Dewasa ini, dunia tengah dilanda oleh problematika sebuah virus yakni Virus Corona atau Covid-19. Mulanya di awal tahun tepatnya di Wuhan China, dengan berjalan waktu virus mulai sedikit demi sedikit menyebar ke seluruh penjuru dunia tak terkecuali Negara Indonesia. Berbagai kebijakan pun diambil oleh semua negara untuk memotong mata rantai penyebaran Covid-19 tersebut.
Organisasi kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO, menyarankan untuk seluruh negara termasuk Indonesia mulai mengambil kebijakan melakukan pola hidup sehat. Di antaranya selalu mencuci tangan, menggunakan masker baik yang sehat maupun sakit, menjaga jarak (Social distancing), dan menghindari kerumunan. Hal tersebut dimulai sejak Indonesia mengumumkan pada Senin (02/03/2020) dimana dua WNI diduga tertular Covid-19 karena telah melakukan kontak dengan warga Negara Jepang.
Setelah satu bulan kasus pertama diumumkan jumlah pasien positif bertambah pada tanggal 02/04/2020 mencapai 1.790 kasus. Indonesia mulai serius gencarkan kebijakan-kebijakan unruk memutus penullaran virus ini. Semakin baru penularan Covid-19 mulai melonjak, telah diketahui data terakhir pada 31/05/2020 sudah mencapai 26.473 orang dinyatakan positif Covid-19, sebanyak 6.035 orang dinyatakan sembuh dan sebanyak 1.613 orang dinyatakan meninggal.
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menonaktifkan kegiatan dengan banyak orang, sekolah mulai diliburkan, pembatasan kegiatan keagamaan, bekerja dari rumah (Work From Home) dan pembatasan kegiatan di area publik. Masyarakat dibuat takut oleh virus hingga terjadi tekanan secara psikologis pada masyarakat. Gejalanya yaitu merasa takut berlebihan sehingga mereka semakin tertekan. Sialnya, imun mereka menjadi menurun karena dogma-dogma yang memenuhi pemikiran mereka. Pada akhirnya, tatanaman kehidupan sosial menjadi tidak dapat diprediksi dan terdapat ruang ketidakpastian.
Lebih spesifik di Provinsi Jawa Timur 29 kabupaten dan kota dinyatakan sebagai zona merah Kamis (09/04/2020) jumlah kasus terbanyak positif Covid-19 yakni 93 kasus (Surabaya), 20 Kasus (Sidoarjo), 10 Kasus (Malang), 8 kasus (Gresik). Kian hari, pasien semakin bertambah di daerah Jawa Timur secara kumulatif kasus posistif mencapai 18.828 orang dari 38 kabupaten/kota. Bulan Mei, pemerintah Provinsi Jawa Timur melakukan PSBB secara bertahap untuk seluruh wilayah di Jawa Timur. Namun, PSBB Surabaya Raya (Surabaya–Sidoarjo-Gresik) diperpanjang hingga 8 juni 2020. Perpanjangan ini dilakukan untuk menekan penyebaran virus corona yang semakin meningkat.
Mengingatkan 3 kota ini sebagai tempat atau jalur yang padat dibidang industri, terutama di wilayah Kabupaten Gresik Selatan yang sangat berdekatan dengan Surabaya. Sementara itu, wilayah Sidoarjo termasuk wilayah industri. Adapun rata-rata pekerjaan utama masyarakat Gresik Selatan yaitu sebagai pekerja swasta di pabrik. Akibat adanya pandemi ini banyak pabrik yang mengalami kerugian yang besar–besaran karena produk yang dihasilkan tidak dapat dikirim ke pelanggan atau distributor. Sehingga terjadi penumpukan serta tidak ada pemasukan untuk menggaji para pegawai yang bekerja. Akhirnya, beberapa pabrik mengeluarkan kebijakan PHK besar-besaran untuk mengurangi pengeluaran mereka. Uang pesangon yang diberikan pun tidak sesuai yang harus mereka dapat kan. Imbasnya, karyawan yang di PHK banyak merasa kebingungan harus bekerja apa untuk memenuhi biaya kehidupan sehari-hari mereka, meski mendapat pesangon itu tidak cukup .
Apalagi adanya PSBB ini mereka tidak bisa mencari pekerjaan di luar wilayah, sehingga masyarakat merasa dirugikan sekali. Tidak hanya yang bekerja di pabrik, pedagang kecil, tukang parkir, bahkan petani kehilangan pendapatan. Akibat Pandemi Covid-19 ini setiap masyarakat yang merasa sakit memeriksakannya ke rumah sakit. Namun, tidak sediikit dari mereka dinyatakan sebagai pasien Positif Covid-19 tanpa adanya tes dahulu dan penyakit yang diderita tidak merujuk kepada gejala tertular Covid 19.
Dampak dari sekian kontemplasi problem di atas, membuat masyarakat terpaksa mengeluarkan biaya lebih untuk melakukan tes Covid-19 yang terbilang sangat mahal sekali tesnya. Sehingga, saat itu banyak masyarakat yang enggan memeriksakan sakitnya ke rumah sakit kecuali yang memiliki sakit berat yang wajib untuk periksa. Mereka mengobatinya secara tradisional atau membeli obat di apotek.
Tidak hanya dalam sektor ekonomi yang mengalami penurunan dan kerugian akibat pandemi Covid-19. Hal ini pula merambat pada dunia pendidikan juga. Kondisi proses kegiatan belajar mengajar atau KBM menjadi terhambat. KBM yang biasanya dilaksanakan secara tatap muka terpaksa dilakukan dengan berbasis sistem pembelajaran secara daring atau online. Sebagian pelajar berargumen tidak semua dilakukan secara online menjadi nyaman dan menyenangkan. Para siswa dan orang tua mengeluhkan pembelajaran secara daring ini. Pernyataan demikian selaras dengan hasil wawancara yang saya lakukan yakni terampau banyak keluhan. Ibu Irma contohnya, beliau mengeluhkan sistem pembelajaran secara daring ini bagi anaknya yang masih duduk dikelas 1 SD, beliau berpendapat “Akibat pandemi ini, belajar dilakukan di rumah, menurut saya justru membuat anak menjadi malas-malasan saat belajar, nggak mau belajar kalo nggak sama gurunya, pas waktu daring anak saya juga nggak mau nongol dia bilang “Ma adik nggak mau sekolah di HP nggak enak , adik nggak paham“, Kata anaknya. Kalau dapat tugas suka nangis karena mungkin bosan ya ngerjain senidri tidak bersama- sama temannya. Bu Irma berharap semoga pandemi ini segara berakhir dan kembali normal seperti biasanya , karena banyak sekali yang dirugikan “
Melihat kondisi yang semakin banyak masyarakat yang terpapar akibat Covid-19. Pemerintah sudah berupaya tegas menghimbau seluruh masyarakat untuk selalu menggunakan protokol kesehatan yang telah ditentukan. Namun, ternyata tidak sedikit dihiraukan oleh masyarakat atas himbauan tersebut. Masih banyak masyarakat yang melanggar dengan beraktivitas di luar rumah.
Seperti Siti Rukoiyah 44 tahun, seorang petani warga Sumberwaru, Gresik saat ditanya, ibu kenapa masih suka keluar rumah tanpa menggunakan masker dan mematuhi protokol, beliau “Kita kan hidup desa suka ke sawah kena sinar matahari tidak mungkin kena penularan Covid-19, kita juga tidak keluar jauh-jauh dari desa. Lalu, menggunakan masker setiap hari rasanya sesak nak, ya kalau takdirnya kena Covid-19 ya berrti udah waktunya, sekarang sakit apapun di kira positif juga. ‘Ya mosok ndek omah terus Nduk, suwi-suwi ya blenger!”, bicara dalam Bahasa Jawa.
Kini, masyarakat mulai terbiasa bahkan sudah tidak peduli dengan kata “corona” atau “Covid-19”. Mereka berstigma bahwa virus itu sudah tidak dan tidak ada sebenarnya. Namun, meski berstigma seperti itu tidak sedikit bahwa warga Sumberwaru, Gresik yang terpapar Covid-19 ini, tetapi mereka menghadapinya dengan santai, tenang “Ya udah dikarantina saja kan selesai virusnya!”. Tapi, tokoh penting masyarakat Sumberwaru seperti Kepala Desa tetap berusaha untuk menghimbau masyarakatnya melakukan protokol kesehatan saat di rumah maupun keluar rumah.
New Normal adalah skenario untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19 dalam aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi. Pemerintah Indonesia telah mengumumkan 26/06/2020 memberlakukan transisi, pelonggaran pembatasan berbasis skenario yang benar. Tranmisi menunjukkan bahwa Covid-19 sudah dapat dikendalikan. Kebijakan new normal ini membuat masyarakat harus beradapatasi dengan melakukan kegiatan ditengah pandemi Covid-19 dan tetap menerapkan protokol kesehatan. Ada banyak kegiatan yang sudah dilakukan masyarakat di era new normal ini seperti, melakukan olahraga bersepeda, bekerja di luar, jalan-jalan, dan lain-lain. Tidak menutup kemungkinan sebagian masyarakat lupa bahwasannya mereka harus menggunakan protokol kesehatan saat melakukan pekerjaan.
Mewujudkan tatanan kehidupan baru pada lapisan masyarakat tidaklah mudah. Dibutuhkan inisiatif, gerakan, dan kepatuhan untuk menuju tatanan kehidupan baru. Kunci utama dalam proses ini adalah taat dalam aturan penerapan protokol. Sehingga baik kesadaran maupun himbauan dapat dilakukan lebih berprogres lagi. Memang manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang pada dasarnya tidap dapat memisahkan diri dari pengaruh sosial.
Penulis menilai bahwa masyarakat tetaplah harus melakukan kebijakan pemerintah atau protokol kesehatan dalam melakukan kegiatannya, masyarakat akan sangat membantu memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Jadi, tidak hanya pemerintah yang bertanggung jawab atas hal ini, masyarakat juga memiliki peran yang penting juga. Salam… (DEW)
* Emiliana Edi Agustina adalah mahasiswi aktif Prodi; Pendidikan Agama Islam-IAIN Kediri (email: emiliana7033@gmail.com)
No comments