FATMAWATI ERA PANDEMI

0

Bisik-bising mesin berpintal benang

menjahit-jahit telingaku …

di kala purnama masih benderang

bersama embun seruncing salju …

 

\1\

Dan benang-benang mulai diurai,

juga sepasang kaki menjuntai

dirangkainya kain pelindung paru,

sedari subuh terbangunkan lesu

demi berjuta kepala-

yang menjadi sasaran empuk lokawigna.

\2\

Mereka mesti segera

bergegas bersama pasang lencana,

menyandang peranan pahlawan

penghembalang wabah dunia.

Juga demi menghidupi gelap rumah sendiri

dengan sebutir pelita, sekadar sebagai

pengganjal lapar lambung keluarga;

sekadar sepanjang sehari sahaja.

 

\3\

Wabah yang kini melanda

tandang sebagai titah amanat Tuhan,

yang di balik lahir penampilan-

membawa hikmah juga cobaan.

Tibalah era dimana temu dan hindar

menjadi langgam hidup baru zaman.

\4\

Selayang mata-mata mengancam,

mereka semua mesti kenakan;

senjata perang suci melawan pandemi-

bukan pedang maupun panah berapi.

Di tengah belantara sunyi mencekam,

mereka bangun kubu bertahan

dengan tudung-masker pencadar nyawa,

yang mereka jahit dengan mesin tua.

 

Gegana gegara lokawigna kian menjadi-jadi,

ritus hidup di atas bentala ini begitu ngeri.

Walakin, mereka tak ubahnya ibu kita: Fatmawati,

menjahit luka-nganga negeri berpandemi ini.

Betapa kiprahnya begitu berjasa bagi negeri,

tertuang abadi di atas prasasti bumi Pertiwi … (EN)

 

Kediri, 2021

BIOGRAFI PENULIS

*) Dzikron Rachmadi

Lahir di Kediri, 01 Desember 1998. Berdomisili di Kab. Kediri. Hobi mendengarkan, membaca, dan menulis. Email dzik.roch@gmail.com. Ig : @_dzikroch.

About author

No comments

رِدَاءُ أُمِّي (Selendang Ibu)

رِدَاءُ أُمِّي Selendang Ibu عَلَامَةٌ عَلَى جِهَادِهَا Adalah tanda atas pengorbanannya آثَارُ الجِهَادِ كَقَطْرِ الْمَاءِ لَا تُنْسَى Bekas perjuangannya laksana setetes air yang tak terlupakan ...