TRADISI TAYUBAN DAN BERSIH DESA DI DESA JOHO KECAMATAN PACE KABUPATEN NGANJUK

0

Dalam keragaman agama, Islam Indonesia pada zaman dahulu pernah mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu. Oleh karena itu, masih terdapat fenomena yang mengandung unsur animisme dan dinamisme. Di samping itu juga didukung dengan adanya jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia yang terbilang besar. Indonesia adalah negara multikultural, negara yang terdiri dari berbagai pulau yang dihuni oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki budaya, adat (tradisi) atau kebiasaan yang berbeda-beda. Budaya merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Melalui kebudayaan, manusia beradaptasi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup agar dapat bertahan dalam kehidupan.

Kebudayaan atau tradisi dalam masyarakat Jawa mewujud dalam beragam bentuk, salah satunya adalah tradisi bersih desa. Menurut Sumardi dkk. menyatakan bahwa upacara bersih desa mempunyai banyak sebutan, misalnya sedekah bumi, rasulan, slametan bumi, suran, dan lainnya. Pemberian nama ini biasanya tergantung dari daerah masing-masing. Namun, pada prinsipnya upacara bersih desa adalah upaya manusia untuk mencari keseimbangan atau hubungan dengan makhluk yang tidak kasat mata (gaib) dan diyakini sebagai penjaga atau pelindung desa. Waktu pelaksanaan bersih desa yaitu satu tahun sekali, biasanya sesudah musim panen padi. Terkait soal bulan, hari, tanggal, dan cara pelaksanaannya tidak selalu sama antara satu desa dengan desa yang lain. Tempat penyelenggaraan bersih desa dan pesta desa mengikuti kebiasaan desa setempat, ada kegiatan yang merata dilakukan di seluruh lingkungan desa beserta penghuninya, di samping itu juga ada kegiatan yang dipusatkan pada tempat-tempat tertentu. Tradisi puncak dipusatkan di balai desa, pesta desa dipusatkan di lapangan desa setempat, sedekah misal dilaksanakan di makam leluhur, sesaji dan doa dilakukan di makam atau petilasan cikal bakal desa.

Upacara bersih desa selalu didahului dengan membersihkan desa dari segala kotorannya yaitu sampah-sampah harus dibersihkan, membersihkan got-got saluran air agar lancar pengairannya, membenahi pagar halaman dan sebagainya, sehingga kampung kelihatan bersih, rajin, dan dalam suasana menyenangkan. Kebersihan di makam juga dilakukan, di makam tidak ada acara khusus yang ada hanya mengirim doa. Pelaksanaan kebersihan di makam ini dilakukan oleh warga desa secara gotong royong.

Mengenai pertunjukan, tayub merupakan pertunjukan yang sangat populer dalam masyarakat Jawa. Sebagian besar pertunjukan tayub diselenggarakan dalam hajat perkawinan, sedekah bumi, kaul (nadzar) dan juga khitanan. Penyelenggaraan pertunjukan tayub di beberapa daerah menjadi kebanggaan dan bagian penting dari status sosial bagi penanggap. Dari berbagai pandangan tentang bersih desa, terangkum bahwa bersih desa merupakan tradisi selametan desa pada masyarakat agraris di Jawa yang dilakukan setahun sekali setelah musim panen dengan bentuk pelaksanaan yang berbeda-beda. Salah satu bentuk pelaksanaanya adalah tayub. Tayub adalah sebuah pertunjukan tari hiburan Jawa yang lekat dengan masyarakat pedesaan, sehingga sering disebut sebagai tayuban, dimana tayuban ini untuk sesembahan demi kesuburan pertanian dan menjadi pusat kekuatan penduduk desa.

Masyarakat Desa Pace melakukan tradisi bersih desa untuk melestarikan budaya Jawa dan menjaga hubungan yang harmonis antara Tuhan, alam, dan sesama manusia. Tujuan diadakan tayuban sebagai sarana masyarakat untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang telah didapatkan, sebagai ajang silaturahmi dan hiburan bagi warga, sebagai sarana politik bagi pejabat-pejabat setempat, serta media untuk peresmian rumah baru. Tayuban juga digunakan sebagai tari persembahan untuk danyang (penunggu Dusun/ Desa) yang dianggap masyarakat sebagai pengayom desa. Persepsi tayuban bagi sebagian masyarakat berbeda-beda, beberapa ada yang percaya apabila tradisi tersebut tidak dilakukan, maka akan terjadi musibah yang menimpa pada masyarakat. Dari segi sesaji sendiri memiliki filosofi bahwa hasil bumi yang didapat saat panen dikembalikan lagi ke alam pada acara bersih desa. Wujud kearifan lokal berupa relasi masyarakat Desa Pace dengan berbagai elemen kehidupan yang tertuang dalam bentuk tradisi.

Dalam bersih desa, seluruh masyarakat ikut terlibat. Di dalamnya terdapat pembagian kerja, dimana individu-individu sebagai bagian dari masyarakat Dusun Pace memiliki tugas sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing. Pembagian kerja terlihat jelas saat kegiatan kerja bakti dan puncak rasulan. Sebaliknya pada saat rewang, pembagian kerja tidak begitu diberlakukan, antara individu satu dengan yang lain saling membantu dalam menjalankan tugas. Berbagai persiapan baik itu dari penetapan tanggal, perencanaan dana, iuran warga, dan pembagian kerja ditentukan saat rapat warga dan disepakati melalui proses musyawarah. Pembagian kerja ini dilakukan dengan sistem roling tiap tahunnya. Dalam acara kenduri atau kondangan, semua warga Pace berkumpul membawa ambengan untuk didoakan, kemudian saling dipertukarkan. Sedangkan untuk acara tayuban, baik itu masyarakat dalam maupun luar berbaur menjadi satu untuk menyaksikan tayub.

Pengetahuan masyarakat Dusun Pace menggunakan tayub saat bersih desa sudah ada sejak zaman nenek moyang dan hingga kini masih dilestarikan oleh masyarakat. Tradisi ini terbentuk melalui proses budaya yang cukup lama. Tayuban merupakan permintaan atau syarat dari danyang. Lambat laun, tradisi yang sering dilakukan ini, nantinya akan menjadi sebuah sistem yang berpola atau rutin, yang mau tidak mau harus selalu dilakukan oleh masyarakat Pace. Desa Pace sebagai sebuah komunitas lokal pedesaan juga mempunyai sistem nilai norma yang berlaku pada masyarakat. Nilai yang melekat pada masyarakat Pace diantaranya adalah nilai religius, nilai persatuan, dan nilai kejawen.

Pertama, nilai religius ini dimanifestasikan dalam bentuk tayuban, yang digunakan sebagai sarana untuk terhubung dengan Tuhan. Kedua, nilai persatuan yang mendorong interaksi antar warga masyarakat. Interaksi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pace berupa persiapan-persiapan yang dilakukan saat bersih desa dan menyaksikan tayuban. Sehingga, hasil dari interaksi ini akan menimbulkan rasa kebersamaan dan kerjasama antar warga. Ketiga, nilai kejawen yang sarat akan hal-hal yang mistik. Ini ditandai dengan masyarakat Pace yang dahulu merupakan penganut agama Budha, sehingga masih memegang kepercayaan animisme dan dinamisme.

Tayuban dalam tradisi bersih desa menunjukan hubungan atau relasi yang harmonis dengan beberapa elemen kehidupan. Hubungan antar manusia dengan manusia ditunjukkan pada saat acara tayuban. Seluruh masyarakat baik itu dari Pace berkumpul menjadi satu untuk menyaksikan. Saat nyawer dengan ledhek secara bergantian, mempunyai tujuan sebagai ucapan syukur secara bersama-sama karena hal ini lebih bersifat religius dan menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sedangkan, untuk hubungan masyarakat Desa pace dengan alam ditandai dengan upaya dalam menjaga keseimbangan hidup dengan danyang yang dianggap cikal bakal dusun/sesepuh.

Menurut Koentjaraningrat, dalam tradisi atau adat istiadat atau disebut juga adat tata kelakuan, dapat dibagi dalam empat tingkatan, diantaranya tingkat nilai budaya, tingkat norma-norma, tingkat hukum, tingkat aturan khusus. Pertama, tingkat nilai budaya. Tayuban dalam bersih desa mengandung nilai budaya berupa nilai gotong royong atau kerja sama. Nilai ini dapat terlihat saat kerja bakti membersihkan desa dan rewang. Selain itu, terdapat pula nilai religius yang ditandai dalam bentuk syukur masyarakat Desa pace kepada Tuhan atas hasil panen selama satu tahun, dan terakhir adalah nilai kejawen yang terlihat saat pemberian sesaji ke tempat-tempat danyangan. Kedua, tingkat norma-norma. Sistem norma ini terikat pada peran masing-masing anggota masyarakat yang terlihat dalam sikap dan perilaku khususnya antara masyarakat Desa pace dengan pemuka masyarakat. Selain itu, sistem norma juga berlaku saat tayuban. Perangkat desa mendapatkan giliran pertama untuk menari dengan ledhek, baru setelahnya adalah masyarakat. Ketiga, tingkatan hukum. Hukum adat di Desa Pace berdasarkan atas pengalaman sejarah karena dahulu sempat tidak mengadakan tayuban. Hal ini mengakibatkan masyarakat Pace mengalami musibah seperti kecelakaan, kesurupan, dan meninggal dunia. Bagi sebagian masyarakat, musibah ini dikait-kaitkan dengan danyang. Oleh karena itu, hingga sekarang masyarakat Desa pace selalu rutin mengadakan tayuban karena hal tersebut sebagai bentuk permintaan danyang. Keempat, tingkat aturan khusus. Dalam hal ini, aturan khusus yang terdapat di Desa Pace berkaitan tentang etika interaksi dengan danyang. Interaksi yang dilakukan adalah datang langsung ke tempat danyangan, seperti berdoa ke sumur tua, memberikan sesaji ke sungai Pleter maupun Tambak. Hal ini bertujuan untuk memohon sesuatu yang diinginkan atau sebagai peringatan danyang. Maksud dari peringatan danyang di sini berupa nadzar. Jika masyarakat merasa permintaannya terwujud, biasanya nadzar yang dilakukan adalah memohon doa dan memberi sesaji ke tempat danyangan.

Secara eksplisit, tayuban digunakan sebagai hiburan masyarakat Desa Pace. Tayuban merupakan wujud kearifan lokal masyarakat Desa Pace yang bertujuan untuk menjaga hubungan harmonis dengan berbagai elemen kehidupan. Hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam. Dimana esensi utama dari hal ini adalah sebagai bentuk ungkapan syukur masyarakat/para petani di Desa Pace. Sehingga, kearifan lokal ini lama-kelamaan akan berproses menjadi tradisi yang melekat pada masyarakat dan hingga kini masih terus dilestarikan sebagai tanda atau simbol rasa syukur kepada Tuhan. (EN)

Biografi Penulis

Rizadin Ahmad Triarno

Mahasiswa aktif program studi Psikologi Islam, Fakultas Ushulludin dan Dakwah, IAIN Kediri. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat menghubungi e-mail pribadinya Rizadinahmad@gmail.com

About author

No comments

Dedikasi Ustadz Nasrudin, lewat Kuthbah Jumat-nya; ANTARA TAKDIR DAN MENJAGA KESEHATAN

إِنَّ الْحَمْدَلِلهِ، نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ، وَ نَعُوْذُ بِالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا ...