Sinergi Lembaga Kursus Kampung Inggris dengan Penduduk Lokal

0

Wisata di Indoensia terbilang melimpah. Salah satunya di Kampung Inggris yang terletak di Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur. Di dalam sejarahnya,Desa Tulungrejo hanya terdapat satu lembaga kursus Bahasa Inggris, yakni Basic English Course (BEC).BEC berdiri tanggal 15 Juni 1977. Didirikan oleh Kalend Osein, lembaga inilah yang menjadi pionir berdirinya Kampung Inggris.Bermula pada tahun 1976, Kalend Osein merupakan santri asal Kutai Kartanegara, Kalimantan Timuryang belajar di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Menginjak kelas lima di pondok, Kalend meninggalkan bangku sekolah karena tidak mampu menanggung biaya pendidikan. Bahkan, biaya untuk pulang ke kampungnya juga tidak ada. Di dalam kondisi sulit itu, seorang temannya memberitahukan adanya seorang ustaz (pengajar) di Pare, Kediri yang menguasai delapan bahasa asing. Ustaz tersebut bernama KH Ahmad Yazid. Kalend kemudian berniat berguru dengan harapan minimal dapat menguasai satu atau dua bahasa asing. Beliau tinggal dan belajar tanpa mengeluarkan biaya di Pesantren Darul Falah, Desa Pelem, Kecamatan Pare milik Ustaz Yazid.

Suatu ketika, dua mahasiswa datang untuk belajar bahasa Inggris kepada Ustaz Yazid untuk persiapan menghadapi ujian negara dua pekan lagi yang akan dilaksanakan di kampusnya yakni IAIN Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Saat itu, Ustadz Yazid sedang pergi ke Majalengka, Jawa Barat. Kedua mahasiswa tersebut diarahkan untuk belajar kepada Kalend oleh istri Ustaz Yazid. Kalend menyanggupi permintaan itu dan mereka akhirnya terlibat proses belajar mengajar di serambi masjid area pesantren. Pembelajarannya cukup singkat, namun intensif selama lima hari saja.

Sebulan kemudian, kedua mahasiswa tersebut kembali dan mengabarkan kepada Kalend bawah mereka telah lulus ujian.Keberhasilan dua mahasiswa itu tersebar di kalangan mahasiswa IAIN Sunan Ampel, Surabaya dan mereka tertarik mengikuti jejak seniornya dengan belajar kepada Kalend Osein. Sejak saat itu, pada 15 Juni 1977 Kalend mendirikan lembaga kursus dengan nama Basic English Course (BEC) di Dusun Singgahan, Desa Pelem, Kecamatan Pare, Kediri. Kelas perdana hanya ada enam siswa. Para siswa tersebut tidak hanya belajar Bahasa Inggris, namun juga ilmu agama. Lambat laun banyak lembaga-lembaga kursus yang mendirikan kursusan yang sampai sekarang berjumlah kurang lebih 214 lembaga di Kampung Inggris, bahkan beberapa lembaga juga mendirikan kursusan Bahasa Arab dan Bahasa Mandarin.

Di dalam hal ini tentunya penduduk asli yang menetap di Kampung Inggris harus bisa beradaptasi dengan lingkungan yang di penuhi oleh pendatang dari Sabang sampai Merauke. Salah satunya adalah saya yang merantau dan tinggal dalam waktu yang cukup lama di Kampung Inggris. Di dalam aksiologi terdapat bagian etika, jika hal ini dihubungkan dengan  masyarakat yang kedatangan pendatang dari berbagai pulau tentu akan memberikan dampak yang baik dan buruk. Dampak yang buruk bisa di katakan bahwa tidak semua pendatang mempunyai etika atau mematuhi norma dengan baik, dengan perbedaan budaya dan lingkungan sangat mempengaruhi orang lain dalam beretika. Contohnya orang Sumatera cenderung mempunyai logat yang keras dalam berbicara. Jika dihadapkan dengan orang Jawa, maka perspektif orang Jawa akan mengatakan kasar padahal daerah Sumatera memang mempunya logat bahasa yang keras dan terdengar kasar.

Sejauh ini masyarakat desa dengan lembaga-lembaga kursus telah membuat  peraturan demi kenyamanan penduduk dan para siswa yang belajar. Masyarakat membuat peraturan jam malam yang sangat jelas dituliskan dalam peraturan tertulis yang ditulis di pos ronda bahwa jam 9 siswa sudah harus pulangdi asrama atau kos. Biasanya juga Polres Kediri juga ikut andil dalam pengamanan yang setiap jam 10:00 mulai keliling dan memeriksa cafe dan lembaga yang masih melakukan aktifitas untuk segera di selesaikan.

Dengan demikian, masyarakat yang beristirahat tidak terganggu dan siswa pendatang bisa beristirahat di kos dan asrama masing-masing. Setiap malam masyarakat setempat menyempatkan untuk menjaga pos ronda dan setiap rumah diberikan kaleng untuk diisi uang seikhlasnya untuk masyarakat yang menjaga pos sesuai jadwal malamnya. Untuk kos-kosan sendiri memberi peraturan tertulis kepada siswa yang menempati kos untuk pulang pada jam 9 waktu Indonesia Barat. Dengan begitu masyarakat dan lembaga kursus memiliki hubungan dan gotong royong yang baik.

Disisi lain terdapat hal yang tidak biasa dengan kampung yang lain, selain lembaga yang didirikan dengan jumlah yang banyak, pedagang yang berjualan di Kampung Inggris memberikan service atau pelayanan dengan berbicara Bahasa Inggris. Melalui metode tersebut, siswa-siswa juga bisa mempraktekkan bahasa Inggris mereka dan saling bertanya jawab. Sebagian para pedagang yang berjualan keliling biasanya menimba ilmu kepada Bapak Kalen untuk memperlajari bahasa Inggris setiap jam 18:00 mereka berkumpul dan belajar di BEC,  Namun, hanya sebagian saja tidak menyeluruh.

Semakin banyak siswa yang datang ke Kampung Inggris, semakin pesat juga penjualan dan kehidupan ekonomi dalam masyarakat. Selain  berjualan, masyarakat setempat menyewakan rumah bahkan kamar kosong untuk asrama maupun kos. Persewaan sepeda bagi siswa yang ingin menyewa untuk keliling dan kursus bahasa di Kampung Inggris. Prasmanan makanan dan kafe adalah tempat yang paling mereka kunjungi. Dari sini bisa kita lihat bahwa pertumbuhan ekonomi sangat pesat dan sangat membantu masyarakat yang tinggal di Kampung Inggris. Tidak di pungkiri bahwa harga tanah dan lahan di daerah Kampung Inggris sangat mahal bahkan di atas harga normal, mengingat tempatnya yang ramai dikunjungi dan semakin banyaknya persaingan antar lembaga untuk mendirikan lembaga kursus bahasa Inggris maupun bahasa Arab.

Saat ini Kampung Inggris mendapatkan dampak pandemi, perekonomian di Kampung Inggris pun turun drastis dibandingkan sebelumnya. Banyak pedagang dan warung prasmanan yang tutup, bahkan mereka harus menjual beberapa ruko untuk menutupi kebutuhan. Delapan bulan sampai saat ini sudah ramai oleh pendatang dan keadaan sudah mulai stabil, perkonomian sudah mulai normal. (DEW)

BIOGRAFI

*) Lilis Tri Andriani

Mahasiswa aktif program studi Psikologi Islam semester enam di IAIN Kediri. Penulis juga aktif di Karang Taruna. Keahlian penulis yaitu menguasai 2 bahasa asing, yaitu bahasa Inggris dan Mandarin. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat menghubungi e-mail lilisandriani944@gmail.com

About author

No comments

GURATAN GENERASIKU

Gencatan dunia kian membara Terkapar kasih sayang dan lara Gemelut dengan dimensi fatamorgana Terkungkung pada pojok-pojok zona Era globalisasi menjadi saksi Robot-robot digital kini beraksi ...