WASATHIYAH ISLAM DALAM PANDANGAN PUTRA AFGHANISTAN; Catatan Singkat Buku Prof. Mohammad Hasyim Kamali “The Middle Path of Moderation in Islam” (2015)

0

Mohammad Hashim Kamali adalah salah satu pemikir muslim yang karyanya banyak dibaca oleh masyarakat Barat. Putra Afghanistan yang lahir pada 1944 itu telah banyak menulis buku dalam bahasa Inggris. Diterbitkan oleh universitas ternama, di antaranya ialah “Islamic Commercial Law” (2000) diterbitkan oleh Cambridge University Press, “Moderation and Balance in Islam: The Qurʼānic Principle of Wasatiyyah” (2010) dan “The Middle Path of Moderation in Islam: The Qurʼānic Principle of Wasatiyyah” (2015) keduanya diterbitkan oleh Oxford University Press. Tidak heran jika karya-karya alumni the University of London itu disebut oleh Tariq Ramadan sebagai “significant references” dalam Islamic studies.

Selama ini, tokoh yang telah mendedikasikan 40 tahun dari usia hidupnya ini dikenal sebagai pakar hukum Islam. Dua bukunya yang berjudul “Freedom of Expression in Islam” (1994) dan “Principles of Islamic Jurisprudence” (1999) menunjukkan kapasitasnya sebagai guru besar hukum Islam di IIUM Malaysia. Kali ini, dengan buku The Middle Path of Moderation in Islam, Kamali fokus mengulas konsep wasathiyah. Dalam beberapa dekade terakhir, konsep ini perlu diketengahkan. Mengingat masyarakat muslim dan dunia pada umumnya sedang menghadapi dua kutub ekstrem. Di satu sisi ada teror radikalisme, di sisi lain, kencang dihembuskan islamophobia.

Lebih lanjut, buku setebal 337 halaman ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama menjabarkan konsep wasathiyah. Di bagian ini, Kamali menyajikan sandaran al-Qur’an dan hadis. Rujukan kitab tafsir dan syarah hadis sangat komprehensif. Begitu juga ditambah dengan pendapat ulama klasik dan kontemporer. Di bagian ini, wasathiyah juga dikaitkan dengan prinsip-prinsip tauhid dan maqashid syariah. Kamali berkesimpulan bahwa wasathiyah (moderasi) adalah jantung dan metode berislam (moderation is the heart and the way). Karenanya, interpretasi yang ekstrem bukanlah cara yang tepat. Baik ekstrem radikal fundamentalis ataupun ekstrem liberalis.

Di bagian kedua, buku yang diberi kata pengantar oleh Tariq Ramadhan, cucu Hasan al-Bana (1906-1949) yang kini menjadi guru besar di Oxford Universty ini menawarkan pemaparan yang bernas. Dimana prinsip wasathiyah disandingkan dengan isu-isu yang menjadi tantangan masyarakat kontemporer. Di antaranya ialah moderasi sebagai jalan keluar mengatasi kerusakan lingkungan, menurunkan gaya hidup konsumerisme, mengatasi ketimpangan ekonomi, mengurangi dampak negatif globalisasi, dan mewujudkan good government untuk menegakkan keadilan dan melawan korupsi. Wasatiyah juga erat kaitannya dengan upaya melindungi kesetaraan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan (kesetaraan gender).

Selain itu, prinsip wasathiyah juga menjadi panduan untuk menyikapi perbedaan (ikhtilaf) di kalangan intern umat Islam. Di bagian ini dirujuk pendapat imam al-Syafi’i (150-204 H) yang menegaskan bahwa pendapat kita mungkin benar dan pendapat orang lain salah, tetapi juga mungkin sebaliknya. Pendapat orang lain benar, pendapat kita yang salah. Dengan prinsip keseimbangan ini, perbedaan pendapat bukanlah titik celah untuk saling mengejek, apalagi menyesatkan, tetapi sebaliknya. Perbedaan menjadi rahmat untuk saling belajar dan memperkaya pandangan.

Dengan menelaah per lembar buku putra Afghanistan ini, kita akan tercerahkan. Tetap optimis dan yakin bahwa agama adalah petunjuk terbaik bagi manusia. Meskipun sebagian saudara-saudara kita ada yang kurang tepat memahaminya. Sehingga terjebak dalam cara pandang dan sikap yang esktrem. Baik karena faktor ketidaktahuan atau juga karena ego dan emosi.

Lantas tertarikkah Anda? Mari kita saling berwasiat dan bernasihat dalam kebaikan.

Muhammad Hanifuddin*

Muhammad Hanifuddin*

*Muhammad Hanifuddin adalah Dosen Darus-Sunnah International Intitute For Hadith Sciences dan pengkaji di Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia.

highlight

About author

No comments