Tak bisa dipungkiri, keberadaan media sosial sangat mendominasi di era yang modern ini utamanya bagi kaum milenial yang menjadikan media sosial sebagai kebutuhan utama. Bagaimana tidak, hanya sekali klik, maka semua informasi yang diinginkan bisa tersaji dengan cepat dan lengkap. Informasi telah menjadi suatu hal yang begitu berhamburan pada era medsos ini. Saking membeludaknya, pembaca hampir tidak punya ruang lagi untuk meneliti apa, bagaimana, atau darimana berita tersebut berasal.
Bahkan, fakta di atas telah mendorong kita untuk masuk pada satu era yang disebut “post-truth era” dimana pada masa tersebut kebenaran tidak lagi ditentukan oleh standar kebenaran umum yang sebelumnya dianut, tetapi kebenaran tersebut lebih ditentukan oleh seberapa masif kebenaran tersbut diekspos. Sehingga, jika anda ingin dianggap benar, cukup ekspos saja kebenaran sebanyak-banyaknya, maka anda akan diasumsikan benar. Atau kalau logikanya dibalik, berita apapun kalau diekspos secara masif niscaya akan dianggap sebagai suatu kebenaran.
Penyebaran informasi yang begitu pesat membuat masyarakat awam merasa bingung akan kebenaran. Tidak heran jika banyak sekali beredar berita “hoax” di media sosial hanya dengan unggah, unduh dan “share” karena cepatnya informasi menyebar tanpa dikonfirmasi kebenarannya. Tidak semua informasi yang tersebar adalah benar. Tidak hanya di tulisan, video bahkan ini juga terjadi di informasi lisan. Bukan salah pembaca dan pendengar. Beberapa pembaca awam memang memerlukan waktu belajar memahami bagaimana memilih informasi. Maka pentingnya menanamkan pengetahuan terhadap pembaca pemula tentang perlunya kemampuan menyeleksi berita. Maka memang benar, jika semua dari kita mulai dari anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua sedang mengalami fase “kebingungan”.
Lantas?
Untuk dapat tetap “sadar” pada era demikian ini, maka dibutuhkan suatu keterampilan yang disebut “literasi”. Tidak heran kalau kemudian muncul gagasan pendidikan literasi pada konteks pendidikan formal karena begitu pentingnya keterampilan tersebut pada masa kini. Literasi tersebut secara teoritis berdiri diatas 2 (dua) landasan keterampilan. Yang pertama disebut “Lower Order Thinking Skills (LOTS)”, sementara yang kedua disebut “Higher Order Thinking Skills (HOTS)”.
LOTS mensyaratkan seseorang agar memiliki keterampilan untuk memproses bentuk-bentuk kebahasaan, semisal orthographical processing, lexical acces, syntactic phrasing hingga pragmatical analysis. Pada tahap ini, ukurannya bukan bisa atau tidak bisa, tetapi rentang keterampilan mulai dari tidak terampil, kurang terampil, cukup terampil, dan seterusnya.
Sementara HOTS lebih kompleks lagi, karena mensyaratkan seseorang untuk memiliki pengetahuan, baik teoritis maupun praktis, memiliki pengalaman, dan memiliki kepekaan terhadap kondisi sosial yang ada.
Pengetahuan praktis dapat diperoleh melalui pengalaman membaca yang bersifat ekstensif, namun pengetahuan teoritis hanya didapat melalui proses membaca buku-buku induk teori yang akan memakan banyak waktu.
Demikianlah tantangan individual kita mengarungi samudera informasi, apabila kita tidak cukup terampil, bisa saja kita hanya akan menjadi badut-badut propaganda yang berbahagia di dalam halusinasi tentang kebenaran. Merasa bahwa semua berita yang dibaca adalah benar padahal sebaliknya dan terpengaruh dengan informasi yang belum tentu benar. Tantangan era milenial ini memang merupakan tantangan baru sebagai efek dari masa transisi dimana orang mulai berpindah dari gaya klasik melihat televisi atau mendengarkan radio dengan saluran tertentu ke era menggunakan media online didukung dengan kecanggihan teknologi lainnya.
Demikianlah tulisan ini bukan diteruskan dari “siapa”, tetapi ini adalah satir yang ditulis dengan jari sendiri, huruf per huruf, kata per kata untuk membuka wawasan kita semua akan pentingnya memilah dan memilih sumber dan dari mana informasi di social media itu berasal sehingga kita tidak menjadi bagian dari penyebar “hoax”.
Mari kita perbaiki kualitas bangsa dengan membudayakan literasi: READ AND WRITE. Tidak hanya membaca sumber sebanyak-banyaknya tetapi juga jeli dalam memilih dan menyaring berita beserta sumbernya. Penting juga bagi kita untuk memulai menulis, tidak hanya menulis komentar dan atau kritikan, menulis hal-hal yang menginspirasi dan menambah wawasan juga sangat penting. Berhenti menyebar berita “hoax”. Budayakan literasi, untuk kualitas bangsa yang lebih baik. Salam… (@D)
Luqman Ahsanul Karom adalah Dosen STAINU Malang, dan juga Pengasuh PP. PPAI Annahdliyah Karang Ploso-Malang.
No comments