Saat ini kita berada di zaman serba cepat dan instan yang merupakan wujud konsekuensi dari adanya modernisasi serta kemajuan IPTEK yang telah dirasakan oleh masyarakat. Dalam hal ini, modernisasi sudah memberikan dampak dalam berbagai bidang termasuk ekonomi, politik serta sosial dan budaya. Pada dasarnya, modernisasi sangat berkaitan dengan kemajuan IPTEK atau Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang setiap harinya sudah semakin canggih. Sehingga, manusia sebagai objek dari adanya modernisasi tak dapat dipisahkan oleh teknologi karena telah menjadi bagian penting dari kebutuhan pokok yang wajib dirasakan dan dinikmati manfaatnya. Berbicara mengenai kemajuan teknologi tentu akan berkaitan dengan hadirnya beragam media yang menjadi alat untuk mempermudah manusia dalam berkomunikasi.
Sebut saja internet, internet merupakan sebuah produk teknologi yang telah berkembang sebagai wujud dari adanya modernisasi puluhan tahun yang lalu. Menurut Kayo, Mori, dan Takano (1996) mendefiniskan internet sebagai jaringan yang memiliki 3 keistimewaan. Keistimewaan pertama yang terdapat dalam internet adalah kebebasan internet. Internet dapat memberikan penggunanya semacam kuasa untuk saling memberi dan menerima informasi secara bebas. Kedua, internet memiliki keistimewaan, yaitu lebih dinamik serta dinilai sangat mengikuti perkembangan waktu. Kebanyakan informasi dalam internet yang biasa diakses adalah informasi – informasi yang paling baru apabila dibandingkan dengan informasi dalam media cetak. Ketiga, internet merupakan sebuah jaringan yang bersifat interaktif. Hal ini dikarenakan melalui internet, setiap penggunanya dimungkinkan untuk dapat berinteraksi dengan pengguna lain di dunia ini setiap saat.
Dari adanya internet, munculah bentuk baru dari media teknologi dan komunikasi yang juga menjadi bagian penting dari internet yaitu media sosial. Hadirnya media sosial menjadikan perubahan yang signifkan dalam berkomunikasi di masyarakat saat ini. Beragam media sosial telah digunakan oleh masyarakat termasuk Facebook, Twitter, Instagram dan WhatsApp. Selain itu, berbagai manfaat telah dirasakan oleh masyarakat dengan adanya media sosial, yakni komunikasi tak terbatas jarak, waktu, ruang. Bisa terjadi dimana saja, kapan saja, tanpa harus tatap muka. Bahkan media sosial mampu meniadakan status sosial, yang sering kali sebagai penghambat komunikasi.
Namun, hadirnya media sosial di masyarakat bukan semata-mata hanya memberikan dampak yang positif. Karena, kenyataannya ada berbagai dampak negatif dalam berbagai bidang dari adanya media sosial. Salah satunya, di lingkungan sosial sendiri adanya media sosial sedikit banyak telah mengubah perilaku manusia. Seperti halnya fenomena yang sedang hangat saat ini, yakni perilaku bersedekah atau beramal yang menjadi bahan atau konten dalam unggahan media sosial di masyarakat. Sebelum membahas lebih dalam mengenai fenomena ini, mari kita ulas sedikit.
Apa sih sedekah itu? Menurut Wikipedia.com, sedekah secara umum diartikan sebagai suatu pemberian seorang muslim kepada orang lain secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Sedekah lebih luas dari sekadar zakat ataupun infak. Dalam agama Islam, adanya sedekah merupakan wujud dari ajaran untuk melakukan kebaikan kepada sesama manusia yakni dengan berbagi. Selain membantu sesama, sedekah juga akan mendatangkan pahala dan kebaikan lainnya.
Anjuran untuk bersedekah tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 215 yang mengandung arti, Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan.” Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Dari ayat tersebut, dapat kita ketahui jika sedekah merupakan amal shaleh dan salah satu bentuk ibadah yang dicintai Allah SWT. Hal tersebut karena sedekah merupakan wujud dari sebuah kebenaran penghambaan kepada Allah SWT dan juga merupakan bukti atas kepercayaan pelakunya dalam kebenaran imannya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sedekah tidak dibatasi oleh jumlah dan waktu. Dalam ajaran agama Islam, melakukan sedekah tidak ada ketentuan dan keharusan seberapa banyak dari harta yang kita keluarkan untuk disedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Akan tetapi, yang menjadi poin utama dalam melakukan ibadah sedekah yakni niat dan ikhlas saat melakukannya.
Niat dan Ikhlas adalah ruh dalam melakukan sedekah, jika tidak ada keikhlasan maka tidak akan mendapat pahala dan ridho dari Allah saat melakukan sedekah. Begitupun dengan niat, niat melakukan sedekah yakni untuk mendapat ridha Allah SWT, bukan untuk mencari kepentingan duniawi. Akan tetapi, di zaman serba instan dan cepat ini rupanya poin utama dalam melakukan sedekah sudah berubah seiring dengan perkembangan zaman serta budaya di lingkungan masyarakat. Hal tersebut terjadi karena adanya modernisasi dan perkembangan IPTEK yang terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kian hari, fenomena bersedekah yang menjadi bahan atau konten dalam unggahan media sosial tak hanya terjadi di kota-kota besar saja. Dimana, hal tersebut juga terjadi di desa atau daerah-daerah yang jauh dari kota-kota besar. Fenomena tersebut terjadi juga karena dampak dari canggihnya teknologi dan luasnya jangkuan media sosial saat ini. Perkembangan teknologi tentu menciptakan ruang tersendiri bagi penggunanya yang dapat berinteraksi dengan pengguna lain tanpa harus berhadapan secara langsung. Dengan mengunggah perilaku beramal atau sedekah, secara tidak langsung memaksa pengguna media sosial lain melihat aktivitasnya yang berupa foto atau video, sehingga muncul motivasi untuk melakukan hal yang sama.
Rupanya hal tersebut terbukti, saat ini banyak sekali kita jumpai di berbagai platform media sosial unggahan-unggahan mengucap syukur untuk dibagikan ke dunia maya. Sebagai contoh, salah satu warga desa A di daerah Jawa Timur, dengan sengaja mengunggah foto sebuah kertas dengan tulisan nominal uang yang akan ia sumbangkan untuk pembangunan masjid. Tulisan tersebut tertera dengan jelas sebesar Rp100.000,00 dengan dibumbui caption “Bismillah, menyumbang untuk Pembangunan masjid”. Ada pula seorang warga lain juga mengunggah sebuah video dan juga foto yang di dalamnya terdapat beberapa kotak makanan yang sedang ditumpuk, sekilas memang tak ada yang aneh dari unggahan tersebut. Namun, dalam unggahan tersebut juga dibumbui caption, “Alhamdulillah, Jum’at berkah. Hari ini 20 kotak akan diberikan ke ta’mir masjid. Alhamdulillah, semoga berkah”. Dan masih banyak lagi beragam unggahan sedekah di media sosial. Kemudian yang menjadi pertanyaan penting, “Lalu, bagaimana Islam memandang hal ini?”
Dari Q.S Al-Baqarah ayat 271 arti dari ayat tersebut ialah “Jika kamu menampakkan sedekah-sedekah-(mu) maka itu adalah baik, dan jika kamu menyembunyikannya (sedekah itu) dan kamu berikan kepada orang-orang fakir maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kamu; dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahan kamu; dan Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dari sini dapat kita pahami jika sebenarnya Islam tidak melarang umat Muslim untuk melakukan sedekah dengan cara terbuka ataupun diketahui orang banyak seperti halnya mengunggah ke media sosial. Namun, hal ini perlu di garis bawahi mengunggah sedekah di media sosial perlu dibarengi dengan niat yang juga baik. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, niat dan hati yang ikhlas adalah kunci utama dalam melakukan sedekah terlepas dari dilakukan secara tertutup ataupun terbuka. Pada dasarnya, umat muslim yang mengunggah perilaku bersedekahnya ke platform media sosial itu boleh, jika dilakukan dengan niat kebaikan yakni ingin menginspirasi orang lain.
Akan tetapi, jika niat melakukannya hanyak untuk kepentingan duniawi atau dengan kata lain untuk riya’ ataupun pamer maka hal ini perlu dihindari. Niat seperti ini yang wajib dihindari, sebagai umat Islam kita mengetahui jika pamer merupakan motif-motif tertentu yang berlawanan dengan tuntunan agama sebagaimana yang diingatkan Al-Qur’an dalam surah al-Ma’un. Riya itu sejatinya adalah perbuatan hati yang kemudian diekspresikan dengan perilaku. Dan perilaku itulah yang merepresentasikan niat yang ada di dalam hati si pelakunya. Sedekah ke media sosial akan menjadi riya manakala maksudnya untuk dipuja-puji atau ada motif lain yang berlawanan dengan perintah bersedekah itu sendiri. Dan hal ini yang menjadi fokus dalam fenomena yang terjadi saat ini. Perilaku manusia saat ini sudah banyak ‘dikuasai’ oleh teknologi yang merupakan wujud dari dampak negatif modernisasi. Oleh sebab itu, fenomena ini perlu untuk segera diatasi dengan berbagai upaya yang berpedoman pada Yaumul Qur’an dan Al-hadist. Dan salah satu upayanya yakni dengan meneguhkan gagasan Tradisionalisme Islam.
Gagasan Tradisionalisme Islam ini merupakan alternatif yang ditawarkan Sayyed Hossein Nasr yang merupakan seorang intelektual Islam dan guru besar dan juga seorang filsuf muslim. Ia mengemukakan gagasan dalam upaya membebaskan manusia modern dari berbagai keruwetan hidup, baik ketegangan karena primordialisme maupun kehilangan makna hidup karena materialisme, lewat filsafat tradisionalnya adalah sufistik. Upaya tersebut dilakukan dengan cara Tajdid atau pembaharuan ke arah Islam tradisi. Keyakinan atau aqidah adalah unsur yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Ia merupakan referensi bagi suatu tindakan, dalam arti bahwa sebelum seseorang melakukan suatu perbuatan, dia selalu menimbangnya dengan keyakinan yang dimilikinya. Dan semua dorongan itulah yang menyebabkan timbulnya dorongan yang kuat bagi Nasr untuk tetap menggelorakan pembaharuan (tajdid) ke arah bangkitnya kembali Islam Tradisional yang diyakininya merupakan solusi terbaik bagi
Umat Islam untuk mengangkat kembali Islam yang telah “terinjak” di bawah peradaban modern barat termasuk juga teknologi yang juga berkaitan dengan media sosial. Fenomena mengunggah sedekah ke media sosial yang hanya diniatkan untuk riya’ perlu diatasi dengan meneguhkan gagasan Tradisionalisme Islam ini. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 114 yang artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhoan Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar.” Allah SWT tentu tidak suka dengan orang yang riya’ atau pamer. Meskipun tidak ada larangan dalam melakukan sedekah secara terang-terangan, namun sedekah secara diam-diam memiliki banyak keutamaan. Keutamaan bersedekah secara diam-diam yakni dapat memadamkan kemurkaan Allah SWT dan meraih jalan untuk menuju keikhlasan.
Imam Abu Hamid Al Ghazali, dalam Kitabnya Ihya Ulumiddin, mengatakan jika memberikan sedekah dengan sembunyi-sembunyi itu dapat terselamatkan dari riya’ dan kemasyuran. Diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW bahwa sedekah yang paling utama adalah sedekahnya orang miskin dengan sembunyi-sembunyi, yang dengan jerih payahnya, dia mendapatkan harta, kemudian dia menyedekahkannya kepada orang yang tidak dikenal. “Barang siapa menyebut-nyebut sedekahnya, berarti menginginkan kemasyhuran. Dan barang siapa yang membeli di tengah-tengah orang banyak, dia adalah ahli riya,” kata Imam Ghazali. Hal ini menjadi gambaran mengenai upaya meneguhkan gagasan Tradisionalisme Islam untuk Tajdid ke arah Islam tradisi. Umat Islam saat ini perlu untuk kembali mengupayakan poin utama dalam melakukan sedekah yakni niat dan ikhlas dalam melakukannya. Adanya media sosial adalah dampak positif dari modernisasi jika dimanfaatkan dengan benar. Menggunakan media sosial bukan berarti segala sesuatu yang dilakukan perlu untuk dibagikan ke khalayak umum di dunia Maya. Termasuk juga kegiatan sedekah yang merupakan salah satu bentuk ibadah. Di zaman modern ini, manusia perlu untuk bijak dalam mengimplikasikan adanya kemajuan teknologi termasuk media sosial. Karena, hidup di tengah kemajuan semu dunia modern telah banyak meracuni pikiran umat manusia sehingga harus segera diluruskan dengan kembali pada nilai-nilai tradisi Islam, yang dilandasi oleh Al-Qur’an dan al-Hadits. (EN)
Reference :
Wahana Inovasi, Volume 8 No.2 Juli-Des 2019 Issn : 2089-8592. Dampak Modernisasi Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat.
Asnawati Matondang. Universitas Islam Sumatera Utara, Pengaruh Modernisasi dan Globalisasi Terhadap Perubahan Sosial Budaya di Indonesia (Effect of Modernization and Globalization of Sociocultural Changes in Indonesia).
Robby Darwis Nasution, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Komunikasi dan Media Sosial (Communications and Social Media).
Errika Dwi Setya Watie. The Messenger, Volume III, Nomor 1, Edisi Juli 2011.
PROFILE PENULIS
Emmy Khamidah Hanafi adalah mahasiswi Psikologi Islam IAIN Kediri. Karyanya pernah terbit di www.qureta.com dengan judul Kisah Laksamana Cheng Ho, Sang Armada Laut yang hebat. Untuk mengenal lebih dekat silakan hubungi email pribadi penulis emmyhnafi@gmail.com.
No comments