaya. Hal tersebut akan membuat gerak NU lebih leluasa dan mudah diterima masyarakat sehingga meminimalisir terjadinya gesekan/konflik karena merasa budayanya ditentang.

 Akulturasi tradisi juga nampak pada Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Di sini, akulturasi Hindu Buddha dengan Islam hidup di tengah masyarakat. Contohnya, terdapat sebuah kegiatan yang merupakan modifikasi dari agama Hindu Buddha terdapat dalam kitab Samawedha Samhita buku I halaman 20, yang menjelaskan mengenai pengorbanan dan kirim do’a kepada orang tua di hari pertama, ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, mendak pisan, mendak pindo, dan keseribu hari paska kematian, yang kemudian oleh wali songo diubah mantra-mantranya menjadi kalimat tahlil. Akhirnya kegiatan ini disebut tahlilan dan tetap dipertahankan oleh masyarakat NU hingga sekarang.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap agama membawa kebaikan,  kedamaian, dan kemajuan bagi peradaban manusia baik dari segi sosial maupun spiritual. Hadirnya agama baru tidak serta merta membuang dan menentang segala adat istiadat karena tidak ada dalam agama. Jjustru terkadang adat dapat menjadi sebuah hukum bagi agama di wilayah tersebut, hal ini juga dijelaskan dalam ilmu fiqih. (EN)

Hj. Layyinah*

Hj. Layyinah*

*Hj. Layyinah adalah mahasiswi active semester 2 Prodi SAA IAIN Kediri (email: layyinah277@gmail.com)

About author

No comments