Islam sudah berkembang sangat pesat sejak zaman Rasulullah Saw. Islam tidak hanya berkembang di Makkah dan Madinah saja, tetapi Islam sudah menyebar ke seluruh Negara Jazirah Arab dan sekitarnya. Adapun menurut sejarah bahwa puncak keemasan Islam terutama dalam bidang ilmu pengetahuan terjadi pada masa Dinasti Abbasiyyah.
Pada masa Dinasti Abbasiyyah kehidupan peradaban Islam kala itu sangatlah pesat. Torehan tinta emas Dinasti Abbasiyyah terhadap perkembangan Islam membawa kaum muslimin kepada puncak kemuliaan dan kekayaan, baik di bidang kekuasaan, politik, sosial, ekonomi, maupun kebudayaan. Terlebih dalam bidang ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan tentang agama maupun ilmu pengetahuan umum yang kemajuannya sangat pesat. Banyak ilmu yang lahir pada masa itu.
Banyaknya ilmu yang lahir pada masa itu dikarenakan ada berbagai macam kajian dan penelitian yang dilakukan oleh kaum muslimin itu sendiri tentang ilmu pengetahuan, gencarnya kegiatan penerjemahan buku dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab, seperti: Yunani, Mesir, Persia, dan lain-lain.
Buku-buku yang diterjemahkan tersebut antara lain: ilmu mantiq, ilmu alam, ilmu kedokteran, ilmu kimia, dan lain-lain. Pada umumnya, kajian penelitian dan penerjemahan tersebut dilakukan pada masa kekhalifahan Abu Ja’far, Harun ar-Rasyid, al-Makmun, dan Mahdi.
Pendirian ‘Baitul Hikmah’ yang dilakukan oleh Harun ar-Rasyid guna memajukan pengetahuan pada masanya. Baitul Hikmah lah yang digunakan oleh para ilmuwan muslim sebagai pusat penerjemahan, penelitian, dan pengkajian ilmu perpustakaan serta lembaga pendidikan (perguruan tinggi).
Dari lembaga pendidikan inilah masyarakat muslim dapat mempelajari berbagai bidang ilmu dalam bahasa Arab sehingga menghasilkan munculnya para sarjana muslim yang masyhur dan juga para ulama besar yang sangat tersohor.
Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting yang harus dipelajari oleh setiap orang terutama kaum muslimin. Para khalifah sangat mencintai, menghargai, dan memuliakan ilmu pengetahuan. Dalam mewujudkan kecintaannya itu, maka para khalifah dan petinggi pemerintahan lainnya memberi wadah dan membuka peluang yang sebesar-besarnya kepada seluruh mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan mereka.
Para khalifah sangat menghormati sarjana dan para pujangga yang berjuang dengan ikhlas untuk mencari ilmu. Para mahasiswa diberi kebebasan berpikir dan berpendapat selagi masih dalam lingkup al-Qur’an dan as-Sunnah. Para ulama juga dibebaskan untuk berijtihad guna mengembangkan daya intelektualnya.
Dengan adanya kebebasan tersebut, tak salah jika ilmu pengetahuan agama maupun umum dapat melaju dengan cepat menuju kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyyah. Sehingga melahirkan berbagai ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan tentang agama, seperti ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu fiqih, filsafat Islam, dan ilmu tasawuf, maupun ilmu pengetahuan umum, seperti sejarah, kedokteran, matematika, dan astronomi. (EN)
Biografi Penulis
Sisi Paramitha, seorang mahasiswi aktif program studi Psikologi Islam semester tiga di IAIN Kediri. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat follow akun instagramnya @sisi.thaa, facebook dengan nama Sisi Paramitha atau ke e-mail pribadinya sisiparamitha779@gmail.com
No comments