CARA MEMANDANG

0

Aku mendengar berita samar. Saat sedang mencuci piring, radio kecilku berkata demikian. Kuatur kembali napasku dan mulai kucerna kalimat demi kalimat itu. Ternyata memang tak semenyenangkan seperti duduk di gubuk dekat sawah kakek waktu senja. Hal ini membuatku gusar.

Aku bersyukur, hingga sekarang Tuhan masih memberiku keindahan pada setiap embusan dan kedipan. Kurasakan aroma musim kemarau beserta hawa dinginnya dan kutemani bunga-bunga bermekaraan tumbuh di musim penghujan. Hampir dua dasawarsa, aku hidup bersama suasana yang begitu menenangkan.

Pergi ke kota mengurus dokumen-dokumen penting dan terkena efek lonjakan harga penjual jus di tepi jalan. Menghirup asap yang sedikit tebal di sepanjang perjalanan yang kadang membuatku rindu akan segarnya udara pedesaan, tempatku tinggal. Iba pernah juga mengunjungi hatiku, ketika kulihat seorang bapak bekerja keras menghidupi keluarganya lengkap dengan kostum badut dan hidung merahnya. Inilah dunia, berbagai sisi memiliki ceritanya sendiri-sendiri.

Cerita indah diterima dengan lapang hati, namun bagaimana cerita kelam bisa dihakimi sebagai penghancur keindahan? Luka yang timbul akibat ketidakmahiran seseorang yang terjatuh dari sepeda, akan membuatnya belajar tentang berusaha dan koreksi diri.

Sekarang, dunia menginginkanku dan semua untuk berubah. Terlepas dari wabah yang penuh berita simpang siur alangkah indah jika kita bisa mengambil hikmah. Pusaka dari segala kenikmatan salah satunya adalah kesehatan. Menghargainya adalah bentuk ketaatan dan menjaganya adalah bentuk kegigihan.

Pikiranku yang semakin kacau, membuatku ingin minum teh hijau hangat. Kubuat dan kubawa ke teras belakang rumah. Tak lama, kudengar pengeras suara berkeliling menyusuri jalan depan rumahku dengan imbauan untuk tetap menjaga kesehatan, memakai masker, cuci tangan, menjaga jarak dan tidak berkerumun.

Aku terus mencari sudut dari berbagai pandangan agar diriku tak menyalahkan keadaan. Jika aku menerima indahnya maka aku juga harus mampu menelan kelamnya. Akan tetapi, setelah aku berpikir makin keras, nyatanya tak pantas aku menyebut ini keadaan yang kelam. Satu sisi membuatku bahagia, sisi lain harusnya membuatku sadar bahwa kebahagiaan mahal harganya. Dan mungkin sekarang ini waktuku untuk membayar waktu yang mungkin tak bisa kulakukan dengan bebas.

Berhenti menyalahkan orang lain, berhenti menyalahkan keadaan, dan berhenti membuat asumsi yang menyakiti hati sendiri. Tetap patuhi semua protokol kesehatan yang dianjurkan. Lakukan kegiatan positif yang bisa dilakukan meski dalam keterbatasan dan aku yakin, semuanya bisa melihat dunia ini pulih kembali. (EN)

Profil Penulis

*) Nurhana

Nama Nurhana biasa dipanggil Hana. Lahir 21 tahun silam. Sekarang semester 6 Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, IAIN Kediri. Cita-cita ingin menjadi praktisi hukum dan penulis yang hebat. Hubungi penulis melalui email pribadinya nurhananeon@gmail.com.

About author

No comments