Melihat kilas balik sebelum adanya wabah covid-19, setahun, dua tahun, sepuluh tahun, yang lalu. Disaat semua baik-baik saja. Disaat jalanan ramai penuh dengan kendaraan yang lalu lalang. Pusat perbelanjaan ramai pengunjung sejak jam buka hingga tutup. Tempat wisata ramai dengan kunjungan wisatawan entah keluarga besar, keluarga kecil ataupun muda mudi yang sedang kasmaran. Warung-warung pinggir jalan tidak pernah sepi pengunjung. Kafe yang penuh sesak oleh anak muda.
Sejak 2 orang terdeteksi positif virus corona di Indonesia. Hari-hari terus berlanjut, mulai dari kebijakan masker hanya untuk orang sakit, hingga kebijakan masker wajib untuk semua orang yang keluar rumah. Ketakutan masyarakat akan luar biasanya penyebaran virus ini menjadi pemicu kepanikan dan mulai saling membatasi diri dalam bersosialisasi jarak dekat.
Seperti halnya di kampung halaman saya di Desa Bangsongan Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri. Masyarakat desa yang dahulu sebelum terjadi pandemi covid-19 bersikap guyup rukun, tanpa adanya batas bersosial. Sekarang semuanya berjaga jarak dengan orang lain, tidak saling berdekatan. Pandemi ini juga berdampak pada sektor perekonomian masyarakat. Beberapa hari terakhir ini pelaku ekonomi yang paling terdampak atas pandemi ini yaitu pedagang di pasar tradisional, pendapatan mereka berkurang sampai 50% hal tersebut dikarenakan kebijakan desa yang mengharuskan para pedagang yang berjualan di pinggir jalan untuk pindah ke dalam pasar agar tidak terjadi kerumunan ketika mereka melayani pembeli. Mereka hanya bisa mengeluh, berdoa, berusaha agar pandemi ini segera selesai dan kehidupan mereka kembali seperti sedia kala.
Sektor lain yang terdampak yaitu pendidikan. Kacau balaunya sistem pendidikan sudah terjadi di awal kemunculan virus corona dan masih akan berlanjut serta semakin parah jika tidak benar-benar dikelola dengan baik. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) (5/3/2020) merilis bahwa wabah virus corona telah berdampak terhadap sektor pendidikan. Hampir 300 juta siswa terganggu kegiatan sekolahnya di seluruh dunia dan terancam hak-hak pendidikan mereka di masa depan. Di Indonesia, pendidikan merupakan sektor yang mengalami kegoncangan yang hebat, sampai pada keluarnya keputusan Menteri Pendidikan untuk belajar di rumah dan meniadakan UN. Hal tersebut berakibat pada anak-anak di desa saya yang akan melanjutkan ke sekolah menengah pertama/atas menjadi kesulitan mendapatkan sekolah favorit di Kota Kediri yang diinginkan dikarenakan sistem penilaian berdasarkan rata-rata raport sehingga mereka tidak dapat bersaing dengan anak-anak asli dari Kota Kediri. Para siswa banyak yang mengeluh, karena semua sistem pembelajaran berbasis online yang sebelumnya belum pernah mereka lakukan.
Pandemi ini pun juga berdampak pada kegiatan belajar mengajar para mahasiswa seperti saya yang sekarang ini sedang melakukan kegiatan KKN-DR 2020. Kegiatan KKN yang tidak seperti kegiatan KKN pada tahun-tahun sebelumnya. Semua kegiatan dilakukan secara daring, dimana mahasiswa tidak lagi dipilihkan tempat ber-KKN oleh LP2M di tempat tertentu, seperti tahun-tahun sebelumnya, melainkan mahasiswa ber-KKN di rumahnya atau dekat lingkungan rumahnya masing-masing. Kita ber-KKN sendiri-sendiri. Kita harus mengurus dan mencari perizinan KKN, sesuai pola pilihan KKN secara sendiri-sendiri kepada aparat dan tetua kampung dekat wilayah mereka masing-masing. Akibatnya tidak ada kata-kata cinta lokasi, tidak ada rasa bingung besok masak lauk apa, tidak ada rasa capek saat mencuci piring yang banyak, tidak ada perawatan diri bersama, tidak ada tidur berdesakan dengan teman lain dan masih banyak lagi. Padahal hal-hal seperti itu yang para mahasiswa tunggu-tunggu saat kegiatan KKN. Namun apalah daya mahasiswa angkatan 2017 tidak merasakan hal-hal menyenangkan seperti itu. Yang dirasakan mahasiswa KKN saat ini seperti di cetak menjadi manusia selebgram dan youtuber.
GEMBIRA, satu kata terpenting dalam dunia pendidikan. Namun pada kenyataannya, seperti yang kita ketahui bersama, kegembiraan itu seolah-olah sirna dengan adanya pembelajaran secara daring sebagai dampak pandemi Covid-19. Segudang masalah telah dikeluhkan orangtua siswa. Keluhan sejenis juga dirasakan siswa lain. Bahkan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan sudah menerima ratusan pengaduan dari berbagai wilayah di Indonesia. Sejumlah siswa/mahasiswa mengeluh karena beratnya penugasan dari guru/dosen yang harus dikerjakan dengan tenggat waktu yang sempit. Seperti halnya keluhan para orang tua yang kehilangan pekerjaannya, kehilangan mata pencaharian saat ini padahal di sisi lain ia harus terus dan tetap menghidupi, mencukupi semua kebutuhan anak dan istrinya.
Terkadang di balik proses pendidikan masa pandemi dan new normal saat ini, mencium telapak tangan ibu ketika berangkat ke sekolah, tergesa-gesa berangkat sekolah karena berangkat kesiangan, omelan ibu ketika pagi hari karena sulit membangunkan anak-anaknya itu merupakan salah satu hal yang sangat saya rindukan. Namun semua itu mungkin akan jadi kenangan. Namun saat ini dengan mencium telapak kaki ibu saya adalah ujung harapan dari perjuangan saya. Bagaimana tidak, ibu yang sebelumnya hanya menjadi seorang ibu rumah tangga yang semua kebutuhan nya tercukupi namun sekarang harus bekerjasama dengan bapak untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Ketika saya harus terus terang memberi tahu jadwal untuk membayar UKT, ekspresi orang tua hanya diam dan saya hanya bisa menunduk dan meneteskan air mata, kecewa dengan diri sendiri mengapa belum bisa membayar biaya kuliah sendiri. Bagaimana tidak, saya tahu orang tua sedang dalam masa yang kurang bagus sedangkan Handphone harus terus ter-update untuk menunjang kegiatan belajar daring, membutuhkan aplikasi pembelajaran seperti zoom, google meet yang aplikasi tersebut menyita banyak kuota data yang semuanya hanya bisa dibeli dengan uang. Senlmentara dibalik itu punggung orang tua yang tersakiti, pergi petang pulang petang terus mereka jalani.
Berbekal niat, cita-cita tinggi dan keinginan yang kuat, saya tetap semangat untuk menjalani kehidupan yang berbeda. Demi kebahagiaan kedua orang tua, demi kesuksesan dimasa mendatang. Saya berusaha berusaha berpikir jernih untuk melihat adakah sisi baik yang masih bisa ditemukan di tengah carut-marutnya kondisi yang sedang terjadi. Ya, ternyata ada. Dibalik pandemi ini terdapat hikmah yang luar biasa yaitu alam semakin asri, kita jadi lebih dekat dengan keluarga, punya banyak waktu dengan keluarga, menjadi seorang yang penabung, menjadi manusia dengan pola hidup bersih dan sehat, terlatih untuk beradaptasi, dan masih banyak lagi. Dalam dunia pendidikan pun juga begitu. Pendidikan dan Pandemi Covid-19 bagian dari salah satu bentuk upaya menuju peremajaan alam. Keduanya menjadi tantangan dalam mencerdaskan anak bangsa. Pendidikan juga upaya membentuk insan akademis, pencipta, pengabdi yang berpikir secara mandiri dan dapat bertanggungjawab atas terbentuknya masyarakat adil dan makmur dengan ridho Allah SWT.
Lalu bagaimana Ekonomi Syariah menyikapi hal ini?
Ekonomi Syariah merupakan salah satu solusi dari keadaan ini. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov menyampaikan ekonomi syariah bisa meringankan tekanan akibat pandemi corona. Seperti contohnya, instrumen dana sosial syariah seperti zakat, infaq, sodakoh, dan wakaf (ziswaf) dapat dimanfaatkan untuk membantu masyarakat terdampak Covid-19. Abra mengatakan masa pandemi telah membuat masyarakat lebih solid dalam mengumpulkan dana sosial.
Zakat memiliki peran penting untuk membantu situasi dan kondisi, agar tidak terpuruk dalam ekonomi berkaitan adanya penyebaran virus corona jenis baru yang berdampak pada merosotnya sebagian sektor ekonomi, keuangan dan bisnis, berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Seperti pada firman Allah pada Q.S Al Hasyr ayat 7 ” Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
Pernyataan Allah dalam Al-Qur’an di atas yaitu ingin menegaskan bahwa zakat dalam Islam merupakan cara Islam untuk mendistribusikan kekayaan agar tidak terjadi jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Salam… (@D)
* Novita Epriliana adalah Mahasiswi aktif Prodi Ekonomi Syariah-IAIN Kediri (Email: novitaepriliana210499@gmail.com)
No comments