BERBICARA PLURALISME DALAM TRADISI HAJATAN MELALUI PERSPEKTIF ISLAM

0

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata hajatan adalah acara seperti resepsi dan selamatan. Contohnya, dalam Bulan Maulid ini banyak orang mengadakan hajatan. Hajatan berasal dari kata dasar hajat. Hajatan memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga hajatan dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Umumnya, hajatan dilakukan ketika seseorang mempunyai hajat seperti sunatan, akikah, pernikahan dan lain-lain.

Hajatan dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah Swt. Hal ini dikarenakan telah memberi kelancaran pada acara yang kita laksanakan. Di tempat penulis, hajatan sangat sering dilakukan, seperti mengadakan selawat nabi. Apalagi organisasi sangat maju, seperti organisasi IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) dan IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama) yang beranggotakan usia maksimal 22 tahun, Ansor dan Fatayat yang beranggotakan usia maksimal 40 tahun, Muslimat (yang tiada batasan usianya).

Tidak hanya organisasi yang bersifat keagamaan saja. Tapi, Karang Taruna yang notabene kegiatannya bersifat sosial kemasyarakatan, dimana anggotanya tidak memandang usia dan jenis kelamin, ada yang masih remaja sampai dengan yang sudah dewasa, bahkan ada juga yang sudah berkeluarga tetapi masih ikut bergabung juga di dalam organisasi tersebut. Untuk kegiatannya sendiri lebih berfokus untuk memudahkan dan menyejahterakan warga-warga yang ada di desa seperti mengadakan baksos (bakti sosial), bedah rumah, bersih-bersih jalan, dan tempat-tempat umum lainnya dan tentu saja masih banyak kegiatan lagi.

Sumber: dokumenpribadi/Nirmala Shofa

Satu hal yang sangat spesial menurut saya adalah toleransi di antara beberapa organisasi di atas, meskipun sistem bergerak mereka sedikit berbeda, baik itu yang bersifat keagamaan ataupun yang murni sosial kemasyarakatan saja, mereka saling membantu, dan menghargai satu sama lain. Bahkan, tidak jarang pula mereka berkolaborasi untuk mengadakan sebuah acara secara bersama-sama. Tidak sedikit anggotanya yang bergabung d idalam beberapa organisasi sekaligus. Hal itulah yang membuat rasa kekeluargaannya semakin erat tanpa harus memandang agama,usia,dan jenis kelamin,

Mengambil teori Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid) tentang pluralisme.  K. H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. Pluralisme berasal dari kata “plural” yang berarti jamak atau banyak. Sedangkan secara terminologis, pluralisme adalah suatu pandangan atau paham yang memiliki prinsip bahwa keanekaragaman itu jangan menghalangi untuk bisa hidup berdampingan secara damai dalam satu masyarakat yang sama.

Sumber: liputan6.com

Berangkat dari definisi pluralisme, maka pluralisme agama adalah sebuah pandangan yang mendorong bahwa berbagai macam agama yang ada dalam satu masyarakat harus saling mendukung untuk bisa hidup secara damai. Sedangkan, pluralisme itu sendiri berarti suatu paham atau teori yang menganggap bahwa realitas itu terdiri dari banyak substansi. Pluralisme juga sering digunakan untuk menunjuk pada makna realitas keragaman sosial sekaligus sebagai prinsip atau sikap terhadap keragaman itu.

Pluralisme sebagai bentuk pemahaman modernisasi yang bertujuan menciptakan komunikasi untuk menjembatani jurang ketidaktahuan dan kesalahpahaman timbal-balik antara budaya dunia yang berbeda dan membiarkan mereka bicara dan mengungkapkan pandangan mereka dalam bahasanya sendiri. Pluralisme yang dimaksud adalah gagasan-gagasan yang dilontarkan Abdurrahman Wahid dalam upaya menyikapi pluralitas masyarakat dengan perbedaan budaya, agama, etnik, bahasa, warna kulit dan ideologi dari manusia satu dengan yang lainnya.

Sumber:pelajaran.co.id

Di dalam konteks tersebut, menarik untuk diamati pemikiran-pemikiran Abdurrahman Wahid, dalam masalah-masalah keagamaan, kemasyarakatan, kebudayaan, kebangsaan, demokrasi, dan lain-lain terasa terlalu kritis. Oleh karena itu, gagasan-gagasannya menjadi kontroversial, tetapi meski demikian gagasan-gagasannya itu dianggap diskursus atau wacana oleh pemerhati intelektualitas atau kecendekiawanan di Indonesia sendiri maupun di luar negeri sehingga gagasan-gagasannya selalu dibicarakan dan pribadinya yang publik figur selalu menjadi sumber berita bagi pers.

Tema-tema seperti kepemimpinan politik, hubungan agama dan politik, hubungan antara individu dan negara, masalah HAM, dwifungsi ABRI, dan pengembangan demokrasi tampaknya masih menjadi fokus utama dalam pemikiran Gus Dur. Keberadaannya sebagai tokoh agama, pemimpin ormas, intelektual, maupun politisi dan kontroversi memang seolah-olah telah menjadi bagian tak terpisahkan. Gus Dur disebut sebagai tokoh kontroversial yang ada di Indonesia.

Gus Dur menguasai banyak disiplin ilmu yang sangat berpengaruh pada pemikirannya. Setidaknya, ia memiliki tiga wajah menonjol sebagai tokoh agama, budayawan, dan politisi. Ketiga peran itu mampu ia mainkan secara bergantian dalam kurun waktu yang bersamaan. Bahkan setelah wafatpun, beragam pro kontra mewarnai elemen masyarakat dalam pemberian gelar sebagai bapak pluralisme dan sebagai salah satu pahlawan nasional. Salah satu jasa besar Gus Dur adalah mengukuhkan panji-panji pluralisme. Sebab itu, pernyataan Gus Dur sebagai bapak dan pejuang pluralisme merupakan sebuah realitas yang tak terbantahkan lagi.

Sumber: belumtitik.com

Meskipun pernyataan ini meninggalkan dua hal yakni harapan dan tantangan. Wacana pluralisme memang bukan suatu hal baru untuk pasca meninggalnya Gus Dur, pluralisme menjadi tema yang sangat populer di tengah-tengah masyarakat. Gus Dur merupakan salah satu dari beberapa tokoh di Indonesia yang dijuluki sebagai pejuang pluralisme. Mengingat ketokohan Gus Dur dalam bersahabat dengan semua golongan. Unsur kedekatan ini tidak harus dalam pengertian fisik, tapi juga kedekatan emosional. Pluralisme global mensyaratkan pengetahuan dan pengertian di kalangan manusia. Penghargaan timbal balik mencegah kecurigaan dan membantu terpeliharanya keadilan. Sesuai dengan perubahan zaman, wawasan agama haruslah memuat pemahaman secara menyeluruh terhadap problematika yang muncul dari dinamika kemanusiaan yang kompleks dan beragam.

Tetapi, kenyataannya seringkali wawasan agama menjadi sempit dan mengakibatkan munculnya sikap permusuhan dan tindak kekerasan atas nama agama. Mempelajari perbedaan-perbedaan agama memang tidaklah salah, tetapi menonjolkan perbedaan yang diikuti dengan klaim atas kebenaran mutlak suatu agama daripada agama yang lain, sering menimbulkan akibat yang kurang baik, bahkan fatal bagi kebersamaan hidup dalam suatu masyarakat. Memahami agama dari sudut pandang filsafat akan mengukuhkan keyakinan umat beragama pada agamanya sendiri secara inteletual.

Kokohnya keyakinan itu dapat menyebabkan orang saling bertoleransi antaragama dan antaragama yang memiliki pemahaman berbeda terhadap interpretasi agama itu sendiri sebagai The Way of Life. Semangat di balik ungkapan Bhinneka Tunggal Ika sebenarnya tidaklah terbatas hanya dalam artian pluralisme semata, melainkan pengakuan dan penegasan bahwa pluralisme itu suatu hal yang positif. Gagasan Gus Dur tentang pluralisme adalah keinginannya agar kemajemukan yang terdapat dalam berbagai kelompok sosial dipahami sebagai khazanah kekayaan bangsa. Menurut Gus Dur semua manusia sama, tidak peduli dari mana asal usulnya, apa jenis kelamin, warna kulit, suku, ras, kelompok, dan kebangsaan mereka. Gus Dur hanya melihat mereka hanya manusia seperti dirinya dan yang lain. Sekarang, keragaman identitas menjadi persoalan yang serius dalam perjalanan bangsa Indonesia.

 Ada beberapa alasan yang mendorong penulis untuk memilih judul tersebut, di antaranya adalah:

  1. Wacana pluralisme ini disebabkan fenomena tentang keanekaragaman di Negara Indonesia berpengaruh besar terhadap kesatuan dan keutuhan rakyat. Meskipun, terkait dengan perbedaan agama. Namun, di balik pemahaman pluralisme terdapat pesan dakwah yang disampaikan mengenai pentingnya menghargai dan menjaga toleransi hidup antar umat beragama.
  2. Gus Dur merupakan tokoh yang sangat menghargai pluralisme dan kesatuan Indonesia serta memperjuangkan moderasi dan toleransi baik itu di dalam kehidupan beragama maupun berbangsa dan bernegara.
  3. Kontribusi Gus Dur terhadap pluralisme dibuktikan dengan komitmen untuk memperjuangkan demokrasi tanpa diskriminasi, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, dan usahanya untuk membangun fondasi masyarakat sipil yang penuh toleransi.
  4. Banyak sebutan untuk tokoh kharismatik yang satu ini, misalnya Gus Dur disebut sebagai tokoh pluralisme, pendorong demokrasi, tokoh multikulturalisme, pembela kaum minoritas, pejuang Islam moderat, pahlawan demokrasi, pejuang toleransi, bapak bangsa, pengusung perjuangan HAM, pengajar perdamaian, penentang kekerasan. Pribadi Gus Dur begitu fenomenal, tidak berlebihan jika banyak kalangan berduka cita mengharu biru merasa kehilangan kepergiannya. (DEW)

REFERENSI

Barton, Greg. Biografi Gus DurThe Authorized Biography of Abdurrahman Wahid. Yogyakarta: LkiS, 2002.

Masduqi, Irwan. Berislam Secara Toleran Teologi Kerukunan Umat Beragama. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2011.

Misrawi, Zuhairi. Pluralisme Pasca-Gus Dur. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010

Osman, Muhammad Fathi. Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan. Jakarta Selatan: PSIK Universitas Paramadina, 2006

BIOGRAFI PENULIS

Nirmala Shofa

Nirmala Shofa merupakan salah satu mahasiswi dari prodi Psikologi Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Kediri. Lahir di Blitar, 04 Juni 2001 , Lulusan MI MISRIU Kebonduren, MTs Ma’arif NU Bacem, dan MAN Kota Blitar angkatan 2019. Ia mengikuti ekstra paduan suara di kampusnya dan ia salah satu anggota aktif di organisasi IPNU IPPNU yang ada didesanya. Penulis bisa dihubungi melalui email: nirmala.shofa04@gmail.com

About author

No comments