Interaksi Dimensi Kepribadian Terhadap Pendidikan Karakter dan Multikultural

0

Pengembangan dimensi menurut Lysen yang mengartikan individu sebagai “seorang”  suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi, selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi (Lysen, individudan masyarakat: 4). Setiap anak dilahirkan dengan potensi untuk menjadi berbeda dengan yang lain, atau menjadi dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang identik dimuka bumi (M.J.Langeveld, 1955;54) bahkan dua anak kembar yang berasal dari satu sel yang lazim dikatan seperti pinang dibelah dua, serupa namun tak sama apalagi identik. Hal ini berlaku baik pada sifat-sifat  fisiknya maupun kerohaniannya.

Dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk bergaul, dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu sesamanya. Sebagai anggota suatu masyarakat, seseorang berkewajiban untuk berperan dan menyesuaikan diri serta bekerja sama dengan masyarakat. Kemudian dimensi Kesusilaan juga diartikan mencakup etika dan etiket. Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai – nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai – nilai, menghayati dan melaksanakan nilai – nilai tersebut dalam perbuatan (Drijarkara, 1978 : 36-39).

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dahulu kala, sebelum manusia mengenal agama mereka telah percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau dengan perantaraan alat indranya, diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup alam semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada kekuatan tersebut diciptakanlah mitos – mitos. Misalnya untuk meminta sesuatu dari kekuatan – kekuatan tersebut dilakukan bermacam – macam upacara, menyediakan sesajen – sesajen, dan memberikan korban – korban. Sikap dan kebiasaan yang membudaya pada nenek moyang kita seperti itu dipandang sebagai embrio dari kehidupan manusia dalam beragama.

Penulis berpendapat tentang pengembangan dimensi manusia saling berkaitan satu sama lain. Karena pada dasarnya semua juga berhubungan erat dan membentuk suatu sistem kehidupan. Karakter merupakan kepribadian yang terbentuk dari kepribadian dan jiwa yang ada pada diri individu serta mempunyai ciri khas masing masing yang berbeda. Pada umumnya karakter ialah sifat yang dibawa dari diri seseorang yang mencitrakan pada akhlak maupun karakter dalam berprilaku di lingkungan. Pada biasanya karakter ini menjadi salah satu peran penting dalam pendidikan. Terutama pendidikan karakter, yang sebagaimana menciptakan dan membentuk karakter seseorang melalui sosialisasi dan semacamnya. Pendidikan ialah suatu proses untuk menumbuhkembangkan eksistensi dalam berprilaku, berwawasan dan bermoral dalam kehidupan sehari-hari.  Pendidikan karakter dapat bermula dari lingkungan sosialisasi dan asosiasi dari peran keluarga. Artinya pendidikan karakter ini meliputi pada aspek kognitif,psikomotorik, dan afektif. Bagaimana karakter individu akan terlihat lebih matang dan lebih cakap akan karakteristik yang terbentuk.

Pada hakikatnya pendidikan karakter dalam ranah pendidikan ini mempunyai fungsi untuk mengajarkan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila. Atas dasar atau prinsip dalam Pancasila menjadikan moral bangsa yang berkualitas. Selain itu, pendidikan karakter mempunyai tujuan yaitu untuk meningkatkan mutu dari segi kuantitas agar bisa seimbang dengan kualitas pendidikan yang diharapkan serta dapat mengembangkan dan menyalurkan potensi diri individu dan meningkatkan moral maupun akhlak yang baik di lingkungan pendidikan. Pengembangan nilai dalam karakter seseorang dapat kita lihat sebagaimana peserta didik maupun seseorang menanggapi (merespon) maupun menindak lanjuti permasalahan yang sesuai dengan apa yang harus diperbuat.

Pengembangan nilai juga didasarkan pada perasaan (dalam etika olah hati), cara kerja (kinestetik), dan cara berpikir seseorang terhadap sesuatu. Sehingga secara tidak langsung akan menghasilkan sikap yang baik dalam citra berbangsa maupun bermasyarakat. Terkait dengan adanya dimensi dalam lingkungan pendiidkan. Wadah dimensi juga dapat disalurkan menjadi aspirasi untuk meningkatkan kepribadian. Seperti hal nya pada etika, kita dapat bertutur kata dengan sopan, dan olah pikir kita bagaimana cara pandang kita terhadap sesuatu.

Penguatan pendidikan karakter akan terbiasa apabila kita sudah menerapkan dan memberikan contoh konkrit dalam peran peserta didik maupun individu lainnya. Dimana peran tersebut dapat memberikan gambaran yang baik dari segala aspek kehidupan. Selain itu, pendiidkan karakter juga termuat dalam pembelajaran yang berbasis kehidupan. Ada keterkaitan dalam pendidikan multicultural. Artinya apabila peserta didik dapat menyeimbangkan karakternya masing-masing, secara tidak sadar dapat terjun dalam pendidikan multicultural. Pendidikan multicultural merupakan usaha sadar yang dibangun dalam upaya untuk mengenalkan dari berbagai macam aspek dan segi perbedaan yang ada di Indonesia. Indonesia mempunyai keragaman. Sehingga dengan adanya pendidikan multicultural, peserta didik mempunyai bekal yang utuh dalam meningkatkan konsistensi sebagai warga negara yang toleran, saling menghargai akan adanya perbedaan. Dan menciptakan integrasi nasional.

Adapun tujuan pendidikan multikultural ialah untuk membantu peserta diidk beradaptasi dengan lingkunga yang ada dan menciptakan kerukunan diantara perbedaan. Dengan demikian asumsi dari pendiidkan multikultural berperan banyak dalam pendidikan karakter. Namun dalam dimensi yang berbeda. Dimensi yang ada pendidikan multikultural ini memfokuskan pada integrase, konstruksi, pengurangan prasangka yang menimbulkan sudut pandang maupun perspektif yang buruk, menciptakan dan menegakan keadilan. Dengan demikian proses penyelenggara pendidikan ini dapat dibuktikan dengan adanya pendidikan karakter dan pendiidkan multikultural sebagai bekal peserta didik dapat memahami situasi maupun keadaan yang ada pada bangsa dan negara.

Analisis pengembangan pada aspek yang cocok untuk persaingan saat ini dimana dalam kehidupan ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai. Yaitu kesadaran dan pemahaman terhadap nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai. Idealnya kedua harus sinkron. Artinya untuk dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, terlebih dahulu orang harus mengetahui, menyadari, memahami nilai-nilai. Dalam praktek kehidupan banyak hal, juga memiliki nilai bahkan mungkin mengetahui banyak hal melalui wawasan ilmu yang dimilikinya. Jadi tidak secara otomatis orang yang telah memahami nilai pasti melaksanakannya. Kejadian seperti itu sangatlah wajar karena memahami adalah kemampuan penalaran (kognitif) sedangkan bersedia melaksanakan adalah kemampuan afektif seseorang. Salam… (AIN)

Anggy Wahyu Rahmadani*

Anggy Wahyu Rahmadani*

*Anggy Wahyu Rahmadani adalah mahasiswi Universitas Negeri Malang, Kelahiran Sidoarjo, 19 Desember 2000. Peraih Predikat siswa berprestasi di bidang Akademis IPS di SMAN 1 Mojosari tahun 2019, Sebagai Penulis terpilih dalam sayembara menulis puisi Nasional yang diselenggarakan oleh penerbit aksara makna tahun 2020, Selain itu peraih kategori penulis terpilih dalam lomba menulis surat tingkat nasional yang diselenggarakan oleh penerbit zhao press tahun 2020, dan peraih kategori 150 penulis terpilih lomba menulis puisi tingkat internasional oleh academia.in Dan menyandang Juara 3 Tingkat Regional lomba Cipta Puisi bertemakan ” Peran Pemuda Sebagai Agengt of Change dalam menghadapi era Disrupsi ”  yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan IPS Universitas Negeri Malang tahun 2020. Serta Penulis buku antologi puisi yang berjudul ” Tentang Hujan Rindu “.

About author

No comments

Menjadi Mahasiswa, Menjadi Kapitalis …?

Ada kalanya, sebagian dari kita bingung dan bertanya-tanya, “Apa sih sebenarnya ‘tujuan’ dari berkuliah itu? Mengapa sekarang kita berada pada status mahasiswa dengan jurusan ini? ...