“On the Origin of Species by Means of Natural Selection” Mata Pisau dalam Beradaptasi dan Berdamai dengan Pandemi Covid-19

0

Awal tahun 2020 dunia digemparkan dengan munculnya wabah virus mematikan bernama Corona atau yang sering disebut COVID-19 (Corona Virus Disease in 2019). Seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia harus tertatih-tatih menghadapi virus berbahaya ini. Di Indonesia, kasus positif Covid-19 (update 9 Juni 2020) menembus angka 33.076 orang.  Sungguh ini jumlah yang bisa dikatakan fantastis. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding negara tetangga kita, Malaysia. Negeri Jiran melaporkan kasus Covid-19 hanya berjumlah 6.656 orang.  (Sumber: https://www.kompas.com)

Penyebaran Covid-19 yang tidak terkendali mengharuskan pemerintah menerapkan beberapa kebijakan demi menyelamatkan jiwa rakyatnya seperti social distancing, PSBB, dan larangan mudik serta kerumunan.  Kejadian luar biasa ini tentu saja berdampak pada semua bidang kehidupan, termasuk ekonomi. Sektor ekonomi merupakan yang pertama terimbas dari situasi pandemi ini. Para pengusaha transportasi, penginapan, dan periwisata adalah pelaku bisnis yang paling terdampak. Begitu pula dengan para pedagang kecil yang kian menangis  karena penjualan menurun drastis. Kemudian disusul dengan sektor lain seperti  pendidikan, industri, dan lain-lain.

Pada artikel ini, penulis tertarik untuk membahas mengenai dampak penyebaran Covid-19 pada sektor pendidikan. Seperti yang kita ketahui, bahwa semenjak adanya Pandemi Covid-19, semua kegiatan belajar mengajar dipusatkan di rumah. Dengan belajar dari rumah, ini membuat orangtua memiliki tugas yang ekstra dan peran yang semakin vital dalam perkembangan anak. Tentu saja, kejadian luar biasa ini memaksa siapa saja mengubah yang tak biasa menjadi biasa.

Belajar dari rumah (study from home), bekerja dari rumah (work from home) dan beribadah di rumah (pray at home) adalah hal yang sama sekali tak terbayangkan oleh siapa pun. Pada masa awal pemberlakuan kebijakan belajar di rumah, beberapa  peserta didik menganggap ini sebagai suatu hal yang exciting karena mereka tidak harus pergi ke sekolah. Bahkan, ada yang menyebut masa pandemi adalah liburan tipis-tipis. Ups … bahkan, tak sedikit pula yang melonjak kegirangan karena jadwal UTS (Ulangan Tengah Semester) yang telah terpajang rapi  harus kandas karena pandemi. Oleh karena itu, para guru harus me-reset skenario penilaian menyesuaikan kondisi. Akan tetapi, senyum bahagia mereka tak bertahan lama. Beberapa agenda penting sekolah seperti UN (Ujian Nasional) terpaksa di-cancel demi mematuhi peraturan protokol kesehatan terkait covid-19.

Ketika kebijakan belajar dari rumah diterapkan, beberapa fenomena bermunculan seiring dengan gaya belajar baru anak-anak. Dalam hal ini, peran orang tua dan  keluarga sedang diuji kualitas serta kredibilitasnya. Aktivitas para orang tua yang biasanya lebih fokus pada pekerjaan, bergeser menjadi “guru” bagi anak-anak mereka.  Ada banyak new experience yang tak pernah terbayang sebelumnya ketika mendapati  anak-anak harus belajar di rumah sampai batas waktu yang belum ditentukan. Para orang tua memiliki tugas tambahan untuk menjadi guide selama belajar di rumah. Akan tetapi, tidak semua orang tua mampu menjadi guide yang mumpuni bagi putra putri mereka. Waktu yang fleksibel tentu saja membuat anak-anak memiliki celah yang luas untuk bermain daripada belajar sesungguhnya seperti di sekolah.

Bagi orang tua yang menjalankan WFH (Work From Home), mereka bisa memantau kegiatan anak sambil menyelesaikan pekerjaannya. Meskipun kurang maksimal karena harus berbagi konsentrasi, setidaknya kondisi ini membawa nuansa baru bagi pendidikan anak. Semakin intensnya pertemuan anak dan orang tua akan semakin mempererat hubungan batin keduanya. Hal ini akan berdampak positif bagi kondisi psikologis anak. Managemen waktu yang baik menjadi kunci pokok keberhasilan dalam menjalankan situasi ini.

Di sisi lain, bagi para orang tua yang terpaksa harus keluar rumah untuk bekerja, beban mereka lebih berat. Pada saat anak membutuhkan ayah ibu untuk mendampingi belajar di rumah,  mereka harus  berangkat kerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. Kondisi seperti ini menuntut kemadirian anak pada level dewa. Artinya, seorang anak harus benar-benar mandiri dan disiplin ketika harus membiasakan menguasai materi pelajaran tanpa didampingi guru maupun orang tua. Padahal di usia mereka yang masih labil, kecenderungan anak menyalahgunakan waktu untuk self-entertaintment sangat tinggi. Selanjutnya di sela-sela bekerja, orang tua harus meluangkan waktu untuk mengontrol  kegiatan selama anak berada di rumah seharian. Para orang tua rata-rata mengeluhkan anak-anak yang sulit untuk disuruh mempelajari mapel di sekolah. Kecenderungan memanfatkan handphone untuk medsos maupun nge-game sangatlah riskan.  Bagi sebagian orang tua, kondisi ini mendorong terbentuknya  klaster baru dari stress space. Tekanan akibat pandemi Covid-19 yang dirasakan semakin berat jika melihat anak-anak kurang produktif selama pandemi.

Pada potret keluarga lain, ada anak yang memiliki orang tua yang sekaligus keluar rumah dan stay di rumah selama pandemi. Kondisi yang berbeda ini juga memunculkan experience yang tidak sama pula. Ketika salah satu dari ayah atau ibu (biasanya ibu) di rumah, fungsi mereka untuk memerankan sebagai “guide” bagi anak akan terpenuhi. Misalnya ketika ayah yang keluar rumah untuk bekerja, ada seorang ibu yang mendampingi dan mengontrol aktivitas anak di rumah. Pekerjaan sang ayah juga tidak terganggu karena perasaan tenang dan ada ibu yang mampu meng-handle anak di rumah.

Kondisi yang terakhir ini dirasa sangat strategis di masa pandemi. Namun tidak semua keluarga memiliki kesempatan yang ideal. Di mana pun posisi kita, yang perlu kita lakukan adalah adaptasi. Menurut Charles Darwin dalam bukunya yang berjudul “On the Origin of Species by Means of Natural Selection”, makhluk yang bertahan bukanlah makhluk yang kuat, tetapi yang mampu berdaptasi.

Senada dengan teori tersebut, pandemi menuntut kita untuk beradaptasi. Para pelaku ekonomi bisa melakukan perubahan dan modifikasi demi kelangsungan bisnis mereka. Seperti dikutip dari https://belitung.tribunnews.com yang mengisahkan Tiarbah, seorang chef dari restoran bintang lima yang banting stir menjadi penjual nasi goreng lapak kaki lima. Profesinya sebagai chef terpaksa harus tertunda karena pandemi Covid-19 sampai dengan batas waktu yang belum ditentukan. Demi menyambung hidup, alhirnya dia menjual nasi goreng di rumahnya yang kemudian dijual secara online. Karena kepiawaiannya beradaptasi memanfaatkan media sosial dan meramu bumbu hingga tercipta nasi goreng yang sangat enak, penghasilannya mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Bahkan, para pembeli rela antri di waiting list untuk sekadar membeli sebungkus nasi goreng buatannya.

Kisah nyata di atas merupakan salah satu contoh bentuk adaptasi yang sukses dilakukan ditengah pandemi yang masa berakhirnya belum pasti. Menjadi  orang tua yang harus bekerja di luar rumah maupun yang bisa WFH harus sama-sama memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi. Kondisi anak yang mudah bosan karena tidak bertemu teman, harus berada pada lingkungan yang sama selama berbulan-bulan bukanlah hal mudah. Untuk itu, diperlukan kreatifitas tanpa batas untuk menciptakan suasana belajar di rumah yang kondusif. Ada banyak bentuk pendidikan di rumah yang bisa ditanamkan di masa pandemi ini. Anak-anak harus disiapkan dengan kondisi dimana biasanya bertatap muka dengan sesama manusia mulai bergeser dengan sering berkonsultasi dengan dunia maya. Bentuk pembiasaan lain yang tidak kalah penting misalnya pembiasaan sholat berjamaah, menjaga kebersihan, dan masih banyak lagi. Dalam situasi pandemi, peran sekolah yang biasanya dominan kini menjadi sekunder. Orang tua sebagai guide utama harus mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Semua orang terdampak, semua jadi berbeda, semua tidak suka. Hal yang harus dilakukan bukan mengeluh, bukan menghakimi sana sini. Mari beradaptasi, mari berdamai dengan pandemi Covid-19.  Salam … (EN)

Ifah Suliha*

Ifah Suliha*

*Ifah Suliha; Pengajar B. Inggris  dan Pembina extra Pers Jurnalistik di MAN 2 Kota Kediri

highlight

About author

No comments