ANALISIS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DARI SUDUT PANDANG ALIRAN EMPIRISME

0

Anak usia dini merupakan anak usia 0 sampai 5 tahun atau usia pra-sekolah. Dimana ini adalah fase anak-anak bermain dengan anak seusianya, membuat kelompok bermain, menciptakan kedekatan dengan temannya, dan poin paling penting yaitu mengenali lingkungan bermain mereka. Selain itu, pada fase usia dini juga menjadi titik awal anak-anak belajar mengenali lingkungannya, karena anak-anak mempunyai naluri untuk mengenali apa yang ada dalam lingkungannya, tentunya dengan pemahamannya sendiri. Proses belajar ini, dilakukan secara alami dan tanpa sadar, sebab ketika bermain dalam lingkungannya anak akan merasa tertarik dengan hal-hal baru. Dari ketertarikan itulah, anak akan mencari tahu hal menarik tersebut. Dengan mengenali dan mendekatinya, kemudian memaknai hal menarik tersebut dengan pemahamannya sendiri.

Pemahaman akan hal tersebut merupakan sebuah titik awal yang menjadi proses belajar melalui pengalaman yang diperoleh sebelumnya. Setelah itu, anak akan semakin mencari tahu melalui orang terdekatnya yang menurutnya dapat menjelaskan hal itu. Pastinya, orang terdekat yang akan dipilih oleh anak tersebut adalah orang tua. Di sinilah peran orang tua sangat penting, karena orang tua harus dapat membuat anaknya dapat memahami segala hal yang ditanyakan dengan bahasa yang sederhana.

Kemudian, anak usia dini akan memasuki fase pra-sekolah, yaitu pengenalan dengan sekolah dengan bersekolah di lembaga-lembaga pendidikan usia dini seperti Tapos, Play Group. Disinilah anak usia dini mulai mendapat proses belajar pendidikan yang melibatkan proses berpikir yang akan menghasilkan pengetahuan baru. Proses belajar yang lebih formal dengan tatanan peraturan agar anak bisa lebih mengolah kemampuan sensorik, motorik halus dan kasar. Selain itu, agar anak dapat memulai berpikir logis, disiplin, dan mandiri.

Akan tetapi, terkadang lembaga-lembaga pendidikan usia dini tidak menerapkan prosedur belajar yang sesuai untuk anak usia dini. Sehingga, lembaga pendidikan usia dini yang seharusnya meningkatkan kemampuan dan perkembangan sensori motorik dan penalaran anak, tetapi malah menjadi sebuah beban yang pastinya berdampak pada psikologis sekaligus pola pikir anak tersebut. Dimana seharusnya tenaga pendidik di setiap lembaga-lembaga pendidikan usia dini dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bagaimana seharusnya anak usia dini yang harus belajar dengan bermain dan dengan penalaran pemahaman pemikirannya sesuai dengan usia anak tersebut.

Namun, kebanyakan lembaga-lembaga pendidikan usia dini di desa penulis bertolak belakang, contohnya seperti pengenalan huruf alfabet, metode membaca yang seharusnya baru mereka dapatkan ketika fase sekolah atau usia 5 tahun ke atas. Di sisi lain para tenaga pengajar lembaga ini, juga terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kegiatan belajar anak usia dini tidak sesuai dengan peraturan pemerintah, yaitu: Pertama, adanya tuntutan oleh wali murid yang meminta agar anaknya diajarkan metode membaca, padahal jika dilihat dari usia anak tersebut masihlah kurang, hal itu membuat pengajar di lembaga tersebut harus mengajarkan huruf alfabet dan membaca yang tentunya masih terlalu berat. Kedua, adanya unsur persaingan di antara lembaga-lembaga pendidikan usia dini yang mempunyai tujuan untuk menjadi yang terbaik, agar mendapat perhatian dari masyarakat dengan baik dan tentunya memperoleh siswa dalam jumlah besar. Akan tetapi, karena persaingan ini, mengorbankan anak tersebut yang pastinya merasa terlalu dipaksa dan terlalu ketat pula. Dari kedua faktor tersebut, sangatlah berdampak pada tumbuh kembang anak usia dini.

Dampak yang paling berbahaya adalah psikologis anak yang akhirnya merujuk pada adanya ketidaknyamanan. Membuat anak mengalami kesulitan belajar terutama perhatian dan fokus anak ketika memperhatikan guru, serta kesulitan saat mengerjakan soal-soal. Ketidaknyamanan membuat anak menjadi terbebani, malas, dan tertekan. Padahal, anak-anak usia tersebut mempunyai naluri yang akan berkembang dengan seiring berkembangnya pengalaman mereka yang akan membuat anak-anak tersebut akan menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan belajar huruf dan membaca. Tentu, jika kesadaran itu datang pada anak-anak itu sendiri pastilah akan memudahkan para pendidik dan orang tua dalam mengawasi proses belajar anak. Selain itu, anak juga dapat memberikan dorongan atau motivasi pada dirinya sendiri untuk dapat mencapai tujuannya yaitu dapat memahami huruf alfabet dan juga membaca tentunya yang sekarang menjadi tuntutan dari orang tua mereka. Maka, sangat dibutuhkan komunikasi yang kondusif dan kerja sama  yang baik di antara guru dan orang tua. Oleh karena itu, di sini penulis akan mengupas pendidikan usia dini dalam perspektif epistimologi filsafat ilmu. Tujuannya, agar kita lebih mengetahui bagaimanakah pendidikan yang benar untuk anak usia dini agar dapat memberi dampak positif kepada anak dan tumbuh kembangnya.

Setelah penjabaran latar belakang kasus di atas, penulis akan menerangkan salah satu aliran dalam filsafat ilmu yaitu aliran empirisme. Dengan aliran empirisme ini, akan dijadikan sudut pandang dalam memberikan pendidikan pada anak usia dini yang tepat dan pastinya sesuai dengan kemampuan penalaran anak usia dini.

Empirisme berasal dari kata Yunani “Empeirisko” yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan jika dikembalikan pada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi. Pengetahuan inderawi bersifat parsial, sebab adanya perbedaan antara indera yang berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang dapat ditangkap sesuai dengannya. Menurut John Locke (1632-1704) mengemukakan teori Tabula Rasa (Sejenis buku catatan kosong). Maksudnya, manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, kemudian pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, sampai akhirnya memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-kelamaan menjadi kompleks, lalu tersusunlah pengetahuan berarti. Jadi, bagaimanapun kompleks pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.

Anak usia 5 tahun yang harus mulai belajar membaca

Dari penjelasan sebelumnya, sudah diketahui bahwa tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang anak baik fisik, mental, maupun psikososial. Dimana anak mulai melakukan interaksi dengan anak-anak seusianya untuk bermain bersama, membuat kelompok bermain, menciptakan kedekatan dengan temannya, dan mengenali lingkungan bermain mereka. Mereka akan mengeksplor lingkungan untuk memperoleh pengalaman baru yang nantinya akan menjadi sebuah pengetahuan baru yang tentunya sesuai dengan kemampuan penalaran mereka. Di sini kita dapat melihat bahwa naluri anak usia dini atau fase pra-sekolah untuk mengeksplor psikososial dan lingkungan merupakan proses belajar untuk mendapatkan pengalaman baru yang akan menjadi sebuah pengetahuan yang bermakna bagi mereka. Tentunya dengan dukungan orang tua dengan memberikan perhatian dan juga memberikan penalaran yang sesuai dengan usia anaknya dari pertanyaan yang ditanyakan anak terkadang cenderung kritis pada fase ini.

Sehingga, proses pengembangan pengalaman menjadi optimal dan mendukung tumbuh kembang baik fisik dan psikologis anak. Kemudian, peran lembaga pendidikan usia dini adalah untuk membantu anak berkembang dengan baik sesuai tugas perkembangannya. Maka, dibutuhkan serangkaian program yang bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar untuk anak. Di mana hal tersebut harus yang menarik perhatian anak dan tentunya memberi rasa nyaman pada anak itu sendiri. Serangkaian program ini, tentunya dirancang oleh para pendidik dengan menggunakan acuan perkembangan anak yaitu dengan mengacu pada kurikulum.

Kurikulum adalah sebuah rencana kegiatan atau dokumen tertulis yang mencakup strategi untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh hasil belajar yang memberikan pengalaman baru kepada anak dan sebagai pengoptimalan tugas perkembangan anak itu sendiri. Maka, hendaknya program atau kurikulum yang akan dijadikan acuan dalam belajar haruslah mencakup beberapa poin, sebagai berikut:

  1. Hendaknya mencakup seluruh aspek perkembangan anak baik fisik, sosial emosional, bahasa, estetika maupun kognitif.
  2. Konten atau bahan pembelajaran memiliki rantangan yang luas antara disiplin ilmu yang relevan dengan sosial dan konteks budaya sekitar yang melibatkan intelektual dan mampu memberi makna mendalam bagi anak secara individual.
  3. Memberikan bahan pembelajaran yang telah diketahui dan dapat dilakukan oleh anak, agar dapat menggali kemampuan baru berdasarkan pada pengalaman yang diperoleh.
  4. Perencanaan bahan pembelajaran yang efektif selalu memadukan berbagai topik materi, sehingga dapat membantu anak membuat suatu hubungan yang bermakna dan mengembangkan kemampuan anak untuk berstrategi pada suatu objek.
  5. Mengarahkan pada pengembangan pengetahuan dan pemahaman, proses dan keterampilan sebanding dengan penerapan keterampilan, dan kelanjutan pembelajaran.
  6. Konten atau bahan pembelajaran memiliki integritas intelektual, merefleksikan konsep, dan keterampilan intuisi dari disiplin ilmu yang dipelajari dengan cara yang dapat diterima dengan penalaran usia anak tersebut.

Anak usia 4,5 tahun mendapat buku yang tidak sesuai usianya

Dari pemaparan mengenai kurikulum pendidikan anak usia dini, diharapkan para pendidik dapat membuat kurikulum yang patut dan sesuai dengan usia anak agar dapat diterima dengan baik dengan anak-anak tersebut. Sehingga, hasil dari proses pembelajaran dapat diterapkan saat anak-anak melakukan interaksi dengan lingkungan mereka.

Setelah pemaparanan di atas,  maka dapat disimpulkan bahwa pandangan empiris menjelaskan manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi. Menurut John Locke mengemukakan teori Tabula Rasa (Sejenis buku catatan kosong). Maksudnya, manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, kemudian pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, sampai akhirnya memiliki pengetahuan. Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar. Tentunya dari pendekatan empiris tersebut, pendidikan anak usia dini mempunyai peranan yang sangat penting. Dengan adanya pendidikan usia dini dapat mengoptimalkan proses pertumbuhan dan tugas perkembangan anak usia dini. Sehingga, proses belajar anak tidak hanya berdasarkan pengalaman saja tetapi juga dengan penalaran yang dapat memberikan pemahaman pengetahuan yang lebih jelas dan benar. Di sisi lain, peran orang tua di sini juga menjadi poin penting pula, sebab hubungan anak dan orang tua sangatlah mempengaruhi tumbuh kembang anak pula. Tentunya, sudah semestinya orang tua juga ikut andil memberikan pengalaman yang baik dan juga bermakna pula, sehingga dapat tercipta kerja sama yang baik antara orang tua sebagai guru di rumah dan para pendidik di sekolah. (EN)

Biografi Penulis

*) Dilla Amnila Khusna

Seorang mahasiswi aktif program studi Psikologi Islam semester lima di IAIN Kediri.

About author

No comments