Formalitas Slogan “Jauhi Virusnya, Bukan Orangnya”

0

“Jauhi virusnya, bukan orangnya” adalah slogan yang sudah tak asing lagi di telinga. Memasuki bulan Desember, slogan ini selalu terpampang baik pada media cetak, media elektronik, ataupun saat pembicaraan dari mulut ke mulut. Slogan tersebut ramai digaungkan guna menunjukkan aksi kepedulian (carity) terhadap orang dengan HIV/AIDS.

Orang dengan HIV/AIDS atau yang biasa disebut dengan ODHA menjalani hari-harinya dengan penuh perjuangan. Perjuangan melawan penyakit yang diderita sekaligus perjuangan menghadapi lingkungan sosial. Bisa dianalogikan bahwa menghadapi lingkungan sosial jauh lebih menakutkan daripada menghadapi kematian akibat virus ini.

Stigma negatif yang sudah termaktub di pikiran khalayak umum tentang HIV/AIDS sudah tidak bisa dikontrol lagi. Mayoritas orang beranggapan bahwa ODHA itu membahayakan lingkungan dan harus diisolasi agar virus yang dimilikinya tidak tersebar. Padahal ODHA itu masih bisa dan perlu untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan sosial. Hal ini akan membuat mereka lebih kuat lagi dalam menghadapi penyakitnya. Namun, realita berkata lain. Pengucilan bahkan perundungan terhadap ODHA secara tidak sadar terus dilakukan.

Lalu, apa makna sebenarnya dari slogan, “Jauhi virusnya, bukan orangnya”? Slogan yang ramai diperbincangkan saat tanggal 1 Desember sebagai peringatan HIV/AIDS sedunia. Apakah ini sebuah aksi nyata sebagai bentuk kepedulian atau hanya buaian semata? Karena jika dilihat dalam pengaplikasiannya masih sangat minim sekali.

Mungkin ada beberapa miss information atau kurangnya pengetahuan yang dimiliki masyarakat tentang HIV/AIDS. Mereka hanya tahu bahwa HIV/AIDS adalah penyakit yang mematikan, belum ada obatnya, dan merupakan penyakit menular. Sangat menakutkan memang. Hal ini membuat masyarakat merasa waspada dan tanpa sadar berujung pada tindakan pengucilan bahkan perundungan terhadap orang dengan HIV/AIDS.

Suatu hal yang wajar memang saat seseorang berupaya melindungi orang-orang terkasihnya dari virus atau penyakit ini. Namun, akan lebih baik dan bijak lagi saat kita paham akan masalah ini. Perlu ditekankan bahwa melindungi orang-orang terkasih bukan berarti menjauhi orang dengan HIV/AIDS. Ini adalah tindakan yang kurang tepat.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndome (AIDS) adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. HIV adalah virusnya dan AIDS adalah kumpulan gejala penurunan kekebalan tubuh, sehigga tubuh menjadi rentan terhadap penyakit lain yang mematikan.[1]

Untuk mengetahui seseorang mengidap HIV/AIDS hanya bisa dilakukan dengan pengujian di laboratorium. Pengujian yang dilakukan dengan mengukur zat anti (antibodi) dalam darah penderita. Saat seseorang telah terindikasi HIV/AIDS, lingkungan akan sulit menerima dikarenakan takut akan ikut tertular apabila berkontak fisik dengan ODHA.

Padahal penularan HIV/AIDS tidak sesederhana itu. HIV/AIDS hanya dapat ditularkan melalui darah, cairan sperma, cairan vagina, air mani, maupun jarum suntik. Secara umum ada 4 hal yang bisa menyebabkan seseorang tertular HIV/AIDS. Pertama, penularan lewat sanggama. Pemindahan yang paling umum dan paling sering terjadi adalah melalui hubungan seksual. Di sini HIV dipindahkan melalui cairan sperma atau vagina. Oleh karena itu hubungan seks yang tidak aman atau seks bebas harus dihindari. Kedua, penularan lewat transfusi darah. Jika darah yang ditransfusikan telah terinfeksi oleh HIV, maka kemungkinan besar pihak yang menerima transfusi akan terinfeksi virus juga. Ketiga, penularan lewat jarum suntik. Sangat penting untuk memastikan kesterilan jarum suntik yang dipakai saat melakukan tato, tindik, bahkan penggunaan narkoba. Keempat, penularan lewat kehamilan. Jika ibu hamil terinfeksi HIV, risiko virus tersebut menular ke janin yang dikandungnya adalah 20%-40%.[2]

Dari keempat cara penularan HIV/AIDS dapat ditarik kesimpulan bahwa bersentuhan atau berinteraksi dengan ODHA tidak akan menyebabkan kita tertular virusnya. Kita masih bisa bermain ataupun makan dan minum bersama ODHA tanpa khawatir akan tertular. Jadi, merupakan suatu tindakan yang berlebihan dan tidak elok apabila pengucilan dan perundungan masih saja dilakukan oleh masyarakat.

ODHA sangat membutuhkan dukungan yang besar untuk berjuang dan bertahan melawan penyakitnya. Pengucilan dan perundungan akan membuat mereka semakin tertekan, terpuruk, dan kehilangan semangat hidup. Tetap bersikap biasa tanpa membedakan saat berinteraksi dengan mereka adalah suatu cara yang bijaksana yang harus diaplikasikan. Dengan ini, mereka akan merasa tetap diterima dalam lingkungan masyarakat sehingga kepercayaan diri dan semangat untuk hidup pasti meningkat.

Kesimpulan yang bisa diambil ialah menggaungkan slogan “Jauhi virusnya, bukan orangnya” adalah aksi kepedulian yang baik. Namun akan jauh lebih baik lagi jika itu tidak hanya dijadikan sebagai formalitas dan ceremonial peringatan hari HIV/AIDS sedunia saja. Kita harus mengaplikasikan makna slogan tersebut pada kehidupan kita. Tindakan pengucilan bahkan perundungan adalah tindakan yang tidak manusiawi. Menerima adalah jalan yang paling baik dan bijak. Menerima ODHA bukan berarti mendekati virusnya. Menerima adalah sebuah bentuk dukungan sosial (social support) yang wajib diberikan pada saudara-saudara yang terinfeksi HIV/AIDS. (DEW)

[1] Adji Dhama, Pedoman Kesehatan Remaja (Jakarta: Archan, 2012), 47.

[2] Mabes PMI, Pedoman Kesehatan Remaja (Jakarta: Palang Merah Indonesia, 1994), 51.

Biografi Penulis

Endang Sulistyowati

*Endang Sulistyowati, penulis adalah mahasiswi aktif program studi Psikologi Islam IAIN Kediri, yang juga sebagai editor muda di media online resmi milik lembaga dan salah satu penulis dalam buku antologi yang berjudul ‘Anti Toxic Mind’. Instagram: @endangswp_ (email: endangsw567@gmail.com)

DAFTAR PUSTAKA

Dhama, Adji. Pedoman Kesehatan Remaja. Jakarta: Archan. 2012.

PMI, Mabes. Pedoman Kesehatan Remaja. Jakarta: Palang Merah Indonesia. 1994.

About author

No comments