Sebagai manusia yang hidup di bumi ini, tidak ada artinya jika kita hanya berdiam diri dan jalan di tempat saja. Memang segala sesuatunya sudah diciptakan dan dikehendaki oleh sang Maha Pemberi Kehendak, Allah SWT. Namun, Allah SWT juga berfirman pada Al-Qur’an Surat Ar-Ra’du ayat 11 yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri.” Setelah membaca sekilas salah satu ayat dari Al-Quran tersebut mungkin kita bisa menangkap dan mengetahui bagaimana maksudnya, bahwa jika suatu kaum, kita sebagai salah satu anggota dari kaum itu, jika kita tidak memiliki usaha apapun dan hanya diam mengandalkan apa yang sudah direncanakan sementara kita sendiri memiliki mimpi dan tujuan, maka sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib kaum tersebut. Apa yang kita inginkan hanya angan-angan saja jika manusia tidak mau berusaha dan bekerja. Memiliki mimpi yang tinggi namun yang manusia kerjakan hanya diam dan mengikuti arus hidupnya? Maka hiduplah dengan kebosanan dan kejenuhan, tanpa merasakan bagaimana rasanya berusaha dan menuai hasil dari yang kita usahakan dan kerjakan. Mungkin memang melelahkan, namun rasa lelah tidak sebanding jika kita mampu mencapai tujuan yang kita inginkan. Tentunya setiap usaha harus dibarengi dengan doa dan ikhtiar karena apapun yang kita lakukan hanya untuk Allah SWT, beliau Sang Maha Berkehendak atas segala sesuatu.
Berbicara tentang berubah, apa sih sebenarnya makna dari berubah itu? Berubah, mengubah, perubahan. A change, berubah adalah berkembang menjadi versi yang lebih baik daripada sebelumnya. Setiap dari manusia seharusnya mengalami perubahan dan perkembangan dalam hidupnya. Tidak hanya manusia saja, dimana manusia tinggal, di bumi, sebuah negara, sebuah kota besar ataupun kecil, pendidikan dan pengetahuan sekalipun, tentu mengalami suatu hal yang dinamakan perubahan dan perkembangan. Dari yang sebelumnya kecil menjadi besar. Dari yang sebelumnya biasa saja menjadi luar biasa. Dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Sepenting itulah makna perubahan. Apa yang terjadi jika dunia tidak mengalami perubahan dan perkembangan? Apakah kita akan tetap berada di dunia era megalithikum? Bisa jadi, iya. Karena tidak berubah, apa yang bisa diharapkan?
Nah, perubahan ini memang pada dasarnya tidak harus terjadi hanya pada suatu hal saja, namun bisa terjadi pada semua hal. Salah satunya adalah pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah usaha kebudayaan yang bermaksud memberikan bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak didik agar dalam garis-garis kodrat pribadinya serta pengaruh-pengaruh lingkungan, mendapat kemajuan hidup lahir batin (Ki Suratman, 1987: 11). Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan bukanlah semata-mata belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, namun lebih dari itu pendidikan juga merupakan suatu usaha kebudayaan, bagaimana generasi lama memberikan bimbingan bagi generasi selanjutnya agar dalam jiwa keturunan selanjutnya juga tertanam bagaimana seharusnya kepribadiannya terbentuk dan bagaimana dia mengenal lingkungannya dengan baik, dengan tujuan supaya mendapatkan kemajuan dalam hidupnya. Pendidikan adalah suatu hal yang dibutuhkan oleh makhluk hidup, terlebih manusia.
Selain Ki Hajar Dewantara, ada beberapa tokoh yang juga memelopori tentang pendidikan di dunia ini, Muhammad Abduh. Modernisasi dalam bidang pendidikan adalah bagian terpenting dari modernisasi sosial, ekonomi, dan politik. Hal tersebut bermakna bahwa membangun dan membina masyarakat modern, maka pendidikan adalah bagian yang sangat penting sebagai media transformasi nilai dan budaya maupun pengetahuan. Pendidikan akan mendorong berkembangnya kecerdasan dan produk budaya masyarakat. Melalui pendidikan pula, muncul banyak pembaharuan di berbagai aspek kehidupan. Abduh adalah seorang yang peduli sekali dengan dunia pendidikan. Suwito, dalam bukunya yang berjudul Sejarah Sosial Pendidikan Islam, mengatakan bahwa bagi Muhammad Abduh, yang harus diperjuangkan dalam satu sistem pendidikan adalah pendidikan yang fungsional, yang meliputi pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan. Semuanya harus mempunyai dasar membaca, menulis, berhitung dan harus mendapatkan pendidikan agama. Isi dan lama pendidikan haruslah beragam, sesuai dengan tujuan dan profesi yang dikehendaki pelajar.
Latar belakang lahirnya ide-ide pendidikan Muhammad Abduh disebabkan oleh faktor situasi sosial keagamaan dan situasi pendidikan yang ada pada saat itu. Yaitu adanya dualisme pendidikan. Tipe pertama adalah sekolah-sekolahagama. Tipe ke dua adalah sekolah-sekolah modern. Kedua tipe sekolah tersebut tidak mempunyai hubungan antara satu dengan lainnya, masing-masing berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pendidikannya. Latar belakang inilah yang akhirnya melahirkan pemikiran Muhammad Abduh dalam bidang pemikiran pendidikan formal dan non formal, dengan bertujuan untuk menghapus dualisme pendidikan. Di sinilah Abduh ingin menyampaikan tetang tujuan pendidikan yaitu pendidikan agama dan umum yang berorientasi pada pencapaian kebahagiaan di akhirat melalui pendidikan jiwa dan kebahagiaan di dunia dengan pendidikan akal.
Di sini penulis juga ingin menyampaikan opini tentang desa penulis. Penulis lahir di Desa Watuagung. Salah satu desa yang ada di Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek. Desa yang dikenal dengan batu-batunya yang besar dengan sungai-sungai yang panjang.
Desa paling ujung di wilayah Dongko ini mungkin belum begitu banyak dikenal oleh khalayak, penduduk di desa ini juga tidak sebanyak desa-desa lainnya. Namun, jika membahas tentang masalah modernisasi pendidikan, mungkin desa ini layak disebut sebagai desa yang sadar dengan pendidikan. Sebagai salah satu penduduk yang tinggal di desa ini sejak kecil, saya sangat tahu bagaimana sistem pendidikan di desa ini berkembang. Desa dengan penduduk bermata pencaharian sebagai petani ini memang sejak dulu dikenal dengan desa yang ramah dan sarat akan nilai keislamannya. Terbukti dari para penduduk desa di sana yang rata-rata merupakan lulusan dari pondok pesantren. Berawal dari para tetua terdahulu yang menuntut ilmu ke luar pulau, lalu kemudian disebarkan dan diajarkan kepada murid-muridnya yang ada di tempat asalnya, desa Watuagung. Dan itu tidak hanya berlangsung pada generasi dahulu saja, melainkan lanjut sampai generasi yang sekarang. Mereka ingin melestarikan dan menanamkan dengan sebaik mungkin ajaran agama Islam pada generasi selanjutnya.
Seperti yang sudah dibicarakan di atas bahwa desa ini sangat sadar akan pendidikan, dahulu di desa ini hanya terdapat tiga sekolah dasar, dengan salah satu diantaranya adalah Madrasah Ibtidaiyah. Guru-guru yang mengajar juga sebagian besar guru-guru honorer yang berasal dari warga Desa Watuagung itu sendiri. Semangat juang mereak tidak bisa diremehkan karena mereka bersungguh-sungguh dengan niat mereka. Dahulu pendidikan disini belum bisa sampai sekarang, dan bersyukur bahwa semangat juang guru-guru disini yang pantang menyerah mampu melahirkan pendidikan di Desa Watuagung seperti yang sekarang ini. Beberapa tahun belakang ini, juga mulai di bangun Madrasah Tsanawiyah yang bertempat dengan Madrasah Ibtidaiyah yang ada disana. Para murid diajari banyak hal yang penting bagi kehidupan di masyarakat kelak nantinya. Seperti kajian manaqib yang rutin diadakan seminggu sekali, juga kajian MTQ atau Musabaah Tilawatil Qur’an yang mana nantinya diikutkan kompetisi antar kecamatan atau bahkan kabupaten, salat Dhuha di setiap pagi, dan masih banyak ajaran lainnya sehingga dapat dipastikan murid yang lulus dari sana pengetahuan tentang agamanya pasti sudah terjamin. Kebanyakan murid disana setelah lulus juga melanjutkan pendidikannya di pondok, jadi seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, generasi penerus di desa ini dapat dipastikan akan merasakan kehidupan pondok pesantren meskipun hanya sebentar.
Tak hanya murid MI sampai MTs, para anak-anak juga memiliki tempat tersendiri untuk menuntut ilmu. Ada taman kanak-kanak dan juga paud untuk pendidikan umum, lalu ada TPQ untuk pendidikan agama. Jika pagi mereka bersekolah di taman kanak-kanak, maka pada sore harinya mereka akan mengaji bersama-sama di TPQ. Tidak ada paksaan ataupun kekangan bagi anak-anak itu untuk menuntut ilmu, karena mereka memiliki banyak teman dengan tujuan yang sama sehingga hal itu menambah semangat mereka untuk mengaji bersama. Selain system pendidikannya yang kian maju, organisasi para pemuda dan pemudi di desa ini juga aktif dan berperan penting bagi pelaksanaan acara-acara hari besar islam, biasanya. Seperti para pemuda dan pemudi IPPNU, mereka turut menyumbangkan pemikiran mereka untuk keberlangsungan acara yang akan diadakan. Selain para pemuda-pemudi itu, di desa ini juga terdapat grup sholawat yang kerap kari turut meramaikan acara hari besar Islam yang diadakan setiap tahunnya. Anggotanya pun juga berasal dari Desa Watuagung sendiri.
Melihat bagaimana cakapnya penduduk desa ini dalam mengimbangi perkembangan zaman, membuat saya kagum dan bangga menjadi salah satu penduduk di desa ini. Penduduk disini cukup cakap dan paham dengan seiring perkembangan zaman, sehingga pendidikan dan modernisasi Islam turut berkembang disini. Hal itu membuktikan bahwa, pendidikan bisa dijangkau dan ditempuh oleh siapa saja. Tidak memperdulikan siapa dia, apa keluarganya, dan darimana dia berasal, berpendidikan dan menjadi maju adalah hal yang memang penting adanya. Seperti desa pada penduduk Desa Watuagung ini. Meskipun kecil dan berada paling ujung, itu tidak menjadi penghalang bagi Desa Watuagung untuk bersemangat mengembangkan modernisasi pendidikan. Modernisasi memang bersifat global dan dapat diartikan dengan banyak hal, namun mengimbangi modernisasi global dengan agama Islam nyatanya cukup sulit. Namun, jika jalan dalam mewujudkannya kita bersungguh-sungguh, maka manusia juga bisa mengimbangi antara modernisasi global dengan Islam yang dianggap sulit tadi. Mungkin untuk mampu bertahan di zaman sekarang ini, adalah mampu untuk menjadi diri sendiri. Menjadi individu yang terbaik versi kita sendiri. Menerima apa yang kita miliki dan mewujudkan yang sekiranya kita sendiri mampu untuk meraihnya. Tetap berada di jalan sendiri dan tidak mudah berpengaruh dengan gemerlap dunia. Juga mampu bersaing dengan yang lainnya, bersaing tanpa menjatuhkan satu sama lain. Saling memahami dan menyebarkan toleransi antar sesama. Saling mengingatkan dan saling mengajak pada kebaikan, saling berbuat baik agar yang baik juga kembali pada kita. Dengan begitu kita akan mampu berjalan berada pada era modern ini. Tetap semangat menempuh pendidikan agar kelak menjadi manusia berpendidikan dan mampu mengajarkan apa yang kita dapatkan kepada yang lain. (EN)
Profil Penulis
Yasa Yidaturrohmah, mahasiswi Psikologi Islam di fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Kediri. Pernah aktif sebagai anggota grup sholawat di desa Watuagung, kecamatan Dongko kabupaten Trenggalek (email: yasayida16@gmail.com).
No comments