Mengenal Dunia dengan Saku Mahasiswa; Ya Buku Bekas…!

0

Banyak orang berpikir jika memiliki buku bekas berarti memiliki sampah dan harus didaur ulang, padahal buku bekas memiliki nilai jual yang tinggi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bekas berarti sesuatu yang telah dipakai. Nilai sebuah buku meskipun telah dibaca, dilipat ataupun ada bekas coretanya sebuah buku tetap memuat ilmu dan nilai jual. Tinggi tidaknya harga jual buku bekas tidak hanya terletak pada kualitas kondisi buku tersebut saja, namun nilai kelangkaan buku juga mempengaruhi. Nilai jual yang lebih tinggi tersebut, diiringi oleh jumlah peminat yang tidak sedikit, mereka bukan hanya para kolektor buku, namun juga para pecinta buku yang rela merogoh kocek tak sedikit demi untuk membacanya. Sebuah buku bekas dapat bernilai mahal, jika buku tersebut adalah karya penulis terkenal, buku cetakan pertama, buku dengan kover khusus, buku edisi tertentu, buku dengan tanda tangan penulis, buku dengan terjemahan dalam bahasa tertentu atau buku lama yang tidak dicetak ulang. Buku-buku bekas dengan jenis tersebutlah yang umumnya menguntungkan untuk dijual kembali, bahkan tak jarang harga jualnya lebih tinggi dari harga beli.

Ini tidak hanya berlaku pada buku novel dan komik saja, namun bagi para siswa/mahasiswa pun bisa menjual buku ajar bekasnya. Seperti dalam buku Ekonomi Baru dalam Bisnis dan Kultur The Long Tail karya Chris Anderson, menyebutkan bahwa buku ajar bekas adalah pasar yang efisien karena setiap tahun jutaan mahasiswa membeli dan menjual kembali buku-buku mahal yang mereka perlukan hanya selama satu semester. Perangkat buku yang memiliki nilai jual kembali ditentukan oleh kurikulum dan jurusan-jurusan yang sangat diminati di perguruang tinggi tersebut, harganya ditentukan oleh tingkat persaingan antara sesama toko buku kampus, dan persediaan buku terjamin kembali dua kali dalam setahun. Ini bisa menjadi jalan tikus bagi para siswa/mahasiswa untuk mendapat uang saku tambahan. Pihak kampus pun bisa menjadi wadah untuk jual beli buku ajar bekas di kampus.

Kesempatan jual beli buku bekas ini, bukan hanya menguntungkan pemilik/penjual buku bekasnya saja, namun juga pembeli yang cerdik dapat menoreh untung. Tidak semua penjual buku bekas tahu dan paham betul nilai sebuah buku yang dijualnya. Sering kali, buku cetakan pertama yang langka dengan kover yang didisain khusus malah dijual murah dikarenakan tampak tua dan lusuh. Padahal, jika dijual dengan harga yang tinggi, selain akan menguntungkan penjual, juga para kolektor atau pecinta buku pasti tidak akan berpikir dua kali untuk membelinya. Inilah mengapa, perlu sekali melakukan riset tertentu mengenai buku yang hendak dijual atau dibeli. Periksa kembali cetakan keberapa buku yang dimiliki, apakah terdapat tanda tangan penulis, dan hal-hal penunjang lainnya yang jika semua terdapat dalam buku tersebut, maka sudah selayakna memiliki harga jual yang tinggi.

Misalnya, buku A Puffin Quartet of Poets yang cukup kenamaan di tahun 1958, masih dapat dinikmati hingga sekarang, berkat adanya jual beli buku bekas. Dengan harga jual yang dibanderol tujuh ribu rupiah, kita bisa menikmati sebuah buku antologi puisi dari para penulis terdahulu. Padahal, di laman jual beli online, harganya mencapai ratusan ribu dengan kondisi yang tidak lebih baik. Dengan demikian, jual beli buku bekas bukan hanya mengubah buku-buku kecoklatan itu menjadi emas, namun juga memberi kesempatan pada generasi muda untuk menikmati karya sastra terdahulu. Selayaknya jendela tua, buku bekas tetap memberi angin segar bagi para pembaca yang dahaga ilmu.

Memilih pasar buku bekas juga tak kalah penting. Selain menilik kembali kualitas buku yang hendak dijual, perhatikan juga dimana buku itu akan dijual. Pemilihan pasar buku bekas ini, dapat mempengaruhi cepat tidaknya buku tersebut terjual. Maka memanfaatkan forum-forum pecinta buku atau komunitas pencita buku untuk mempromosikanya adalah jalan terbaik. Namun, dapat pula menggunakan jasa titip jual pada penjual buku bekas yang kenamaan.

Dalam pandemi ini, memanfaatkan waktu dengan membaca buku adalah hal yang menarik juga hal baik untuk mengembangkan diri. Namun, akan lebih menarik lagi, jika dapat menikmati buku dengan harga yang lebih murah namun tetap orisinil. Banyak diantara kita, yang memutuskan membeli buku bajakan, atau mengunduh pdf ilegal dari internet, dengan alasan harga buku yang terlampau mahal. Padahal, kegiatan demikian sangat merugikan banyak pihak, khususnya penulis dan penerbit. Jika ditengok lebih dalam lagi, untuk membuat suatu karya sastra bukan hal yang sembarangan, selain memakan waktu yang tidak sebentar, namun juga membutuhkan riset, belum lagi penyuntingan tulisan yang dilakukan tidak hanya sekali dua kali. Meski bentuknya sama-sama buku, namun pihak-pihak yang terlibat didalamnya tidaklah sama.

Alangkah bijaknya, jika kita menikmati suatu karya khususnya sastra, dengan membeli buku atau ebook secara legal. Jika terasa terlalu mahal untuk membeli buku barunya, buku bekas ini dapat menjadi jalan pilihan. Selain terjamin keorisinilannya, harganya pun bisa menyesuaikan kantong. Bukankah keberkahan ilmu adalah salah satu harapan terbesar kita saat membaca buku? Maka sudah sepantasnya, kita meninggalakan kebiasaan buruk menikmati karya sastra bajakan.

Maka, jadilah bagian dari mereka yang memudahkan urusan orang lain dalam menuntut ilmu. Mari tilik kembali rak-rak buku dan pilihlah buku-buku yang masih layak baca dan memiliki nilai jual. Buku novel, cerpen, komik, majalah atau bahkan buku anak, semuanya memiliki peminatnya masing-masing. Jadi, jangan ragu untuk mulai menjual atau membeli buku bekas dan meninggalkan kebiasaan membeli buku bajakan. Salam… (AIN)

Azmi Puspa Dewanti*

Azmi Puspa Dewanti*

* Azmi Puspa Dewanti, Mahasiswi aktif TBI IAIN-Kediri (Email: dearazmi9@gmail.com)

About author

No comments

Filantropi Islam sebagai Terapi Pandemi

Beberapa hari lalu, saya diundang pada acara World Zakat Forum Intentional Conference dengan tema “Post Covid-19 Economic Recovery: the Role of World Zakat Forum”, beberapa ...