TOREHAN PENA

0

Buku adalah bagian dari hidupku. Keberadaan buku sangat berarti bagiku. Hari-hariku dikelilingi oleh buku, sehingga aku sangat menyukai buku. Dari dulu aku sudah suka mengoleksi buku. Setiap ada promo atau bazar buku, aku selalu berkunjung dan minimal membeli sebuah buku. Buku-buku koleksi kurapikan di almari perpustakaan mini pribadiku. Perpustakaan mini ini berada di sudut kamarku dan hanya tersedia satu almari kayu yang terdiri dari empat rak. Memang tidak besar, tetapi kurasa cukup untuk memuat beberapa koleksi bukuku. Ada beberapa novel dan buku praktis yang belum sempat terbaca. Mungkin hanya sekadar dibuka segelnya saja dan hanya sempat aku beri sampul plastik.

Saat masih sekolah, aku sudah mulai mengoleksi beberapa buku, tapi tidak banyak. Aku lebih memilih pergi ke perpustakaan sekolah dan meminjam beberapa buku yang aku rasa menarik untuk dibaca dibanding membeli beberapa buku di bazar. Kupikir sama saja, yang penting isinya sudah kuketahui. Taulah , ya, kantong siswa bagaimana.

Selain itu, dalam memilih buku untuk dikoleksi, aku juga tidak gampang pilih-pilih atau harus memiliki jenis buku tertentu. Yang terpenting dalam memilih buku versiku, isinya menarik dan perlu untuk dibaca. Oh iya, aku mengoleksi buku tidak serta-merta hanya mengoleksi, tetapi aku juga memiliki hobi membaca buku.

Awal mula aku berhobi ini, aku diajak orang tuaku membaca buku bersama mereka saat masih di sekolah dasar. Hal ini mereka lakukan dengan dalih karena melihatku tidak terbiasa bermain dengan anak-anak sebayaku, sehingga mereka berusaha membiasakanku dengan buku. Yang teringat, waktu itu buku pertama yang orang tuaku baca bersamaku adalah buku yang bercerita tentang perjuangan seorang pahlawan negara. Dipermulaan pembiasaan, aku merasa sedikit bosan dengan kegiatan ini. Namun, lambat laun aku terbiasa, bahkan ketagihan. Kegiatan ini rutin kami lakukan setiap bulan, minimal satu bulan sekali saat waktu senggang.

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, orang tuaku mulai tidak lagi melakukan kegiatan rutin ini bersama-sama. Mereka menganggap aku mulai beranjak dewasa dan mulai membebaskan untuk melakukan apa yang aku inginkan. Namun karena sudah menjadi rutinitas, membuatku terus melakukan kebiasaan ini. Aku merasa ada yang kurang dalam diriku, jika sekali waktu tidak membaca buku. Hari-hari luang selalu kuisi dengan membaca banyak buku.

Sampai saat ini, aku tidak pernah merasa bingung memanfaatkan waktu senggang. Bahkan waktu senggang adalah waktu yang kutunggu-tunggu untuk mencari buku bacaan yang aku butuhkan. Aku merasa dengan membaca buku bisa mengetahui dunia luar, meskipun aku tidak berada di sana atau tidak sedang berkunjung.

Kebiasaanku membaca buku khususnya novel dan cerita-cerita inspiratif, membuatku berkeinginan untuk menjadi penulis. Aku tidak memiliki bakat dalam kepenulisan, tetapi aku berusaha untuk terus belajar dan mengasah kemampuan menulisku. Sedikit demi sedikit, aku mulai mencoba peruntungan untuk menerbitkan karya-karyaku sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Karya pertamaku saat itu, ialah sebuah puisi. Aku mencoba mengirimkannya kepada sebuah majalah lokal daerah. Aku tidak pernah memikirkan honor yang akan diperoleh setelahnya. Aku hanya memikirkan bagaimana karyaku dapat terbit dan dapat dibaca oleh orang lain. Alhamdulillah, puisi itu diterima dan terbit tiga bulan setelah aku mengirimkannya.

Awalnya aku kaget dan tidak percaya jika karyaku bisa terbit. Apalagi ini adalah kali pertama aku mengirimkan karya pada sebuah lembaga. Aku dirundung kebimbangan selama tiga bulan masa penantian. Aku hampir putus asa. Aku tidak berharap banyak pada percobaan pertama. Namun setelah aku menerima surat pos yang berisi namaku di sana dan kucoba memeriksa kembali berkali-kali majalah yang terbit pada waktu itu, ternyata benar karya pertamaku terbit bersama puisi-puisi yang lainnya.

Usahaku dalam menorehkan pena tidak hanya cukup sampai situ. Setelah berhasil menembus majalah, kucoba lagi mengundi peruntungan. Kali ini aku mengikuti berbagai lomba dan masih berkutat dalam menulis. Kurasa usahaku belum berhasil. Meskipun dalam perlombaan aku belum pernah menang, tapi aku yakin melalui cara ini aku dapat mengenal bagaimana dunia menulis lebih dalam. Gagal bukan hambatan untuk terus melaju, tetapi gagal merupakan cambuk untuk terus melaju. Aku selalu bangkit dan terus mencoba setiap kesempatan yang ada di depan mataku.

Aku terus belajar terkait dunia menulis dan berusaha untuk berkarya hingga saat ini. Melalui menulis aku percaya, meskipun jiwa raga ini sudah tidak ada, karya-karyaku akan tetap abadi. Selain itu, menurutku dengan menulis aku juga bisa mengenal banyak orang dari seluruh penjuru nusantara melalui komunitas menulis yang saat ini mudah ditemukan pada media sosial. Kami bisa saling berbagi banyak hal, tidak hanya terkait bagaimana proses dalam menulis, tetapi latar belakang dan juga tujuan, serta motivasi mereka menulis.

Aku memang tidak berbakat dalam menulis, tetapi aku percaya bahwa tulisanku layak dibaca oleh orang banyak. Aku bangga dengan karyaku yang saat ini mungkin tidak seberapa. Aku menghargai usaha diriku untuk terus berkarya. Aku selalu mengapresiasi apa yang aku lakukan agar aku lebih semangat dalam berkarya. Aku tidak pernah merasa puas dalam berkarya. Aku masih berkeinginan mengembangkan dan membuatnya menjadi lebih layak dibaca oleh orang-orang. Aku yakin aku bisa menjadi penulis profesional.

Aku membayangkan jika aku terus istiqomah belajar dan membuat sebuah karya sampai tua nanti, bisa jadi jika dikumpulkan karya itu memenuhi perpustakaan mini pribadiku saat ini bahkan mungkin membutuhkan ruangan khusus untuk itu. Apalagi di masa pandemi sekarang ini, menulis sudah menjadi rutinitas keseharianku, bukan lagi hanya dilakukan di waktu luang. Akan ada banyak kesempatan untuk mengasah keterampilan menulis dan memunculkan banyak ide-ide yang bisa aku tulis nantinya. Apalagi dengan adanya gawai, memudahkanku untuk mencari dan membaca lebih banyak buku dari mana saja dan tidak perlu terlebih dulu mengoleksi sebelum membacanya sebagai salah satu cara menambah pembendaharaan kata. Selain itu, aku juga dapat menulis ide yang muncul tiba-tiba kapan saja. Aku berharap torehan pena ini tidak terhenti pada diriku tapi ini akan terus mendarah daging sampai ke anak cucuku. (EN)

Ahsana Taqwiyan

Ahsana Taqwiyan atau biasa dipanggil Ahsana, merupakan mahasiswi program studi Pendidikan Agama Islam semester tujuh di IAIN Kediri. Meski tengah sibuk mengerjakan tugas-tugas kuliah, ia masih meluangkan waktu untuk menulis. Apabila ingin mengenal penulis lebih dekat, dapat menghubungi di e-mail pribadinya ahsanataqwiyan@gmail.com atau akun Instagram @ah_wiyan4.

highlight

About author

No comments

CERPEN; MBAH DJALIL dan TRADISI

“Mbah… Bangun Mbah!”, teriak seorang laki-laki usia berbadan gempal sembari menggoyang-goyangkan  tubuh seorang kakek. Kakek tersebut tergeletak lemas di tanah tak sadarkan diri. Orang-orang mengerumuninya ...