FENOMENA GUNUNG SAMPAH DI TPA KLOTOK, BERKAH ATAU MUSIBAH?

0

Kota Kediri merupakan salah satu kota ADIPURA yaitu sejak tahun 2009. Kota ini bertempat di Provinsi Jawa Timur dan berada di sebelah barat daya Surabaya dan merupakan kota terbesar ketiga di Jawa Timur setelah Surabaya dan Malang. Kota Kediri memiliki luas wilayah 63,40 km²  dengan jumlah penduduk 294.950 jiwa. Dengan luas wilayah yang lumayan besar dan jumlah penduduk yang begitu banyak tentunya hal ini menimbulkan sampah yang banyak pula. Kebersihan lingkungan hidup merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Masalah sampah merupakan suatu fenomena kehidupan manusia yang telah ada sejalan dengan proses interaksi manusia dengan alam dan lingkungan.

Lingkungan yang baik tentunya memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik pula. Sedangkan, adanya sistem pengelolaan sampah yang tidak tepat akan mengakibatkan lingkungan yang tidak sehat. Dimana lingkungan yang tidak sehat dapat mengganggu kehidupan masyarakatnya. Seperti halnya sampah yang menumpuk dapat memicu timbulnya wabah penyakit, seperti penyakit kulit, diare, dan penyakit lainya. Selain itu, akibat yang ditimbulkan oleh sistem pengelolaan sampah yang tidak tepat adalah seperti bau tak sedap yang menyebabkan pencemaran udara.

Di kota Kediri banyak permasalahan mengenai lingkungan hidup terutama tempat pembuangan sampah. Sampai saat ini banyak bank sampah yang tidak difungsikan bahkan rusak. Padahal, apabila digunakan dengan benar dan dikelola secara serius, tempat pembuangan sampah itu akan sangat bermanfaat bagi masyarakat di masing-masing kelurahan di Kota Kediri. Sampai sekarang ini masih banyak tempat pembuangan sampah yang kondisinya sangat memprihatinkan, salah satunya adalah TPA Klotok, tepatnya di  Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri yang menimbulkan pencemaran udara yaitu bau tak sedap yang cukup menyengat. Hal ini dikarenakan tempat pembuangan sampah tersebut dekat dengan pemukiman warga. Bahkan sudah banyak warga yang menjadi korban pencemaran udara tersebut yaitu banyak warga yang menderita penyakit pernafasan, asma, paru-paru, dll.

Selain itu tempat pembuangan akhir di Klotok Kota Kediri ini volumenya sudah melebihi kapasitas yang hanya 3.000 meter kubik. Bahkan, sejak awal tahun lalu, ketinggian sampah sudah mencapai 20 meter. Jika pada awalnya pagar pembatas hanya setinggi 4 meter, tetapi karena penumpukan terus menerus akhirnya pagar ditinggikan menjadi 15 meter.

Setiap harinya ada sekitar 15 truk sampah yang membuang sampah-sampah di TPA Klotok yang mengakibatkan pencemaran udara. Sebenarnya ini sudah menjadi permasalahan selama bertahun-tahun. Namun, untuk pihak Pemkot Kediri tidak ada tanggapan, warga meminta untuk menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Klotok ini dikarenakan sudah tidak tahan dengan polusi udara yang ditimbulkan. Apalagi bila musim hujan seperti sekarang ini. Aroma tidak sedap dan limbah cair sangat mengganggu bagi warga di sekitar TPA.

Pada musim hujan seperti ini banyak lalat yang beterbangan dan juga aroma sampah yang tidak sedap. Karena volume sampah di TPA semakin hari semakin bertambah dan tidak ada upaya untuk mengelola sampah tersebut. Pada tahun 2020 warga sempat memprotes akan hal yang sama yaitu akibat polusi sampah. Namun, kemudian hal ini mereda karena ada kompensasi dari Pemkot untuk bantuan kepada warga sekitar yang terkena dampak sampah tersebut berupa sembako yang nilainya mencapai 200 juta.

Pembagian kompensasi ini terbagi menjadi 3 kelas yaitu kelas pertama yang jarak rumah dengan area TPA sekitar 500 m. Kelas kedua, jarak rumah dengan area TPA 1000 m. Dan kelas ketiga, jarak rumah dengan area TPA sekitar 1500 m. Dengan pembagian kelas ini, pendapatan kompensasi dari TPA juga berbeda yaitu untuk kelas yang pertama mendapat sekitar Rp900.000,00, untuk kelas yang kedua mendapat uang sembako sekitar Rp450.000,00, dan untuk kelas ketiga mendapat uang sembako sebesar Rp250.000,00. Uang sembako ini diberikan pada setiap kartu keluarga dan setiap satu tahun sekali.

Sampah-sampah di TPA ini yang menurut kebanyakan orang menjadi salah satu momok atau su namun hal itu justru menjadi suatu mata pencarian untuk sebagian orang yang bekerja mengumpulkan sampah dan nantinya akan didaur ulang. Tidak sedikit orang yang bekerja untuk mencari sampah di TPA. Mereka bekerja mencari sampah-sampah yang masih bisa didaur ulang atau masih layak untuk digunakan. Dikarenakan di TPA ini tidak dibedakan antara sampah organik dan sampah anorganik.

Setiap harinya mereka berangkat pada pagi hari dan kembali ke rumah sore hari. Banyak yang membuat rumah-rumahan kecil atau gubuk di area TPA Klotok. Gubuk-gubuk ini berfungsi untuk meletakkan atau menyimpan hasil dari mencari sampah yang masih bisa digunakan atau didaur ulang. Setelah terkumpul cukup banyak maka nantinya sampah-sampah yang masih bisa didaur ulang akan dibawa ke pengepul dan nantinya ditimbang untuk kemudian diganti dengan uang.

Ketika truk-truk sampah mengeluarkan sampah yang mereka bawa, maka orang-orang yang bekerja mencari sampah-sampah itu berebut untuk mencari benda-benda yang nantinya bisa untuk didaur ulang. Tak jarang mereka mendapat makanan yang masih terbungkus rapi dan tersegel. Bau yang tidak sedap dari sampah itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi mereka. Bahkan, lalat yang begitu banyak tidak menjadi kendala bagi mereka demi mencari sampah-sampah yang nanti akan didaur ulang.

Sampah-sampah yang biasa diambil berupa botol-botol bekas, kertas, kayu-kayu, sisa-sisa makanan dari hotel, serta ada produk-produk yang sudah kadaluarsa yang ikut dibuang di TPA ini. Sisa-sisa makanan dari hotel itu biasanya berupa nasi, roti, mie, dan ada sayuran. Sampah nasi, mie, dan roti biasanya diambil dan nantinya akan diolah lagi untuk dijadikan pakan ternak mereka. Sampah nasi biasanya akan dijemur dan nantinya dijual ke pengepul atau digunakan sendiri sebagai pakan ternak.

Tidak sedikit para pencari sampah yang memiliki hewan ternak dan diberi makan dari hasil mereka mencari sampah. Hewan-hewan ternak disini dibiarkan liar dan mencari makanan sendiri di daerah TPA. Bahkan ada yang sampai memiliki sekitar 15 ekor domba dan itu diberi makan dari sampah-sampah limbah dari restoran tadi. Bagi mereka sampah-sampah ini merupakan sebuah barang yang sangat beharga dan sebagai sebuah mata pencarian juga. Banyak dari mereka yang menjadikan kegiatan mencari sampah di TPA sebagai pekerjaan dan untuk kelangsungan hidupnya.

Sampah-sampah yang sudah menumpuk nantinya akan disusun dan ditata menggunakan alat berat. Sampah yang sudah disusun dan ditata itu dibiarkan menjadi gunungan sampah yang sangat banyak. Tanpa adanya proses pengolahan maka semakin hari sampah-sampah itu akan semakin menggunung. Bahkan sekarang ini terjadi perluasan wilayah agar sampah-sampah bisa ditampung di sini. Sebagian orang yang bekerja mencari sampah dan menggantungkan hidupnya dengan cara mencari sampah ini juga memiliki keinginan agar sampah-sampah yang dibuang di sini bisa diolah agar tidak menggunung dan dapat mencemari lingkungan sekitarnya.

Sebenarnya Pemkot Kediri sudah memberikan solusi terkait meningkatnya jumlah sampah yang dibuang di TPA ini. Solusi yang diberikan adalah membuat pengelolaan bank sampah rumah tangga. Jadi, setiap rumah sebelum membuang sampahnya harus diseleksi terlebih dulu, mana barang yang dapat didaur ulang dan mana yang tidak dapat didaur ulang. Apabila bisa didaur ulang, maka akan diambil oleh petugas bank sampah dan nanti akan diganti dengan uang. Kemudian, sampah yang tidak dapat didaur ulang akan dibuang ke TPA. Namun, karena kurangnya sosialisasi dan kurangnya perawatan mengakibatkan banyak bank sampah yang ada di kediri ini menjadi mati ataupun sudah tidak terurus lagi.

Fenomena gunung sampah yang ada di TPA Klotok setidaknya memperlihatkan bahwa dalam memandang sebuah kejadian dapat dilihat dari berbagai sisi. Adanya TPA Klotok menjadi berkah atau membawa dampak positif bagi sebagian orang yang sumber penghasilannya dari situ. Sedangkan, di sisi lain, adanya TPA Klotok menjadi musibah atau membawa dampak negatif bagi warga di sekitar TPA karena penumpukan sampah yang berlebih mengakibatkan polusi udara, gangguan pernapasan, serta penyakit kulit. Jadi, melihat kedua hal tersebut, penulis berharap agar ada tindakan atau penanganan yang lebih lanjut dari pihak terkait agar ditemukan solusi terbaik mengenai TPA Klotok ini. (EN)

Biografi Penulis

Hamdan Fadlillah Ahmad

Mahasiswa aktif program Psikologi Islam semester enam di IAIN Kediri. Untuk mengenal lebih jelas tentang penulis dapat menghubungi e-mail pribadinya hamdanfadlillah16@gmail.com

About author

No comments