Kelahiran Fajar

0

Semesta pagi girang

Menimang secangkir fajar,

Buah hati yang diseduhnya

Dari sebuah pengalaman semalam,

Bersama mentari dan bulan

Bersaksikan bintang-bintang.

Hanya jika zaman sudi menuntut

Agar kita mengimajinasikan diri, laksana filsuf.

Lantaran dalam liang nalar sesempit ini :

mari sejenak mendefinisikan keadaan!”

Sebermula renungan meranumkan harapan.

Seekor sarayu menerbangkan bongkahan embun,

Selembut dinginnya, subuh-subuh menggedor pintu-poriku.

Nampak ia terjingkat dari kematian tahun lama,

Terbirit-birit menuju kelahiran tahun baru.

 

Serupa lilitan hidup manusia :

Berlarian dari takdir yang satu menuju takdir yang baru.

Serta lidah yang tak kelu-kelunya mencerca diri,

Agar senantiasa kita tersungkur pasrah.

Juga saraf-saraf yang memelihara kecemasan,

Setia menadah melestarikan harap.

Pada kantuk yang belum usai menyulam pelupuk

Terbelalak seketika netra dikupas paksa fajar.

Serta angan yang terus menggeliat di tengkorak

Juga tercecer seakan ingin kembali dipungut,

Mengepul seolah ingin kembali diseduh.

 

Sementara kilauan mentari semakin coba menghunus netraku

Agar segera kubergegas menyambang ke belakang

Menziarahi kembali perkebunan kalbu

Tempat tersubur kutanam renungan lalu.

Setiba akhirnya menjulang ke haribaan Tuhan

Yang sekiranya berkenan meranumkan buah harapan

Semanis tebu, sekuning nyiur.

Semolek lambaian palma; kepada lembayung barat kemarin,

Lantas menyapa kelahiran kizib-sidik timur dingin.

Sekiranya agar kubergegas membakar diri hidup-hidup

Di bawah kobaran lidah mentari,

yang menjilati sarayu ‘dua ribu dua puluh satu’,

Sehingga daksa serasa melepuh dan layu.

Demi mengepah asa di atas tanah darah penghabisan,

Membentang langkah di sepanjang hamparan bara aspal.

Juga terjingkat, menggeliat. ~ (DEW)

BIOGRAFI PENULIS

*) Dzikron Rachmadi

Lahir di Kediri, 01 Desember 1998. Berdomisili di Kab. Kediri. Hobi mendengarkan, membaca, dan menulis. Email dzik.roch@gmail.com. Ig : @_dzikroch.

About author

No comments