Kirab 100 Ribu Do’a Pager Bumi Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari di Ponorogo : Agama sebagai Teori Kebenaran

0

Islam menjadi agama yang penuh perdamaian dan kasih sayang. Orang-orang Islam adalah muslim yang penuh dengan semangat. NU hadir ditengah tengah orang Islam. Ulama menjadi para leluhur yang menjadi pengarah jalannya kehidupan. Salah satu Ulama Nahdlatul Ulama, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah mengatakan bahwa nama Nahdlatul ulama diilhami oleh kalimat Ibnu Athaillah as-Sakandari (W 1309 M) penulis kitab Al-Hikam. Menurut Gus Dur, Mbah Hasyim Asy’ari (Pendiri NU) kerap mengutip Ibnu Athaillah yang mengatakan, Latashhab man la yunhidluka ilallahi haaluhu wa laa yadulluka ilallahi maqooluhu (jangan kau jadikan sahabat atau guru orang yang amalnya tidak membangkitkan kamu kepada Allah). Membangkitkan itu makna dari yunhidlu. Menurut Gus Dur, ulamalah yang tingkahnya membangkitkan kepada Allah. Maka, lahirlah Nahdlatul Ulama. Kata nahdlah jelas dari yunhidlu tadi. Kala itu, usulan kata Ulama dari banyak kiai. Tapi Gus Dur mengungkapkan, yang merangkum menjadi kata-kata Nahdlatul Ulama ialah Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Tahun 2020, umat islam sedang diuji dengan adanya pandemi. Cobaan yang sudah berjalan hampir 1 tahun ini. Di daerah Ponorogo, berbagai usaha dan ikhtiar dilakukan untuk menghentikan pandemi Covid 19. Salah satu usaha atau Ikhtiar yaitu dengan diadakannya kegiatan kirab 100 Ribu doa Pager Bumi Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Kirab ini diselenggarakan oleh PC GP Ansor Ponorogo tepat pada Hari Santri.

Ketua PC GP Ansor Ponorogo, Syamsul Ma’arif menjelaskan bahwa tujuan dari kirab tersebut adalah untuk meningkatkan nilai spiritual di masing-masing diri kader Ansor, Nahdliyyin dan masyarakat Ponorogo dalam menghadapi pandemi Covid-19 dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. Doa pager bumi ini adalah amalan dari Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari sebagai tolak bala. Dengan ikhtiar ini semoga dapat terbebas dari marabahaya serta virus Covid-19. Dalam kirab ini peserta kirab harus membaca doa atau syair li khomsatun sepanjang rute kirab. syair tersebut berasal dari kitab Majmu’atul Ahzab Asy-Syadziliah. Kitab ini kumpulan hizib atau doa-doa milik Imam Abu Hasan Asy-Syadzili yang dikumpulkan oleh Syaikh Dziya’ ad-Din Ahmad bin Musthafa bin Abdurrahman. Oleh Kiai Hasyim diijazahkan sebagai doa tolak bala bagi semua kalangan khususnya Nahdliyin.

Peran Agama sebagai teori kebeneran, memiliki kepercayaan bahwa segala sesuatu semua adalah kehendak Tuhan. Manusia adalah makhluk pencari kebenaran, salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia maupun tentang tuhan. Jika teori yang lainnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia. Maka, dalam teori ini lebih mengedepankan wahyu yang bersumber dari Tuhan.

Menurut al-Mauwdudi, yang dimaksud Islami Nazariyat (worldview) adalah pandangan hidup dimulai dari konsep keesaan Tuhan (shahadah) yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kahidupan manusia di dunia. Karena shahadah berarti pernyataan moral yang mendorong manusia untuk dapat menjalankan dalam kehidupannya. Prof. Alparslan menguraikan worldview sebagai asas bagi setiap perilaku, termasuk aktivitas-aktivitas ilmiah dan teknologi. Akhirnya, setiap aktivitas manusia dapat ditelusuri dari pandangan hidup yang menaungi kehidupannya.

Tiga hal penting yang perlu digaris bawahi dari definisi tersebut yaitu bahwa worldview adalah motor bagi perubahan sosial, asas bagi pemahaman realitas, dan asas bagi aktivitas ilmiah, maka Islam mengandung itu semua. Manusia sebagai makhluk Allah Swt yang paling sempurna dan yang paling tinggi derajadnya dibandingkan dengan makhluk yang lainnya karena manusia dilengkapi dengan akal yang digunakan untuk berpikir.

Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia baik tentang alam, manusia, maupun Tuhan. Suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran. Kebenaran inilah yang menurut kaum sufi sebagai kebenaran mutlak. Yaitu kebenaran yang sudah tidak dapat diganggu gugat lagi. Akhirnya kebenaran yang didapatnya adalah kebenaran subjektif atau intersubjektif. Wujud kebenaran ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupakan pemahaman potensi subjek (mental, rasio, intelektual).

Sehingga substansi kebenaran adalah di dalam antar aksi kepribadian manusia dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya. Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berpikir setelah melakukan penyelidikan dan pengalaman. Manusia mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang masalah asasi dari atau kepada kitab suci. Dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.

Di daerah ponorogo diadakan Kirab 100 Ribu Do’a Pager Bumi Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu ikhtiar di tengah Covid 19 ini. Ketua PC GP Ansor Ponorogo, Syamsul Maarif menjelaskan bahwa tujuan dari kirab tersebut adalah untuk meningkatkan nilai spiritual di masing-masing diri kader Ansor, Nahdliyyin dan masyarakat Ponorogo dalam menghadapi pandemi Covid-19 dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kirab yang akan dilaksanakan selama sembilan hari mulai tanggal 13-22 Oktober 2020 melewati 21 Kecamatan di seluruh Kabupaten Ponorogo secara estafet. Syamsul Maarif juga menjelaskan kirab Pager Bumi, KH. Hasyim Asy’ari ini menyongsong Hari Santri Nasional sesuai tema Pemerintah melalui Kementerian Agama yaitu Santri Sehat, Indonesia Kuat. Pada kirab ini para kader Ansor membawa pataka kebanggaan Nahdlatul Ulama dan pusaka leluhur keluarga besar Tegalsari keliling 21 kecamatan. Pataka NU dan pusaka leluhur keluarga besar Tegalsari yang dibawa kirab adalah simbol perjuangan ulama terdahulu yang harus diingat dan diteladani oleh pemuda-pemuda Ansor.

Di setiap kecamatan mereka  berhenti untuk tawasul di makam ulama dan sesepuh lalu membaca selawat yang diajarkan KH Hasyim Asy’ari yaitu li khomsatun. Di setiap pemberhentian, setidaknya akan dibacakan Sholawat Li Khomsatun sebanyak 500 kali. Sehingga jika dikalikan 21 kecamatan maka, selawat yang dibacakan lebih dari 100 ribu kali. Namun, yang ikut selawat bukan hanya kader Ansor yang ikut keliling kirab tapi juga masyarakat terdekat, sehingga semua bisa ikut berpartisipasi dalam kirab ini. Kirab 100 ribu doa pager bumi KH Hasyim Asy’ari dimulai dari Kecamatan Pudak pada 13 Oktober. Diawali di Kecamatan Pudak kemudian ke Kecamatan Soko, Pulung, ngebel, Jenangan, Siman, Jetis, Mlarak, Sawo, Sambit, Bungkal, Ngraun, Slahung, Balong, Kauman, Jambon, Badegan, Sampung, Sukorejo, Babadan, dan berakhir di Kecamatan Ponorogo.

Menurut KH. Muhammad Ja’far Shidiq, Ketua Tanfidziah MWC NU Kecamatan Jambon dalam sambutannya pada Doa Pager Bumi sampai di wilayah Kecamatan Jambon menyampaikan pesan untuk memperkuat pondasi ke NU-an seluruh peserta upacara dalam menyongsong zaman mengajak semua Banom NU untuk menepis segala bentuk paham yang bertentangan dengan agama islam. Sedangkan Amroni, Ketua PAC. GP. Ansor Jambon mengatakan tujuan diselenggatakanya kegiatan Kirab Doa Pager Bumi ini merupakan sebuah amalan dari Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari adalah sebagai suatu bentuk usaha untuk melindingi Bumi Reog dengan segala marabahayanya. Sebagai Garda terdepan dalam barisan pemuda NU, wajib berjuang dan menjadi ujung tombak dalam melanjutkan perjuangan Kyai Nusantara untuk menpererat teguh pada pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Acara penyambutan yang berbeda di setiap Kecamatan menjadikan semangat di Kirab ini. Di Kecamatan Sukorejo mengerahkan delapan puluh enam madin, empat ratus delapan puluh ustadz-ustadzah, dan lima ribu tujuh ratus enam belas santri untuk menyemarakkan Kirab 100 Ribu Do’a Pager Bumi ini. Saat rombongan kirab melewati jalan dekat sebuah madin, para santri didampingi para gurunya tampak mengelu-elukan mereka. Para santri berdiri berjajar sambil membentangkan spanduk bertuliskan identitas lembaganya masing-masing. Sebagian besar santri Madin dan gurunya juga ikut serta ziarah makam para penggerak santri di Kecamatan Sukorejo.

Di antaranya makam kyai Ageng Imam Musakab di Pogero Gandukepuh dan makam Kyai Imam Muhyi Jayengranan di Kranggan. Sesampainya rombongan kirab di gerbang masjid Putra Sultan Agung Dasun Ranting Bangunrejo Sukorejo, ratusan santri madin setempat menyambutnya dengan melambaikan bendera merah putih ukuran kecil. Di halaman masjid ini berlangsung upacara penyambutan sekaligus pelepasan kembali rombongan kirab menuju wilayah Kecamatan Babadan. Meski mengerahkan banyak massa, protokol kesehatan tetap ditaati. Para peserta semunya menggunakan masker.

Sedangkan di Kecamatan Babadan pemandangan yang indah saat berbagai aliran perguruan pencak silat yang ada di Babadan, turut merayakan acara kirab 100 ribu doa pager bumi KH Hasyim Asy’ari. Esensi pencak silat adalah mencetak manusia berbudi pekerti yang luhur. Keterlibatan pendekar dari berbagai perguruan juga membuktikan bahwa situasi Kamtibmas Kecamatan Babadan begitu kondusif. Perbedaan tampilan luar disatukan dengan spirit santri, jiwa nasionalisme dan kesadaran sebagai warga nahdliyin khususnya dan sebagai warga negara Indonesia umumnya. Umar mengungkapkan, berbagai perguruan pencak silat yang diundang yakni Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), Pagar Nusa (PN) Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW) Bunga Islam (BI) dan Pandan Alas.

Kesimpulan yang dapat diambil bahwa masyarakat ponorogo khususnya masyarakat NU melakukan ikhtiar dengan cara melantunkan syair li khomsatun. Dalam Islam mengajarkan konsep ikhtiar, misalnya firman Allah SWT: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (QS Al-Baqarah: 195). Ayat tersebut mengandung pesan agar kita tidak melakukan hal-hal yang membahayakan dan sebaliknya kita dianjurkan berbuat untuk sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Pesan ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW riwayat Imam Bukhori: “firra minal majdzumi kama tafirru minal asadi” (Menghindarlah kamu dari orang yang terkena judzam (kusta), sebagaimana engkau lari dari singa).  Islam tersebut yakni ikhtiar dan tawakkal, dipengaruhi oleh pandangan teologis seseorang. Orang yang menganut “Qodariyah” akan lebih mengutamakan ikhtiar daripada tawakkal. Sebaliknya, orang yang menganut “Jabariyah” (fatalisme) cenderung bertawakkal mengabaikan ikhtiar. Tapi bagi seseorang yang beraqidah “Ahlussunnah Waljama’ah” akan menganut prinsip “at-Tawaazun” (keseimbangan) antara ikhtiar dan tawakkal. Keduanya harus berjalan beriringan, seperti yang dilakukan oleh Masyarakat ponorogo. (DEW)

Biografi Penulis

Lilik Maesaroh

Lilik Maesaroh, Ponorogo 24 Agustus 2001. Email: lilikmaesaroh364@gmail.com

About author

No comments