Desa Tondomulo yang berada di Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro ini letaknya memang cukup jauh dari perkotaan. Akan tetapi, hal tersebut tidak menghambat masuknya segala informasi/berita ke desa ini. Masyarakat masih tetap update mengenai situasi-situasi terkini. Banyak pemuda-pemudi Desa Tondomulo yang merantau jauh tapi tidak hanya untuk bekerja melainkan menimba ilmu. Desa Tondomulo ini bisa dikatakan desa yang paling desa sekali, karena tempatnya paling ujung sendiri dari kecamatan. Masyarakatnya kebanyakan adalah seorang petani.
Di tengah pandemi seperti ini tidak membuat petani patah semangat untuk bertanam. Walaupun harga seringkali membuat mereka rugi karena kadang harga naik dan kadang turun. Meski kadang mengalami rugi tapi mereka tetap sabar melakukan semuanya. Mereka memiliki keyakinan bahwa rezeki itu sudah ada yang mengatur jadi tidak usah khawatir. Di desa Tondomulo ini juga termasuk beragam dan toleran tentunya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya perbedaan tapi mereka bisa hidup rukun dan tidak pernah terjadi perselisihan atau perpecahan karena beda keyakinan. Setiap orang Islam merayakan hari kemenangan yaitu pada Hari Raya Idhul Fitri semua orang yang beragama Islam juga pergi ke rumah orang Kristen berniat untuk silaturahmi, dan orang Kristen juga menyambut dengan ramah kedatangan para warga. Dan sebaliknya jika orang-orang Kristen tersebut merayakan hari kemenangan mereka sebagai warga yang beragama Islam menghormati dengan membiarkan mereka merayakan tanpa ada yang melarang.
Pada awal pandemi, seorang kepala desa Tondomulo juga mengimbau pada masyarakatnya agar selalu mematuhi protokol kesehatan seperti mencuci tangan, memakai masker, tidak berkerumun, dan kepala desa meminta kepada warga yang baru pulang dari luar kota atau dari dalam kota untuk di karantina selama 7 hari. Hal ini dilakukan agar warga terhindar dari virus Covid-19, dan bersyukur hingga sekarang belum ada yang teridentifikasi ada yang terkena Covid-19.
Warga Tondomulo pada saat pandemi seperti ini telah beraktivitas seperti biasa karena mayoritas penduduk di Desa Tondomulo ini adalah seorang petani. Tapi ada juga yang berjualan di pasar, tapi untuk sekolah belum bisa dibuka karena dari pemerintah pun masih belum memberikan izin untuk sekolah seperti biasa. Untuk tempat beribadah seperti mushola, masjid, dan TPQ sudah di operasionalkan seperti biasa, kemarin sebelum diperbolehkan untuk berjamaah di masjid atau di mushola warga sangat resah. Dan pada saat TPQ diliburkan para orang tua juga sangat resah karena kebanyakan anak-anak menghabiskan waktunya untuk bermain. Jadi, anak-anak pun kurang dalam pendidikan, hal ini bisa menyebabkan anak akan sulit untuk berpikir dan berinovasi. Karena kebanyakan orang tua yang ada di Desa Tondomulo ini adalah lulusan SD dan SMP kadang juga ada yang tidak bersekolah, hal ini yang membuat para orang tua resah, karena mereka tidak bisa mengajarkan anaknya apa-apa jadi anak-anak selama pandemi kebanyakan hanya bermain. Oleh karena itu, para orang tua banyak yang menyarankan kepada guru agar diberikan bimbingan lagi. Kemudian para guru memutuskan untuk mengajar tapi di rumah-rumah tidak di sekolah. Hal ini lumayan meringankan beban para orang tua di Desa Tondomulo.
Keberagaman dalam sifat, berpikir, dan bertindak hal ini kerap terjadi perselisihan tapi syukur hal ini dapat diatasi dengan mudah. Semua masyarakat hidup rukun, sesama tetangga saling menghormati, menghargai, menyapa, memiliki sifat simpati, dan empati juga sesama warga Tondomulo. Semua perangkat desa juga sangat antusias untuk membangun desa Tondomulo menjadi lebih baik dan lebih sejahtera rakyatnya. Hal ini dibuktikan oleh pejabat-pejabat desa dengan selalu memerhatikan rakyatnya yang lagi susah atau sedang terjadi sesuatu. Dan menjadikan rakyatnya merasa nyaman, aman, dan tenteram.
Di Desa Tondomulo terdapat pondok pesantren yaitu pondok pesantren Nurul Jadid. Pondok pesantren ini terletak di Dusun Kulonan, pondok ini adalah salah satu pondok yang biasa dipakai mengaji oleh anak-anak Tondomulo. Walaupun dari segi fisik pondok ini tidak begitu besar, tapi yang diajarkan di pondok ini terbilang sangat baik hampir seperti yang ada di pesantren yang besar. Di sini diajarkan banyak hal tidak hanya ilmu agama tetapi tentang adab dalam berperilaku itu pun diajarkan di sana. Hal ini dilakukan untuk menjadikan generasi muda bisa membangun desa, bangsa, dan negara agar bisa sejahtera dunia akhirat. Nama Kyai pondok pesantren Nurul Jadid ini adalah Kyai Sami’an al-Basyorodin dan guru-gurunya pun semua lulusan dari pesantren. Walaupun mereka bukan guru-guru besar tapi karna keistiqomahan beliau-beliau menjadikan muda mudi desa Tondomulo ini memiliki akhlak yang baik. Walaupun tidak banyak murid yang mengaji tapi tetap bersyukur masih ada yang ingin menimba ilmu. Dan walaupun fasilitasnya belum begitu bagus tapi karena ke-istiqomah-an dalam mencari ilmu kemudahan akan datang dengan sendirinya. Banyak juga putra-putri warga Desa Tondomulo menimba ilmu keluar agar mendapatkan ilmu yang lebih banyak lagi, dan bisa untuk diamalkan di desanya nanti. Di tengah pandemic seperti ini pondok pesantren tetap membuka pondok, agar mereka tetap bisa menimba ilmu.
Di desa Tondomulo ini banyak masyarakat yang beragama Islam dan sebagian menganut ajaran Muhammadiyah dan ada juga yang menganut ajaran NU (Nahdhatul Ulama’). Walaupun berbeda-beda tapi mereka tetap saling menghormati satu sama lain. Mayoritas warga Desa Tondomulo ini menganut ajaran ahlisunnah wal jama’ah. Di Desa Tondomulo banyak sekali kegiatan yang positif seperti,sering mengadakan pengajian di masjid, setiap malam Jum’at mengadakan tahlil bagi kaum bapak-bapak dan malam Senin diadakan istighosah bagi kaum ibu-ibu. Jadi, hal ini membuat Desa Tondomulo agamis sekali, walaupun belum mendekati sempurna tapi ada usaha agar lebih baik lagi.
Di Desa Tondomulo, warga juga ada yang memiliki keahlian dalam menganyam sebuah daun yang biasa dikenal dengan sebutan daun pandan. Dimana mereka menganyam dan menjadikannya alas tidur, alas duduk, dan biasannya dibuat untuk orang yang meninggal. Aktivitas menganyam daun itu semuanya dilakukan oleh ibu-ibu. Biasannya mereka menganyam daun tersebut di depan rumah dan sambil berbincang-bincang dengan tetangganya yang juga menganyam daun pandan tersebut. Jadi, pada pandemi seperti ini mereka bisa menambah keuangan keluarga dan untuk kebutuhan sehari-hari agar tidak terlalu jauh-jauh keluar rumah. Tapi pada pandemi saat ini membuat warga agak resah karena harga apapun sedikit naik, padahal penghasilan sedikit menurun. Bersyukur di tengah pandemi seperti ini ada bantuan dari pemerintah, hal ini lumayan membantu meringankan beban warga. Dan semua pejabat desa pandai dalam mengatur segi keuangan agar masyarakat tidak terlalu susah di tengah pandemi seperti ini. Pengurus desa setiap bulannya selalu memberikan bantuan berupa sembako kepada warga yang membutuhkan. Uang yang digunakan untuk membagikan sembako tersebut itu diambil dari hasil pajak desa setiap tahunnya.
Dengan bersatunya para pejabat desa dan para warga untuk menghadapi pandemi Covid-19 ini menjadikan masyarakat lebih makmur dan bisa melewati semua tantangan dengan mudah. Antara pemerintahan desa dan warga saling bergotong royong dan saling membantu satu sama lain. Semua hidup rukun dan makmur. Desa bisa sejahtera jika antara pejabat dan warga itu rukun dan saling bergotong royong untuk membangun desa. (EN)
Biografi Penulis
Qusnul Hidayatun Nurain adalah mahasiswi program studi Studi Agama-Agama IAIN Kediri.
No comments