Menggerakan Roda Ekonomi Keluarga Di Masa Pandemi

0

Akhir-akhir ini bumi merenung akan kondisinya. Hampir seluruh Negara di dunia ini dirundung pandemi Covid-19 yang kian hari belum menunjukkan angka menurun. Di Indonesia, menurut data terakhir Selasa, 9 Juni 2020 berkisar 33.076 kasus terkonfirmasi. DKI Jakarta sebagai peringkat  pertama, kemudian Jawa Timur menempati urutan kedua masih bertengger di urutannya. Kondisi pandemi mulai PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hinggga New Normal, menjadi makanan sehari-hari yang mendampingi kehidupan. Masyarakat diharuskan menerapkan protokol kesehatan di setiap bepergian maupun dengan lingkungan sekitar.

Kebijakan pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar berdasarkan  undang-undang darurat kesehatan nasional,  menjadikan perputaran roda kehidupan melambat, seiring pandemi yang masih saja menggelantungi dan mengancam eksistensi kehidupan masyarakat di negeri ini. Pandemi ini pun membawa pengaruh pada kegiatan perekonomian bukan hanya lemah tetapi hampir mencapai titik nadirnya, di berbagai Negara seluruh dunia – Indonesia masih beruntung pertumbuhan ekonominya tertetinggi kedua di dunia dengan 3.0 %, di Negara-negara yang menerapkan lockdown rata-rata pertumbuhan ekonominya minus -2,7%-. Perekonomian yang harusnya menjadi salah satu roda penggerak kehidupan masyarakat, kinii tiba-tiba lesu tak berdaya. Meskipun bantuan dari pemerintah adalah salah satu dukungan untuk perekonomian keluarga, akan tetapi hal tersebut tidak mungkin selamanya dijadikan pijakan oleh masyarakat untuk menyambung hidup.  apalagi terdapat berbagai kendala dengan tidak meratanya pendistribusian bantuan tersebut, mau tidak mau pundi ekonomi keluarga secara mandiri harus tetap ditingkatkan karena tuntutan kebutuhan yang tak terelakkan.

Rata-rata masyarakat yang hanya mengandalkan gaji harian dari jerih payahnya belum nampak cukup untuk menghidupi keluarga, di era pra pandemic saja sudah kesulitan apalagi ketika pandemic melanda negeri ini, kehidupan mereka kian menjerit. Pekerja lepas seperti sopir, buruh, seniman, karyawan swasta dan lain sebagainya pun, terkadang hanya bekerja setengah hari saja, adapula tak dapat orderan sama sekali, bahkan ada yang diberhentikan dari pekerjaannya atas nama menghemat beban produksi. Belum lagi yang masih bekerja harus menanggung berbagai macam aturan baru yang ketat, -yang menuntut kedisplinan tinggi- dalam bekerja semakin menambah nestapa yang dialami oleh mereka. Beberapa pemilik usaha dihadapkan pilihan sulit, bertahan dengan usaha lamanya tetap memperkerjakan karyawannya atau harus banting setir memulai usaha lain yang lebih prospek di masa-masa pandemic yang tak tahu kapan berakhirnya.

Tidak banyak hal yang dapat mereka lakukan, namun sebagai manusia –makhluk yang memiliki naruli bertahan hidup yang kuat- harus tetap survive meski pandemi ini belum reda dan tak jelas berakhirnya. Perekonomian nyatanya  dituntut untuk tetap berjalan,  berbagai kebutuhan rumah tangga yang kecil pun benar-benar dipilah dan diolah agar tak sembarangan jajan yang tak wajar. Masayarakat dipaksa kembali kekehidupan primordialnya untuk mencukupi kebutuhan primernya dan mengabaikan kebutuhan sekunder dan tersiernya demi kelangsungan eksistensinya.  Tanggungan hutang, kredit motor, televisi,  bahkan tertunda untuk dibayarkan. Belum lagi para orang tua yang sebentar lagi akan memasukkan anaknya di bangku sekolah atau kuliah harus memutar otak lebih keras untuk mencukupinya.

Selain bencana dan kemurungan pandemi ini, memiliki hikmah yang cukup besar bagi kita semua , masyarakat  disadarkan untuk menggalakkan ekonomi berbasis  keluarga dengan berbagai jalan, bahkan yang dahulu bermental  inlander di musim Pandemi mereka dipaksa menjadi enterprenuer, beauty blogger, youtuber dan volounter yang  menghimpun dana untuk membantu sesame, untk menggerakkan ekonomi bersama. Disituaasi yang serba sulit seperti saat ini dipaksa untuk mengerahkan segala daya dan upaya yang mereka miliki demi dapur untuk tetap mengepul,  mereka berpikir bahwa berdiam diri di rumah saja tanpa berbuat apa-apa bukan solusi. Sekedar rebahan, gibhahan takkan mengubah kondisi nestapa mereka. Dalam Al Quran, Surat Ar-Rad (13) : 11 menyebutkan, Bahwa Allah takkan mengubah suatu kaum, jika kaum itu sendiri yang tidak mau melakukan perubahan”.

Meski masyarakat kini hidup di tengah pandemic yang tak tahu kapan berakhirnya, bukan berarti hanya menunggu bantuan sana-sini demi bertahan hidup. Saat inilah momentum yang tepat memulai  jalan ekonomi mikro digiatkan kembali dengan mengerahkan potensi yang masyarakat miliki. Di era 4.0  media sosial sudah menjadi  tempat lazim ber-marketting dan menuangkan segala kreasi yang masyarakayt miliki. Apapun bisa dipasarkan –kecuali harga diri dan ayam tetangga tentunya-, mulaii makanan atau kuliner khas rumahan, fashion, jasa, berbagai kerajinan dan lain sebagainya. Bahkan dimulai dari hobi hal tersebut bisa menjadi solusi untuk mengisi kembali pundi ekonomi keluarga. Perlunya gerakan ekonomi mikro yang dibangun sejak dini akan berkembang meski pandemi telah usaii nanti. Ekonomi mikro ini harus tetap bereksistensi, karena ekonomi ini adalah salah satu bentuk pertahanan kehidupan  keluarga yang paling primordial, menyimpan potensi besar dan justru melalui perekonomian “berbasis keluarga “ tak perlu lagi mengharapkan bantuan pemerintah, tetapi justru kontribusi terhadap perekonomian Negara terang dan nyata .

Emy Putri Alfiyah*

Emy Putri Alfiyah*

Emy Putri Alfiyah, adalah  Alumni IAIN Kediri 2013, Owner Syira Aswardrobe  Sekaligus  Abdi Negara di  MIN 3 Tulungagung (IG: Syiraaswardrobe_kediri)

About author

No comments