Desa adalah wilayah yang ditempati banyak penduduk sebagai satu-kesatuan masyarakat yang utuh yang di dalamnya terdiri dari hak asal-usul, wewenang untuk mengatur kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, serta mempunyai organisasi-organisasi yang dapat membentuk karakter warga sekitarnya. Fungsi desa sendiri adalah sebagai hinterland atau pemasok kebutuhan untuk masyarakat yang ada di kota dan mitra pembangunan perkotaan. Dilihat dari fungsi desa, desa bukan hanya berlabel kata ‘pelosok’, karena titik sentral atau titik kebutuhan yang ada di kota terletak pada desa. Nah, dari sinilah penulis ingin membahas mengenai desa tempat penulis tinggal. Dimana desa tempat tinggal penulis memiliki keunikan dan kelebihan.
Penulis tinggal di Dusun Semen, Desa Semen, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri yang masyarakatnya sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Sawah yang subur menjadikan masyarakat desa lebih memilih bekerja sebagai petani daripada pegawai pabrik atau lainnya. Alasan mereka adalah dengan bertani mereka menjadi lebih mengenal alam, dekat dengan alam, sehingga banyak merasakan yang namanya ‘nikmat syukur’. Ciri-ciri masyarakat di desa adalah kental akan kehidupan keagamaan, lebih kuat dibandingkan dengan perkotaan. Kontak sosial antara masyarakat desa juga lebih erat yang menjadikan desa sebagai sentral keagamaan. Nah, ini sama halnya dengan masyarakat Desa Semen yang memiliki ciri-ciri yang sama yaitu kental mengenai kehidupan keagamaan.
Berbeda dengan dusun di desa yang lain, di dusun ini mempunyai lembaga pendidikan berbasis salafiyah yang unik dan kental akan nilai keagamaan salah satunya madrasah diniyah. Mengapa unik dan berbeda dengan yang lain? Dikarenakan ketika di dusun lain mungkin banyak orang tua atau nenek kakeknya yang bersekolah di pendidikan formal, berbeda dengan masyarakat Dusun Semen. Di sini, turun-temurun dari nenek moyang semua masyarakatnya menimba ilmu di pondok pesantren. Hingga tak jarang, dusun ini disebut sebagai yang sangat religius karena masyarakatnya kebanyakan santri.
Dusun Semen memiliki tokoh agama yang sangat banyak dan berkompeten dalam hal kitab kuning. Ada salah satu tokoh agama yaitu Alm. KH. Jauhari, masyarakat memanggilnya sebagai sebutan ‘Pak Yai’ karena beliau sangat mengerti nilai-nilai keagamaan, imam masjid, faham betul mengenai kitab kuning, imam thoriqoh sekecamatan Pagu, dan beliaulah yang mendirikan madrasah diniyah serta organisasi-organisai di lingkungan Dusun Semen. Sekarang madrasah diniyah dan kegiatan keagaman di Dusun Semen di kelola oleh anak-anaknya.
Madrasah diniyah adalah madrasah yang hadir sebagai lembaga nonformal, untuk memperdalam dan mempelajari pendidikan keagamaan Islam. Madrasah diniyah adalah lembaga pendidikan Islam yang memiliki kontribusi bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Perkembangan madrasah diniyah adalah permasalahan yang serius karena peran madrasah diniyah untuk keberlangsungan generasi yang mengerti keagamaan sangat dipertaruhkan di sini. Meskipun secara kejadian asli banyak masyarakat Indonesia yang masih acuh mengenai perkembangan madrasah diniyah di wilayah masing-masing. Madrasah diniyah berperan penting dalam pembentukan karakter religius dilihat dari generasi sekarang yang memprihatinkan. Sejatinya, madrasah diniyah ini adalah madrasah yang mengajarkan tauhid, akhlak, hadist, fikih, dan pelajaran Islam lainnya.
Semakin berkembangnya zaman, di Dusun Semen banyak orang tua yang mulai menyekolahkan anaknya di lembaga formal dan kini mereka sangat resah mengenai anaknya yang sangat minim pengetahuan mengenai Islam. Tokoh agama di lingkungan Desa Semen akhirnya meresmikan madrasah diniyah malam untuk anak yang bersekolah di pendidikan formal dengan berbagai tingkat kelas. Inilah yang penulis soroti dari Dusun Semen. Penulis mengatakan ini unik karena setiap madrasah diniyah tidak belajar dalam satu kelas saja, tetapi dibagi sesuai tingkatan atau pemahaman mengenai agama Islam yang dimiliki. Dikarenakan TPQ sore hanya sampai anak kelas 6 MI atau SD, maka madrasah diniyah malam hari untuk kelas 1 SMP sampai kuliah. Di madrasah diniyah Hidayatul Mubtadien ini usia tidak menjadi batasan untuk belajar ilmu agama. Banyak sekali yang mengikuti di tingkat kelas kuliah mereka sudah menikah dan punya anak, tetapi tetap belajar agama Islam karena mereka berpatokan bahwa, “Ilmu iku ora gengsi, ilmu iku ngalir terus, lan iseh ono wektu”, ucap salah satu Ibu yang mengikuti belajar kitab. Belajar agama tidak pandang umur, tidak harus malu, mengapa malu? Malu itu kalau kita berbuat tercela atau berbuat jelek, selagi masih ada waktu, perbanyaklah mencari ilmu karena penyesalan datang di akhir.
Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadien ini melatih anak didiknya ke arah perilaku yang penuh tata krama. Ustad dan ustadzah di Madrasah Hidayatul Mubtadien ini mengedepankan akhlakhul karimah, bukan hanya sekadar kecerdasan umum.
Banyak perubahan yang bisa dilihat semenjak berdirinya Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadien ini. Perubahan yang penulis maksud alah mengenai warga di sini, utamanya anak muda. Banyak anak muda yang dulunya sangat minim sopan santun sekarang lebih mengerti yang namanya ‘tata krama’. Mereka lebih mengerti bagaimana menghargai ilmu, mereka tahu kapan dan dimana saja ilmu itu digunakan, mereka juga paham mulai dari hal terkecil saja seperti bagaimana rasa empati dan simpati harus diwujudkan di lingkungan sekitar. Inilah betapa pentingnya peran madrasah diniyah yang ada di Dusun Semen untuk keberlangsungan hidup mereka di kehidupan yang akan datang.
Kemajuan zaman memang harus diikuti agar kita menjadi melek akan informasi. Namun, perlu diingat kita tidak harus meninggalkan tradisi. Sebagai generasi millenial kitalah yang harus membangun dan membangkitkan suasana, entah itu permasalahan di bidang apapun. Mereka yang mengaku cerdas tidak selamanya akan tunduk dengan kekuasaan, berbeda dengan orang yang ta’dzim mereka tahu dan mampu. Mereka tahu tetapi mereka tetap merunduk karena mereka takut akan kehilangan ilmu. Filsafat empirisme memberi pemahaman mengenai awal mula kehadiran manusia yang kosong, artinya tidak menmiliki pengetahuan sama sekali, akhirnya memiliki pengalaman yang dilakukan setiap hari sehingga akan memunculkan yang namanya pengetahuan.
Selain keunikan tentang Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadien di Dusun Semen, ada lagi organisasi atau kegiatan yang menonjol dan mungkin jarang ada di daerah lain. Kegiatan ini dinamakan ‘Selasan’. Nah, unik kan? Kegiatan ini didirikan oleh Alm. KH. Jauhari, tokoh agama dan kyai di Dusun Semen. Mengapa disebut ‘Selasan’? hal ini dikarenakan kegiatan ini dilakukan setiap hari Selasa dan yang mengikuti kegiatan ini adalah orang-orang yang sudah memasuki usia lanjut. Apakah yang sudah dewasa tidak boleh? Sangat boleh, hanya saja waktu pelaksanaan kegiatan ini pagi hari mulai dari jam 08.00 sampai menjelang waktu dzuhur, sedangkan jam seperti itu pasti anak muda masih bekerja atau sekolah.. Selain itu yang mengikuti ‘Selasan’ tidak hanya warga Dusun Semen saja, melainkan dusun lain juga mengikuti kegiatan.
Kegiatan ‘Selasan’ ini rutin dilakukan setiap seminggu sekali pada hari Selasa. Awal mula kegiatan ada karena banyak orang yang memasuki usia lanjut sering mengalami yang namanya tekanan batin. Entah itu faktor dari lingkungan keluarga atau sekitar, banyak yang lupa akan kewajibannya, meninggalkan sholat lima waktu, tingkat religisitas rendah. Nah, dari sinilah kegiatan ‘Selasan’ muncul untuk mengatasi permasalahan itu semua. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan religiusitas yang semakin tinggi, mengingatkan mereka pada kematian, bahwa dunia ini tidak abadi. Mereka menyatakan ketauhidannya secara mutlak. Namun, di sisi lain mereka menyimpan kepercayan-kepercayan tertentu kepada para sesepuh atau tokoh agama Islam agar terus mengalir barokahnya. “Kyai kui panutan, duduk pajangan, mulo nyideko mergo barokahe panggah ngalir,” ucap seseorang yang mengikuti kegiatan Selasan. Kegiatan ini dipercayai sebagai hal yang mustajab karena di dalamnya ada dzikir atau istighosah, sholat sunat, sharing mengenai agama Islam. Sehingga, mereka yang mengikuti merasakan ada ketenangan dalam batin dan pikiran.
Jadi, adanya madrasah diniyah dan organisasi atau kegiatan keagamaan di Dusun Semen membawa dampak yang sangat positif terhadap pemahaman ilmu keagamaan masyarakat. Masyarakat memperoleh ilmu-ilmu keagamaan dari pendidikan nonformal seperti Madrasah Hidayatul Mubtadien dan dari organisasi atau kegiatan kegamaan seperti ‘Selasan’. Perkembangan ilmu pengetahuan yang sekarang semakin canggih dan berkembang pesat, agar tidak ketinggalan kita juga dapat mendokumentasikan kegiatan atau tradisi tradisional yang membentuk moral seseorang menjadi generasi yang lebih baik. (EN)
Biografi Penulis
Mahasiswi aktif program studi Psikologi Islam semester enam di IAIN Kediri. Selain sibuk di dunia perkuliahan, penulis juga mengikuti Jamiyah yasinan dibaan di dusun Semen, organisasi IPNU-IPPNU di kampus, Pengurus PIK-R di desa Semen dan anggota karang taruna desa Semen. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat menghubungi e-mail atulngaliyah@gmail.com
No comments