Dinamisasi zaman menuntut kita untuk semakin cepat dan maju dalam berpikir. Proses pendewasaan pemikiran layaknya disebut pendidikan. Sejenak menyentuh pola-pola yang mengonsep menjadi konflik dalam naungan global, kita dikejutkan oleh statemen Freire yang nampak kekal baik disadari maupun tidak di era 4.0 bahkan kini dunia hampir menjajaki society 5.0. Serupa dengan maksud tersebut, ialah pernyataan tegas Freire yakni lewat pendidikan kaum tertindas, lumrah atau sengaja diwajarkan hanya guru yang dianggap memiliki pengetahuan, sedangkan murid hanyalah celengan kosong. Sehingga, hak bagi pengenyam pendidikan kehilangan esensi. Padahal, secara gamblang pendidikan merupakan hak setiap warga negara mulai dari anak usia dini hingga dewasa. Semua kalangan berhak mendapat pendidikan yang layak. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu pada setiap jenjang usia.
Pada jenjang anak usia dini (early childhood) pendidikan sangat dibutuhkan untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak, diantaranya: aspek kognitif, bahasa, fisik, sosial, dan emosional. Pemenuhan atas keseluruhan aspek ini penting guna mencetak generasi penerus yang berkualitas. Pendidikan anak usia dini di Indonesia sudah terealisasi, tetapi dalam penerapannya mayoritas masih belum efektif. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang diberikan cenderung monoton, hanya berkaitan dengan kegiatan yang berkutat dengan buku. Sehingga aspek yang berkembang hanya aspek kognitif dan secara tidak langsung aspek-aspek lain terabaikan.
Sistem pembelajaran yang monoton membuat anak menjadi pasif dan individualis. Anak hanya duduk diam mendengarkan penjelasan atau cerita dari pengajar dan lebih fokus dengan tugas masing-masing. Padahal di era revolusi industri 4.0, anak seharusnya didorong untuk memiliki kepercayaan diri, kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, kreatif, dan komunikatif.
Oleh karena itu, saat ini diperlukan metode pembelajaran yang variatif, menarik, serta dikombinasikan dengan perkembangan zaman sehingga semua aspek perkembangan anak dapat terpenuhi. ABC Smart Learning Style adalah inovasi pembelajaran yang diharapkan mampu mencetak generasi berkualitas yang ditunjang oleh perkembangan teknologi di era revolusi industri 4.0.
ABC Smart Learning Style adalah sebuah variasi metode pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter anak yang Active, Brave, and Critical. Metode pembelajaran ini juga mengasah kemampuan visual, auditori, dan kinestetik anak melalui tiga metode belajar yang memanfaatkan perkembangan teknologi. Ketiga metode pembelajaran tersebut yaitu pembelajaran melalui video, pembelajaran melalui suara, dan pembelajaran melalui seni bermain peran (role playing).
Dalam penerapan metode pembelajaran ABC Smart Learning Style ditunjang oleh pengoptimalan pemakaian gawai. Gawai tidak diberikan langsung kepada anak ataupun dikendalikan secara penuh oleh anak. Namun gawai tetap dipegang dan dikendalikan oleh pengajar kemudian dipakai untuk menunjang kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran dalam ABC Smart Learning Style dimulai dengan pembelajaran melalui video. Metode ini mampu mengasah kemampuan anak yang berkaitan dengan visual dan kinestetik. Tahap awal dari metode pembelajaran ini adalah dengan membentuk beberapa kelompok kecil sekitar 4-5 orang. Kemudian, pengajar memperlihatkan tayangan video animasi yang telah diunduh sebelumnya. Video animasi dipilih karena ini dirasa lebih menarik, sesuai dengan dunia anak, dan mengandung pesan positif sesuai usia anak. Penayangan dilakukan dengan bantuan LCD dan laptop.
Kemudian, tahapan selanjutnya yaitu pengajar meminta anak untuk mencari benda yang berkaitan dengan video tersebut. Dimana antar teman dalam kelompok tidak boleh mengambil benda yang sama. Setelah semua benda terkumpul, setiap kelompok diminta untuk menjelaskan kepada teman-teman mengenai benda apa yang berhasil dikumpulkan dan alasan mengapa anak mengambil benda tersebut.
Metode pembelajaran diatas akan melatih jiwa keberanian dan kepercayaan diri anak serta menumbuhkan sikap kritis. Selain itu, dengan menonton video juga akan melatih daya penglihatan, fokus, dan daya ingat anak. Sedangkan pengumpulan benda yang sesuai dengan video dan harus bervariasi antar anggota kelompok akan melatih kinestetik dan kerjasama mereka.
Penerapan metode pembelajaran ini harus diikuti dengan pemberian reward atas keberhasilan anak dalam melaksanakan tugasnya. Reward bisa berupa bintang ataupun hal lain. Hal ini akan memberikan penguatan (reinforcement) sehingga anak akan terbiasa untuk mengulangi perilaku tersebut.
Pembelajaran yang kedua melalui suara dan gambar. Anak-anak diperdengarkan suara-suara hewan yang ada di sekitar mereka. Kemudian, cara ini didukung oleh teknologi yang ada pada saat ini, seperti laptop dan lcd. Kendati demikian, anak-anak tetap di bawah pengawasan pengajar dan orang dewasa.
Kemudian, anak diminta menebak suara tersebut. Jika jawaban mereka benar, maka gambar akan muncul. Hal ini sesuai dengan tahapan Piaget, yaitu tahap praoperasional. Pada tahap ini, anak-anak mulai penasaran terhadap segala sesuatu. Mereka berusaha menanyakan apa saja yang mereka lihat dan dengar. Itu berlaku apabila anak belum terlalu memahami sesuatu yang baru.
Setelah itu, jika anak berhasil menjawab pertanyaan dengan benar, maka reward yang diberikan berupa pujian dan tepuk tangan. Pernyataan tersebut senada dengan teori BF Skinner. Teorinya tentang operant conditioning yang membahas hadiah dan hukuman.
Teori operant conditioning memiliki dua prinsip umum yaitu, jika perilaku diiringi stimulus penguat, maka perilaku tersebut akan meningkat. Jika sudah ada conditioning tetapi tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah. Teori ini juga mempelajari gerak non refleks artinya mempelajari segala sesuatu dengan sengaja.
Anak-anak usia dini merasa senang apabila diberi reward berupa pujian dan tepuk tangan. Reward bukan hanya berbentuk materi tetapi bisa berupa verbal. Hal ini berlaku saat anak-anak berhasil menjawab dengan benar. Dengan demikian, perilaku tersebut akan cenderung diulang.
Senada dengan teori operant conditioning. Reward yang positif, menjadikan anak sering mengajukan pertanyaan yang baik. Konsekuensinya, pengajar akan memuji anak tersebut. Kemudian, perilaku di masa mendatang, anak akan sering mengajukan pertanyaan yang lebih baik.
Sebaliknya, jika mereka mendapat hukuman. Misalnya, ditegur karena jawabannya salah, maka perilaku tersebut tidak akan diulang bahkan menghilang. Oleh karena itu, dalam pembelajaran anak usia dini, perlu adanya reward agar anak lebih semangat dan mengulang perilakunya.
Oleh karena itu, anak-anak usia dini memerlukan pembelajaran melalui suara dan gambar. Hal itu di lakukan dalam rangka melatih kepekaan mereka. Di samping itu, pembelajaran melalui suara dan gambar dapat menciptakan pendidikan yang bermutu, serta mampu menyesuaikan dengan revolusi industri 4.0 yang serba canggih.
Pembelajaran yang ketiga melalui seni bermain peran atau yang biasa disebut dengan role playing. Seni bermain peran (role playing) merupakan cara untuk mengasah kemampuan anak yang berkaitan dengan kinestetik. Anak akan aktif bergerak dan mengekspresikan dirinya. Tahap awal yang dilakukan dalam role playing adalah menayangkan cuplikan video yang dilakukan oleh pengajar. Dalam penayangan video tersebut, pengajar menggunakan media gawai. Video yang ditayangkan adalah video yang berkaitan erat dengan dunia anak dan sedang digandrungi oleh anak-anak, misalnya Avengers dan Disney.
Setelah anak menonton video, mereka diminta untuk memilih peran yang ingin dimainkan. Apabila peran telah didapatkan, anak diminta untuk bermain peran sesuai dengan tokoh yang mereka pilih dan sesuai dengan alur cerita yang diberikan oleh pengajar. Tahap akhir dari pembelajaran melalui seni bermain peran adalah berupa penarikan kesimpulan dari peran yang telah dimainkan oleh anak-anak. Pengajar memberi tahu mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang buruk sehingga anak akan belajar membedakan antara baik dan buruk. Proses pembelajaran ini akan mengembangkan daya imajinasi, kemampuan berbicara, kecerdasan emosional, dan kemampuan bersosialisasi yang dimiliki anak.
Variasi metode pembelajaran ABC Smart Learning Style merupakan metode pembelajaran yang cocok diterapkan pada anak usia dini (early childhood). Diharapkan dengan menerapkan variasi metode pembelajaran ini dapat melahirkan generasi penerus yang Active, Brave, and Critical.
Active, anak diharapkan mampu berpikir kritis, berani, percaya diri, dan dapat diajak bekerja sama. Hal ini senada dengan system pembelajaran yang dilakukan melalui penayangan video.
Brave, anak diharapkan memiliki kepekaan terhadap apa yang mereka lihat dan dengar. Dengan demikian, anak memiliki keberanian dalam mengekspresikan pembelajaran yang diberikan oleh pengajar.
Critical, melatih anak untuk percaya diri, kreatif, membentuk konsep diri yang positif, pengelolaan emosi yang baik, dan memiliki rasa empati kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan sistem pengajaran bermain peran (role playing).
Metode di atas sebagai solusi dari pembelajaran pada anak usia dini yang terlalu monoton karena hanya berkutat dengan buku saja. Di mana ABC Smart Learning Style hadir sebagai jawaban atas tantangan Pendidikan di era revolusi industri 4.0. (DEW)
Nita Novita Sari, penulis adalah mahasiswi aktif program studi Psikologi Islam IAIN Kediri yang memiliki hobi menggambar. Instagram: @nitanovita888 (email: nitanovita888@gmail.com).
Coallina Dwi Kurnia, penulis adalah mahasiswi aktif program studi Psikologi Islam IAIN Kediri. Pernah terpilih menjadi 100 penulis terbaik dalam projek buku ‘Semangat Hijrah’ (2018) dan menjadi salah satu penulis dalam buku ‘Jejodhoan’ (2020). Ia juga tergabung menjadi bagian dari Telkomsel Apprentice Program Kediri Batch 2 (2018). Instagram: @coallins (email: coallinadwi@gmail.com).
Endang Sulistyowati, penulis adalah mahasiswi aktif program studi Psikologi Islam IAIN Kediri, yang juga sebagai editor muda di media online resmi milik lembaga dan salah satu penulis dalam buku antologi yang berjudul ‘Anti Toxic Mind’. Instagram: @endangswp_ (email: endangsw567@gmail.com).
No comments