MENGULIK PEMBANGUNAN EKONOMI SERTA BUDAYA DI DESA MOJOAYU

0

Desa Mojoayu adalah desa yang terletak di Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Desa ini terletak di perbatasan Kecamatan Plemahan dan Kecamatan Kunjang. Desa ini letaknya strategis karena  ada jalan alternatif yang banyak dilewati kendaraan yang akan ke Jombang, Mojokerto, Surabaya, dan yang lainnya. Sementara jika ke selatan jalannya bisa ke Kota Kediri dan Tulungagung.

Desa Mojoayu banyak menghasilkan bahan makanan seperti beras, bawang, sayuran, dan bahan makanan lainnya. Bahan makanan ini banyak dikirim ke Kota Kediri, Pare, dan Surabaya. Kota-kota tersebut menjadi tujuan dari bahan makanan tersebut. Sawah-sawah di Mojoayu memiliki produktivitas yang tinggi, namun harga beras di kalangan internasional mempunyai harga yang tinggi.

Namun, petani di dalam negeri cukup banyak yang mengalami kemiskinan. Kondisi ini juga berlangsung di Desa Mojoayu. Kebanyakan petani di desa ini juga hidup di bawah  garis kemiskinan. Hal ini dikarenakan  pengolahan lahan yang kurang optimal dan panjangnya rantai produksi. Dan penyebab harga beras menjadikannya mahal karena kurangnya efisiensi dalam menggarap lahan. Dimana kalau di negara lain seperti Jepang seorang petani bisa mengolah lahan 7-10 hektar. Dalam pembagian harta warisan  satu anak mewarisi sawah orang tuanya. Jika dia mempunyai anak lebih dari satu maka anak lainnya akan diberikan harta warisan berupa hal lainnya.

Hal ini berbeda dengan yang ada di Desa Mojoayu dimana seorang petani biasanya mengolah lahan seluas 50-200 ru, jika dalam luasan meter maka seorang petani menggarap lahan 2,22 meter sampai  8,89 meter persegi. kebiasaan berbagi harta warisan di Mojoayu berupa pembagian lahan yang dibagi rata dengan saudaranya.

Selain itu dalam menggarap sawah mereka masih ketergantungan menggunakan bahan kimia yang bisa merusak kesuburan tanah. Penggunaan petisida dan pupuk kimia dalam jangka panjang akan merusak tanah. Tanah lambat laun akan kehilangan kesuburannya dan tidak bisa ditanami lagi.

Selain perekonomian di bidang pertanian, juga ada yang lain seperti adanya pabrik jeli sebagai penyerap tenaga kerja. Tenaga kerja kebanyakan lulusan dari SMK atau SMA yang  berasal dari desa atau daerah sekitarnya hampir 30 persen warga desa menggantungkan hidupnya sebagai pekerja pabrik di sana. Dan untuk sisanya merantau untuk kuliah atau bekerja di luar kota.

Memang sisi positif dari adanya pabrik yaitu penyerapan tenaga kerja supaya tidak ada yang namanya pengangguran. Tapi sisi negatifnya bagi pekerja yaitu upah dari para buruh yang terkadang tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Sedangkan jika dilihat dari sisi lingkungan yaitu adanya polusi udara yang sangat menyengat baunya, aroma ini sangat mengganggu penciuman, tidak hanya tercium di Desa Mojoayu saja tapi juga sampai ke desa lainnya seperti Desa Bungkul dan Desa Ringinsari.

Selain pencemaran udara ada juga pencemaran air, dimana limbah jeli yang berbau tidak enak dibuang ke sungai Desa Bungkul. Akibat dari pembuangan ini adalah rusaknya ekosistem sungai yang ada dan ikan-ikan banyak yang mati, serta air sungai yang berbau sehingga air tersebut tidak bisa dipakai untuk mengairi sawa-sawah petani.

Tapi sekarang dalam membuang limbah akan ditampung ke dalam bak netralisir. Bak ini akan menetralisir limbah-limbah beracun yang berasal dari pabrik. Di dalam bak ini limbah yang berbau dan beracun akan di tampung dan ditambah dengan zat penetralisir sehingga netral. Setelah netral limbah akan dimasukkan ikan untuk melihat aapakah ikan tersebut dapat bertahan hidup. Jika ikan dapat bertahan hidup maka limbah yang sudah netral bisa dibuang di sungai.

Perkembangan agama Islam sendiri sudah banyak mengalami peningkatan pada masa sekarang. Pada awalnya ada seorang kyai yang menyebarkan agama Islam di Desa Mojoayu, menurut mitos yang ada dia datang ke sebuah wilayah yang masih berupa hutan lebat dan menebangnya sehingga bisa dihuni dan terbentuklah Desa Mojoayu.

Seiring perkembangan zaman semakin pesat dan makin banyak orang yang menetap. Hal ini dikarenakan lokasinya yang strategis berada di dekat industri dan berada di jalan raya besar yang dilewati banyak kendaraan besar yang menuju ke Jombang, Mojoketo, dan Surabaya.

Pembangunan di desa-desa sekarang menjadi program pembangunan pemerintah. Pemerintah menggelontorkan jumlah dana yang tidak sedikit guna membangunan desa. Desa memang menjadi penyanggah perekomian dan bahan makanan ke wilayah kota, yang notabennya lahan di sana yang masih sedikit untuk menanam makanan pokok, sehingga memerlukan desa  sebagai penyedia bahan pangan.

Perkembangan Islam di desa ini juga dipengaruhi organisasi besar Islam yaitu NU. NU memberikan dampak besar bagi desa seperti adanya pengajian, majlis taklim, atau sholawatan. Dengan adanya kegiatan ini selain menambah ilmu akan dunia Islam juga bisa menambah penghasilan bagi warga sekitar, karena adanya masyarakat dari luar desa yang berkunjung.

Dengan adanya pemasukan dari acara tersebut maka otomatis pembangunan seperti tempat ibadah dann pendanaan untuk kegiatan agama yang lain akan bisa terlaksana dengan baik. Maka pembangunan desa bahkan lebih memajukan kemakmuran masyarakat akan tercapai dan agama yang mereka anut akan semakin melekat.

Bahkan pimpinan ranting NU tinggal di Desa Mojoayu. Dengan adanya ranting pimpinan NU maka beragam acara untuk memperdalam dan menumbuhkan perekonomian warga setempat juga akan lebih baik. Hampir setiap tahun ada acara yang bersifat keagamaan yang diikuti Jemaah NU se-Kediri Raya.

Selain itu Desa Mojoayu juga memiliki kebiasaan seperti setiap tahun ada tradisi yaitu bersih desa. Bersih desa adalah tradisi slametan atau upacara adat untuk memberikan danyang desa. Danyang merupakan roh leluhur yang menjaga desa. Masyarakat Jawa percaya kalau setiap desa ada roh penjaganya atau danyang.

Bersih desa dilakukan untuk membersihkan dari roh-roh jahat yang mengganggu kentrentraman warga desa yang dilakukan oleh masyarakat desa setiap tahun. Biasanya bersih desa dilakukan di makam para leluhur. Namun, di Desa Mojoayu acara diadakan di lapangan terbuka nan luas dengan mengadakan acara wayangan, dalangnya pun berasal dari dalam desa. Namun, sebelum  acara wayangan diadakan maka doa-doa terlebih dahulu dimakam leluhur lalu malamnya diadakan acara wayangan.

Tujuan dari bersih desa adalah sebagai upacara adat, memiliki makna spiritual di dalamnya. Tradisi bersih desa ini tidak hanya ada di Desa Mojoayu tapi juga di desa lainnya, karena ini merupakan tradisi yang sudah lama dilakukan oleh para leluhur Jawa. Masyarakat Jawa memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap hal-hal yang bersifat spiritual.

 Pertama-tama bersih desa bertujuan untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan adanya bersih desa diharapkan bahwa Tuhan akan melimpahkan berkat serta nikmat-Nya dan melindungi Desa Mojoayu dari segala mara bahaya dan balak yang mengancam penduduk Desa Mojoayu.

Selanjutnya yaitu meminta hasil panen yang melimpah kepada Tuhan. Ini merupakan hal-hal yang penting dipanjatkan karena masyarakat desa hampir 75 persen berprofesi sebagai petani yang menggantungkan hidupnya pada hasil panen. Hasil panen yang melimpah bisa bisa digunakan untuk memenuhi sehari-hari dan bisa dijual. Masyarakat Desa Mojoayu memiliki solidaritas yang tinggi. makanan  yang dimakan saat acara merupakan sumbangan dari masyarakat desa yang kemudian dimakan bersama-sama.

Pada zaman dahulu masyarakat Desa Mojoayu sendiri sudah memiliki kepercayaan terhadap animisme dan dinamisme. Sehingga mereka percaya terhadap hal-hal yang tidak bisa dijelaskan oleh akal sehat. Hal ini juga berlaku di Desa Mojoayu. Kepercayaan itu masih ada bahkan sampai sekarang.

Selain tradisi  bersih desa ada juga tradisi bersih-bersih mushola dan masjid yang dilakukan setiap sebelum ramadhan tiba. Masyarakat bergotong royong membersihkan masjid atau mushola yang akan dipakai dalam melakukan sholat terawih secara berjamaah. Kalau hari biasa keadaan mushola atau masjid sepi orang berjamaah, namun kalau bulan ramadhan orang-orang banyak sekali yang datang untuk berjamaah. Mungkin karena pada saat ramadhan pahala dilipat gandakan sehingga banyak masyarakat datang.

Asal-usul dari Desa Mojoayu sendiri bahwa dikatakan menurut legenda pada saat desa ini masih berupa hutan belantara ada seseorang yang menebang pohon-pohon itu sehingga bisa dijadikan pedesaan. Namun, kebanyakan pohon-pohon tersebut berupa pohon mojo yang buah dari pohon ini sangatlah pahit dan banyak gadisnya yang cantik kalau di Jawa disebut ayu. Sehingga disebut Mojoayu.

Salah satu legenda yang terkenal dari Desa ini yaitu ada sebuah gentong dari batu yang tidak bisa dipindahkan. Menurut cerita yang ada gentong tersebut dipindahkan ke balai desa, semula gentong itu berada di mushola. Pada pagi hari dipindahkan ke balai desa kemudian pada pagi harinya lagi gentong tersebut pindah kembali ke mushola.

Selanjutnya ada legenda mengenai buaya putih yang mendiami sungai, buaya ini menurut warga sering muncul di bawah jembatan yang menghubungkan jalan utama. Namun tidak ada bukti yang kuat guna membuktikan bahwa buaya itu benar adanya. Menurut sesepuh itu merupakan danyang Desa Mojoayu.

  Dan ada legenda mengenai adanya ikan gabus raksasa yang bisa menghancurkan bendungan kecil di anak sungai. Legenda ini muncul dikarenakan ada seseorang pernah melihat ikan gabus yang sangat besar sampai bisa menghancurkan bendungan kecil yang terbuat dari besi. Besi merupakan bahan yang sangat kuat, mungkin ini merupakan ikan gaib.

Ada cukup banyak legenda, tradisi, ataupun budaya yang ada di Desa Mojoayu. Ini merupakan salah satu kekayaan tersendiri, dimana kita sebagai generasi penerus harus tetap melestarikannya, melestarikan hal-hal yang memang benar-benar baik dan tepat untuk dilestarikan. (EN)

BIOGRAFI PENULIS

Agus Tri S.

Agus Tri S., penulis merupakan mahasiswa IAIN Kediri. Ia tergabung dalam Formadiksi-KIP IAIN Kediri. Selain itu, di rumah penulis meluangkan waktunya untuk mengajar les sekaligus mengaji. Untuk mengenal lebih dekat, Anda dapat menghubungi e-mail: trisuniagus14@gmail.com.

About author

No comments

Doomed

A loud voice comes out of the sweet mouth in the midst of the old wilderness of “The damned, go away!!” in anguish I cast ...