Kenalkan namanya Fanni. Dia adalah mahasiswi prodi PGMI IAIN Kediri. Dia bertubuh kecil, mungil, dan suka tersenyum. Setiap hari dia harus menempuh 27 km untuk sampai di kampus. meskipun begitu, dia sangat bersemangat dan menikmati segalanya.
Saat itu adalah hari Sabtu. Itu adalah hari merdeka bagi kebanyakan mahasiswa begitu juga bagi Fanni. Setiap pagi dia memiliki tugas membersihkan rumah. Hari itu, saat ia baru memulai aktivitasnya, tiba-tiba ada notifikasi chat dari salah satu temannya. Rina: “kak Fan. Kamu mewakili PGMI ya buat ikut Duta Tarbiyah IAIN Kediri.” Fanni: “Hah? Duta Tarbiyah yang kayak ada fashion show nya kan?.” (Fanni sangat terkejut saat itu, bagaimana tidak, dari seumur hidupnya perlombaan semacam itu seakan seperti ketidakmungkinan. Kalian pasti tau kan kalau duta itu yang paling utama dilihat adalah fisik. Sedangkan Fanni sangat sadar tanpa di aba, bahwa dia mungil dan berparas biasa saja. Intinya dari penampilan saja ia sudah minder.)
Rina: “ Iya.”
Fanni: “Yang bener aja Rina, aku kan nggak cantik apalagi bila berlegok-legok kayak fashion show di depan umum, aku mana bisa.”
Rina: “Udahlah kak Fan, kamu kalo dipilih pasti udah dianggap bisa.”
Fanni: “Tapi duta juga harus punya bakat khusus, aku mana punya.” (Namun disisi lain hatinya berkata bahwa, itu adalah kesempatan. Dan setiap kesempatan adalah untuk belajar. Dia juga menimbang bahwa sekali menolak maka akan sulit bagi seseorang untuk dipercaya lagi, karena mungkin sudah dianggap nggak mau. Namun tetap saja dia bimbang, duta adalah lomba yang bahkan sama sekali tidak terlintas baginya untuk ikut)
Rina: “Udah lah kak Fan, pasti bisa kok. Pokok nanti kalau oke kamu hubungi kak Alwi yaa.. tapi mikirnya jangan lama- lama.”
Saat itu sambil melanjutkan aktivitasnya bersih-bersih, Fanni terus berfikir dan menimbang. Dia sangat ragu antara tantangan nya dengan kemampuan dan mentalnya. Namun dia juga berat jika melepaskan nya, karena mungkin itu kesempatan yang tak terulang. Selesai menyapu rumah belakang, ternyata ayahnya sedang duduk santai disana. Meskipun sempat ragu, akhirnya Fanni memberanikan diri untuk mencoba membicarakan tawaran itu.
Fanni: “Ayah, aku kaget banget, tiba-tiba tadi di hubungi teman buat ikut lomba duta tarbiyah. Gimana yaa yah?”
Ayah: “Ya ikut dong.”
Fanni: “Tapi yah, aku itu tidak cantik, mungil, dan yang pasti aku kalo jalan kaku kayak orang kayu, mana bisa aku ber legok-legok buat sesi fashion show nya.”
Ayah: “Ikut aja.”
Fanni: “Ayah aku tapi juga harus menampilkan bakat.”
Ayah: “Dicoba aja dulu.” (Dengan wajah yang sangat meyakinkan)
Fanni: “Ayah tapi nanti kalau aku tidak menang gimana?”
Ayah: (Beliau tersenyum) “Kamu ikut kenapa dengan niat menang, ayah menyuruh kamu untuk ikut adalah untuk belajar. Kalau kamu tidak dapat juara bukankah kamu mendapatkan pengalaman, dan didalam pengalaman pasti penuh akan ilmu dan makna? Dan hal itu mungkin tidak bisa kamu dapatkan di kesempatan lain.”
(Fanni diam dan tersenyum)
Setelah pembicaraan itu, entahlah tanpa berfikir panjang dia menghubungi kak Alwi (penanggung jawab dari prodi PGMI) dan menyatakan bahwa dia bersedia mewakili PGMI untuk mengikuti lomba tersebut. Dan ternyata setelah itu juga dia disuruh untuk langsung ke kampus untuk foto persyaratan. Padahal itu adalah hari libur yang mana dia akan sangat berat untuk ke kampus, menimbang juga jarak rumahnya yang tidak dekat. Tapi dengan keyakinan dia berangkat dan dalam hati hanya berbunyi “Bismillah Ya Allah.”
Perlombaan ini memiliki dua babak, yaitu babak penyisihan dan babak final. Sehari sebelum itu adalah technical meeting. Fanni mewakili PGMI dengan salah satu temannya, namanya Akbar. Saat memasuki ruangan technical meeting, disitu lah Fanni
benar-benar dihadapkan pada kenyataan, bahwa nyata dia ikut lomba itu. Dilihat lah semua lawannya, dan jelas dari fisik aja dia sudah minder. Dia hanya diam dan sesekali tersenyum seperlunya, namun hatinya terus bergejolak. “Allah Robbi, Fanni beneran ini ikut lomba beginian? Kon berani banget dia. Kok tidak sadar sih, emang bisa, aduh ini udah tidak mikir menang Ya Allah, tapi setidaknya pokoknya majunya nanti tidak malu-malu in. Ya Allah tapi beneran nih aku ikut? Tapi udah terlanjur sih, tapi gimana Ya Allah.” (Monolog Fanni dalam hati). Namun bagaikan nasi sudah menjadi bubur, mau tidak mau Fanni memberanikan diri melanjutkan segala yang dia mulai. Dia hanya meyakinkan dirinya untuk bertanggung jawab.
Keesokan harinya adalah babak penyisihan. Babak ini adalah babak untuk mengambil sepuluh besar yang terdiri dari 5 putra dan 5 putri. Pada babak ini peserta akan diberikan waktu 2 jam untuk membuat essay yang temanya akan di paparkan tepat saat akan membuat essay, setelah itu setiap peserta akan mempresentasikan hasilnya dan menjawab beberapa pertanyaan dari juri. Setiap peserta bisa memilih salah satu dari 5 tema yang disediakan. Pagi itu, Fanni enggan berfikir banyak, dia hanya meyakinkan diri bahwa setidaknya dia harus menyelesaikannya. Saat masuk ruangan dan duduk di tempatnya, disitu lah Fanni sangat deg-deg an dan fikiran nya berkelana kemana- mana. Dia sangat khawatir jika nanti akan memalukan dirinya dan prodi nya. Sebelum mengerjakan panitia menjelaskan tema, teknis, dan peraturan sesi tersebut. Fanni panas dingin? PASTI. Namun saat menyimak tiba-tiba entah datang dari mana muncul pemikiran dibenak nya, “Fanni lihatlah! kenapa kamu sangat takut dan khawatir? kenapa kamu sangat merasa minder? terimalah dirimu! terimalah segala yang ada pada dirimu. Kamu hanya perlu menjadi dirimu dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Kamu ikut tidak untuk menonjolkan diri, lantas mengapa kamu takut terlihat rendah? Jadilah dirimu sendiri, terimalah dirimu, selesaikan apa yang kamu mulai, kamu bisa.
Setelah itu, Fanni tersenyum dan menegakkan duduknya. Babak penyisihan dimulai. Dia mengerjakan dengan tenang dan mempresentasikan hasilnya dengan percaya diri dengan terus tersenyum untuk meyakinkan dirinya sendiri. Semua berjalan dengan nyaman dan seperti semestinya, tak terasa masuk pada sesi pengumuman menuju babak
selanjutnya. Saat itu Fanni tidak banyak berfikir maupun khawatir karena ia sudah bertekad untuk menerima dirinya dengan segala kesanggupannya dan dia sangat berterima kasih pada dirinya karena tidak memilih lari dari tanggung jawabnya.
“Baik terimakasih atas seluruh partisipasi dari semua peserta, kini tibalah saatnya untuk mengumumkan peserta yang lolos masuk pada babak final yang akan dilaksanakan minggu depan” Ucap salah satu panitia. Tidak memungkiri sekeras apapun Fanni meyakinkan diri, dia juga deg-deg an. “.. berikut adalah peserta yang lolos pada babak final adalah Fanni, Cholifah, Fikri, David, …” lanjut salah satu panitia. Saat namanya dipanggil Fanni sangat terkejut, bahkan sampai dia membuka mulut dan melebarkan mata. Perasaannya sangat tidak menentu. Dia merasa senang karena lolos tapi juga merasa berat karena lolos. Dia berfikir bahwa jika lolos tantangan akan lebih besar dan pasti butuh mental yang lebih kuat.
Babak Final dilakukan dengan beberapa sesi, seperti: sesi fashion show berpasangan, sesi tanya jawab dan penampilan bakat. Semua itu bisa disiapkan finalis secara matang selama satu minggu. Tepat setelah pengumuman peserta yang lolos, mulai saat itulah Fanni harus memupuk kepercayaan dirinya lagi. Dia sangat ragu, takut, cemas, bingung, minder dan segala perasaan campur aduk seakan dia ingin menghentikan segalanya. Dia sempat ingin mundur saja. Dia bingung harus menampilkan bakat apa, dia juga tidak pernah fashion show, dia juga merasa saat tanya jawab mau jawab apa, gimana kalo tidak bisa menjawab, segalanya berputar terus di hati dan pikirannya. Namun di hari-hari itu juga Fanni merasakan banyak cinta dari seluruh orang di sekitar nya. Mulai dari keluarga dekat yang bela-bela in mengantar ke Kediri Kota malam-malam sebelum lomba, ikut ngasih semangat baik materi maupun ucapan. Teman-teman yang sangat baik, selalu mendukung dan ikut menemani latihan dari caranya jalan di catwalk sampai latihan pidato. Iya dia akan menampilkan bakat pidato yang sebenarnya itu bukan bakat baginya karena itu adalah panggung pertamanya berpidato. Teman-temannya yang sejak hari-hari latihan yang terus mendukung dan menemani. Begitu juga dengan sesama finalis, kami semakin akrab dan saling memberikan dukungan. Dengan segala dorongan dan kekuatan dari seluruh orang di sekitar akhirnya dia bangkit.
Bapak final pun tiba, setelah salat subuh Fanni langsung pergi ke perias. Setelah itu dia bersiap dengan kerudung dan kostum. Saat semua sudah siap, begitu juga dengan teman-temannya yang sudah siap menemaninya ke tempat perlombaan. Dan itulah salah satu kekuatannya, segala dukungan yang sangat kental. Dia masuk di tempat perlombaan dengan percaya diri bahwa dia akan menyelesaikan segalanya dengan baik. Dimulai dengan Fashion show, tanya jawab pertanyaan dan masuklah pada sesi penampilan bakat. Tidak dapat dipungkiri, dia sangat berdebar dan takut. Saat namanya di panggil dia maju dengan senyuman dan memulai pidatonya. Hal yang sangat dia tidak menyangka adalah dia mendapat banyak sekali teriakan dan dorongan yang mana dia sendiri tidak tau siapa saja mereka. Mereka bersorak dengan dukungan kepada dia dengan lantang dan jelas. Saat itu juga Fanni berpikir, “Ya Allah kenapa sangat menakjubkan, segala dukungan ini aku sangat bersyukur dan tidak menyangka.” Dia menyelesaikan pidato dengan tenang. Dan saat duduk teman- temannya memandangnya dengan senyuman yang sangat menenangkan.
Diakhir acara, sesi pengumuman pemenang pun tiba. Dia tidak menjadi juara sebagai Duta Tarbiyah. Namun setelah acara dia sangat lega dan bersyukur bahkan perasaan itu melebihi bayangannya jika dia menjadi juara. Dia berjalan bersama teman- temannya keluar dari ruangan dengan senyuman dan dalam benaknya, “Ya Allah terima kasih, ini adalah pengalaman dengan hikmah dan makna yang luar biasa. Terima kasih Ya Allah Engkau membuat aku semakin menerima apa adanya aku dan membuka tabir kesadaranku akan kasih sayang orang-orang terdekat ku. Ini sangat indah Ya Allah. Alhamdulillah”
Oleh: Fanni Silma
Pendidikan Guru Madrsah Ibtidaiyah Institut Agam Islam Negeri Kediri (fannisilma3@gmail.com/@sill 03)
No comments