Terkadang, sesekali kita harus mengalah dengan keadaan.
Ingat, ‘mengalah’ bukan ‘menyerah’.
Sepenggal kalimat di atas, mungkin bisa menjadi kalimat penyadar dan penggugah jiwa atas keadaan yang cukup memprihatinkan seperti sekarang ini.
Pageblug atau begeblog, istilah ini dikenal oleh masyarakat Jawa yang hidup pada tahun 1975. Pageblug ini merupakan suatu wabah penyakit yang bisa menyerang siapa saja, dan sempat menjadi ‘momok’ bagi masyarakat Jawa pada masa itu.
Menurut cerita tetangga penulis, yang bercerita kepada penulis secara langsung pada awal-awal tersebarnya virus Corona. Beliau menuturkan mengenai pandemi Covid-19 ini seperti begeblog/pageblug penyakit yang pernah terjadi pada masa kecilnya. Pada saat itu usia beliau masih anak-anak mungkin sekitar kelas 4-5 SD, dimana pada masa pageblug itu semua orang dilarang untuk keluar rumah, sama seperti yang kita alami saat ini. Mungkin bagi beliau yang saat itu masih anak-anak sangatlah aneh, mengapa tidak boleh keluar rumah. Setelah mendapatkan penjelasan dari orang tuanya, dengan kepolosan anak-anak pada saat itu akhirnya manut saja dengan apa yang dikatakan oleh orang tuanya.
Situasi seperti ini menimbulkan kepanikan di dalam masyarakat. Dikarenakan kepanikan tersebut, masyarakat juga merasa khawatir dan gelisah akan wabah pageblug ini. Untuk mengatasinya, masyarakat pada masa itu lebih meningkatkan kewaspadaan dengan cara “Tirakat Cegah Lek” atau terjaga ketika malam sampai menjelang pagi, dengan aturan yang mereka buat, seperti; tidak boleh tidur di waktu masih sore atau sebelum tengah malam, seisi rumah harus tidur bersama di satu ruang dengan posisi tidur selang-seling (kaki sejajar dengan kepala – kaki sejajar dengan kepala, dan seterusnya), tidak boleh tidur di atas ranjang, semua harus tidur di bawah (lantai). Tokoh masyarakat di setiap daerah pun menganjurkan kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan ibadah, meskipun sebenarnya masyarakat pun tidak begitu mengerti bagaimana cara ibadah dengan benar, karena pada zaman dahulu masyarakat lebih menekankan kepada kepercayaan atau keyakinan diri terhadap Tuhannya, meskipun tidak dengan melalui media sholat.
Sejak awal bulan Maret masyarakat di seluruh Indonesia bahkan dunia mulai digemparkan dan dibuat panik dengan tersebarnya “Virus Corona”.
Virus Corona adalah virus yang menyerang sistem imunitas tubuh kemudian diteruskan dengan menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena virus ini disebut Covid-19. Virus ini bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia atau radang paru-paru akut, sampai kematian, virus ini bisa menyerang siapa saja tak memandang usia dan gender. Virus Corona ini pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini mudah menular oleh karena itu penyebarannya pun sangatlah cepat, dan telah menyebar ke berbagai negara sekitar China, termasuk Indonesia.
Dengan cekatan, presiden dan pemerintah Indonesia langsung mengambil tindakan cepat untuk mencegah tersebarnya Covid-19 ini. Sejak diberitakan bahwa masyarakat Indonesia ada yang terjangkit virus ini, Presiden Indonesia Bapak Joko Widodo langsung mengeluarkan surat edaran yang di dalamnya berisikan himbauan kepada masyarakat untuk membatasi ruang gerak dari segala aktivitas seperti biasanya.
Pada awalnya masyarakat Indonesia dihimbau untuk melakukan pembatasan aktivitas selama 2 minggu atau 14 hari, karena menurut informasi dari Kementrian Kesehatan, untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ini membutuhkan waktu 14 hari. Seiring bertambahnya hari, ternyata perkembangan jumlah pasien yang suspect atau terpapar virus ini jumlahnya semakin meningkat. Sehingga pemerintah langsung meneruskan surat himbauan dari Presiden Jokowi untuk menambah masa waktu pembatasan sosial bagi masyarakat Indonesia.
Semakin hari banyak media pemberitaan, baik dalam media sosial maupun media pemberitaan lainnya seperti televisi dan radio, yang memberitakan mengenai ganasnya virus ini, karena semakin hari banyak masyarakat yang suspect Virus Corona, baik yang telah dinyatakan sebagai ODP (Orang Dalam Pemantauan), PDP (Pasien Dalam Pengawasan) maupun yang dinyatakan positif Covid-19, serta pasien positif Covid-19 tanpa gejala (seperti mereka-mereka para anak muda yang memiliki imunitas yang cukup kuat), dan yang paling menyedihkan para petugas medis yang bergerak di garda terdepan pun banyak yang gugur akibat tertular dari pasien-pasien yang ditanganinya.
Dengan adanya pemberitaan yang semakin ramai mengenai perkembangan Covid-19 yang semakin hari semakin meningkat, membuat sebagian masyarakat semakin panik, cemas, dan gelisah.
Bagi masyarakat yang bekerja, baik sebagai seorang karyawan, guru, tukang bangunan ataupun yang lainnya, mereka tetap bekerja tetapi terbatas dengan waktu dan itu menyebabkan dipotongnya gaji mereka. Bagi masyarakat yang pekerjaannya sebagai pedagang keliling yang berdagang di sekolah-sekolah, pondok pesantren, dan tempat-tempat pengajian anak-anak, mereka terpaksa tidak berdagang di samping karena sekolah-sekolah diliburkan dan santri-santri pondok pesantren dipulangkan ke daerah asal mereka masing-masing, juga karena mulai timbul rasa takut dan kepanikan akan kemungkinan-kemungkinan terpapar virus corona ini. Untuk menghindari hal-hal yang tidak mereka inginkan, dan juga untuk melindungi keluarga, anak-anak, istri dan orang tua, akhirnya mereka pun terpaksa untuk tidak berdagang dan hidup seadanya dengan sisa uang tabungan yang dimilikinya.
Menurut penulis, hal ini akan berimbas pada kesehatan mental mereka para masyarakat, baik dari kelas bawah, menengah, ataupun ke atas yang secara ekonominya terdampak, juga karena timbul rasa kekhawatiran, kecemasan, bahkan sampai ketakutan berlebih akan terpapar oleh virus corona ini. Parahnya lagi, penulis juga mendengar bahwa salah satu orang di lingkungan sekitar penulis tidak mau lagi menonton televisi karena maraknya pemberitaan tentang virus corona yang semakin hari semakin meningkat. Apabila perilaku tersebut terus berlanjut, dikhawatirkan akan menimbulkan perilaku abnormal yang akan membahayakan diri sendiri bahkan orang di sekitarnya, seperti menutup diri dari lingkungan sosial, timbulnya kecemasan dan panik yang berlebihan karena takut terpapar virus corona.
Sebagai bentuk upaya dalam menjaga kesehatan mental masyarakat di masa pandemi ini, pemerintah harus menyediakan pelayanan psikologi bagi masyarakat, baik secara online maupun diberikan melalui pelayanan kesehatan masyarakat, seperti puskesmas dan tempat pelayanan sosial. Selain itu, masyarakat juga harus bisa beradaptasi dengan situasi pandemi, meningkatkan spiritualitas dengan cara semakin mendekatkan diri kepada Tuhan YME, bisa mengendalikan diri ketika mengalami kecemasan, semakin terbuka dengan anggota keluarga, menghindari berita-berita hoax tentang Covid-19, selalu berpikir positif agar imun selalu meningkat, memperkuat imunitas tubuh dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang bergizi, serta selalu menjaga kebersihan dan kesehatan. (EN)
BIOGRAFI PENULIS
Qurrotul Aini Kholiq merupakan mahasiswi IAIN Kediri semester 7 prodi Psikologi Islam yang sekarang sedang melaksanakan kegiatan KKN-DR (Kuliah Kerja Nyata-Dari Rumah). Penulis memiliki hobi menulis terutama dalam bidang sastra puisi, salah satu prestasinya adalah berhasil menerbitkan satu buku antologi puisi yang berjudul “Puisi Sabda Hati”. Untuk mengenal penulis lebih dekat bisa menghubungi melalui e-mail: ainalkholiq13@gmail.com atau bisa melalu instagram @qofain_kaha13.
No comments