Budaya “Sebaran Duit” Sebagai Kearifan Lokal dan Hukumnya dalam Islam

0

Budaya berkembang dan melekat dalam kehidupan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya merupakan suatu pola hidup yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Setiap budaya yang berkembang di masyarakat tentu berbeda-beda. Setiap kelompok dan setiap daerah tentu memiliki budaya yang beragam dan berbeda dari daerah satu dengan yang lainnya. Budaya ini sendiri erat kaitannya dengan kearifan lokal yang dipahami masyarakat bahwa budaya merupakan suatu bagian dari kearifan lokal itu sendiri. Kearifan lokal ini memiliki keunikan masing-masing disetiap daerah atau kelompok. Contohnya, di Kabupaten Kediri tepatnya di Dusun Banaran Desa Tunglur Kecamatan Badas yang memiliki budaya sebaran uang atau disebutnya “Sebaran Duit”. Kegiatan ini sebagai kegiatan perayaan saat maulid nabi atau dalam bahasa Jawa disebut “Muluddan”.

Budaya “Sebaran Duit” ini lahir dan berkembang di daerah Banaran sehingga melekat dikehidupan masyarakatnya. Kegiatan ini diawali dengan “Ambengan” yaitu kegiatan makan bersama satu dusun yang dilaksanakan di Masjid ar-Rahman di sebelah pondok pesantren putra Roudhotul Banat Banaran Tunglur dan juga mushola-mushola pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Perayaan peringatan Maulid Nabi ini dilaksanakan pada pagi hari dan diikuti oleh penduduk laki-laki saja. Para wanita bertugas untuk memasak di rumah dan kemudian para laki-laki membawa masakan atau yang disebut “Ambeng” ke masjid untuk dimakan bersama di masjid nantinya.

Kegiatan ini diawali dengan istighosah bersama dan dilanjutkan do’a dan makan bersama. Pada akhir kegiatan ada acara yang paling ditunggu oleh anak-anak yang mengikuti kegiatan ini, yaitu “Sebaran Duit”. Uang receh yang dikumpulkan dari sebelum acara oleh panitia dari sedekah warga disiapkan untuk acara sebaran ini. Setiap anak berbaris dan menunggu uang disebar di halaman masjid. Setelah uang disebar kemudian anak-anak mengambil sebanyak-banyak yang mereka mampu mengambilnya. Setiap uang disebar ke setiap sudut agar rata setiap anak dapat mengambil uang yang disebar tersebut.

Budaya “Sebaran Duit” yang sudah sangat melekat dengan masyarakat ini dipertahankan dan diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat dari generasi duahulu sampai generasi sekarang yang semakin modern. Modernisasi datang sesuai alur zaman yang sangat cepat berjalan bahkan seperti berlari mengejar gaya dan budaya kehidupan. Banyak budaya baru muncul dan pemikiran baru muncul sesuai dengan kepentingan berbagai pihak. Misalnya, saja banyak pemikiran baru yang mengatasnamakan Islam dan menganggap bahwa Islamnya adalah yang paling benar. Melarang budaya-budaya yang sudah ada dan menganggapnya sebagai bid’ah. Melarang hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan zaman kenabian. Serta melarang apa-apa yang dianggap bahwa Nabi Muhammad Saw tidak pernah melakukan. Sehingga banyak muncul kelompok-kelompok yang saling berdebat adan juga merebutkan siapa yang paling benar.

Sikap yang paling baik dalam menyikapai perdebatan antara pro dan kontra suatu budaya adalah dengan mencari kebenaran. Hendaknya suatu ilmu dan juga pemikiran haruslah ada sandaran dan juga sumber yang memperkuatnya. Di dalam pembahasan lingkup pesantren hal ini dirujukkan pada istilah sanad kelimuan. Sanad keilmuan ini dirasa akan menjaga kebenaran dan juga kemurnian dari keilmuan yang diturunkan atau diwariskan. Maka dari itu suatu ilmu dapat dipercayai dan juga diposisikan sebagai pedoman kehidupan yang salah satunya yaitu untuk menyikapi beberapa budaya masyarakat yang ada.

Pembahasanhukum budaya sampai saat ini masih menjadi perdebatan antar kelompok. Kelompok yang condong kekanan menganggap bahwa budaya adalah bid’ah. Disisi lain beberapa kelompok menganggap bahwa bid’ah terdapat dua macam yakni bid’ah hasanah dan juga bid’ah dhalalah. Bid’ah hasanah dirujuk pada bid’ah yang bukan merupakan dalam bentuk peribadatan dengan dasar kaidah fikih yang menyebutkan bahwa hukum segala sesuatu (dalam hal muamalah, adat dan yang bukan ibadah) adalah boleh. Sedangkan,bid’ah dhalalah diharamkan karena tergolong bid’ah dalam hal peribadatan contohnya mengganti gerakan sholat atau yang lainnya. Dua pembagian bid’ah ini telah disepakati oleh para sahabat, ulama’ dan juga yang lainnya sehingga beberapa budaya tetap dilestarikan dengan dasar budaya tersebut termasuk dalam bid’ah hasanah.

Pembahasan seperti ini tentu harus sangat berhati-hati dalam berpikir maupun bersikap karena menyangkut hukum dari suatu hal. Selain dari itu, pembahasan seperti ini juga mengacu pada masalah haram dan halal suatu kegiatan dan perbuatan atau juga demi menjaga persatuan dan kerukunan antar umat atau masyarakat. Pembahasan perlu dilakukan untuk mencari kebenaran dari suatu hal. Pembahasan ini juga bisa dilakukan dengan berbagai macam cara. Sikap yang terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan tabayyun.Pencarian dalil sangat diperlukan saat menghadapi segala hal termasuk dalam perdebatan boleh tidaknya suatu budaya dilestarikan. Dalil merupakan pedoman mengenai benar dan salahnya atau boleh dan tidaknya sesuatu dilakukan. Pedoman dan sumber hukum yang paling tinggi yaitu dalil naqli atau nash yang diantaranya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Selain hal tersebut, juga ada sumber lain yang dijadikan sebagai acuan dan pedoman yakni dalil aqli yang merupakan hasil pemikiran manusia.

Di dalam pembahasan budaya yang diperdebatkan boleh dan tidaknya bisa dilakukan dengan mencari dalil naqli atau juga bisa dilakukan dengan dalil aqli yang salah satunya bisa menggunakan rasionalisme.  Rasionalisme dilakukan dengan cara pembuktian melalui logika. Aliran atau metode rasionalisme bisa diaplikasikan pada berbagai hal yang salah satunya pada hukum boleh tidaknya suatu budaya tetap diadakan.

Budaya “Sebaran Duit” yang juga masih dalam perdebatan pro dan kontra juga sangat cocok jika dibahas dengan menggunakan aliran rasionalisme kaitannya dengan hukum Islam. Berdasarkan logika, kegiatan “Sebaran Duit” diartikan sebagai amalan sedekah dari masyarakat untuk membagi rezeqi yang dimiliki untuk kebahagiaan sesama. Selain itu, sebelum dimulainya “Sebaran Duit”, perayaan Maulid Nabi juga diawali dengan acara istighosah yang didalamnya berisi tentang dzikir kepada Allah dan juga do’a baik untuk kehidupan. Setelah selesai istighosah, acara dilanjutkan dengan makan bersama yang diartikan sebagai sedekah makan dan mencari keberkahan dari makanan yang disebut sebagai “Ambeng” tersebut. “Ambeng” yang akan dimakan sebelumnya akan saling ditukarkan dengan yang lain agar dapat merasakan makanan yang dibawa oleh tetangga atau warga lain. Hal ini dimaksudkan agar tercipta kerukukan dan kebersamaan yang indah antar masyarakat dusun Banaran. Pada saat kegiatan tersebut warga memulai makan “ambeng” dengan posisi duduk memutar dan juga berhadapan. Sikap yang seperti ini mampu menimbulkan eratnya hubungan fisik maupun emosional sesama warga atau masyarakat di dusun tersebut.

Di dalam Islam kegiatan ini sangat diperbolehkan karena kegiatan ini merupakan perayaan peringatan maulid nabi. “Sebaran Duit”juga memakai uang sedekah yang telah dikumpulkan dari warga. Selain itu kegiatan ini memberi kebahagiaan kepada warga dan anak-anak yang mengikutinya. Melalui kegiatan ini penduduk juga beribadah dengan melakukan istighosah dan do’a bersama, sehingga kegiatan ini benar-benar berpengaruh baik dan melahirkan energi yang positif. Dengan dasar dan pertimbangan tersebut, maka budaya “Sebaran Duit” di dusun Banaran ini tetap dilaksanakan dengan meriah dan dilesterikan setiap tahunnya. Semua masyarakat dusun tetap antusias dan semangat saat bulan maulid tiba karena menantikan diadakannya kegiatan perayaan yaitu budaya “Sebaran Duit” dan juga “Ambengan” serta istighosah bersama tersebut.

Kegiatan positif seperti ini benar-benar harus dijaga dan dilestarikan untuk menjaga kearifan budaya lokal dengan tanpa melupakan hukumnya dalam syari’at. Budaya yang positif dan islami seperti ini sangat membawa pengaruh baik bagi kepribadian penduduk. Selain untuk menjaga kebersamaan dan kekompakan, kegiatan ini melatih diri untuk bersedekah uang dan juga makanan. Namun, selain budaya “Sebaran Duit” masih banyak juga budaya-budaya yang lain yang juga bersifat positif yang tetap harus dijaga dan dilestarikan dengan catatan budaya tersebut dibolehkan dalam Islam seperti budaya “Rejeban” untuk peringatan Isro’Mi’raj dan masih banyak lagi budaya yang lainnya.(DEW)

Biografi Penulis

*) Mei Mahfudhotu Rohmah

Mahasiswi aktif program studi Psikologi Islam semester enam di IAIN Kediri. Selain sibuk didunia perkuliahan, penulis juga mengikuti beberapa organisasi dan kelembagaan antara lain:

  1. Ustadzah TPQ Sunan Ampel Kediri tahun 2018-2019
  2. Koordinator TPQ dan Madin Sunan Ampel Kediri tahun ajaran 2019-2020 semester genap
  3. Ketua kamar prodi psikologi islam Ponpes. Sunan Ampel Kediri masa bakti 2019-2020
  4. Pengurus Ponpes. Sunan Ampel Kediri (koordinator devisi kebersihan) masa bakti 2019-2020

Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah:

  1. The Best National Examination tingkat Madrasah Ibtidaiyah
  2. Kontributor terpilih (Atraksi pencak silat pecah genteng) tingkat Madrasah Tsanawiyah.
  3. The Best Ten lomba cipta baca puisi MAN 4 Kediri
  4. The Best Eight lomba cipta cerpen nasional

Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat menghubungi e-mail: meimahfudhoturrohmah@gmial.com

About author

No comments

BONGKAHAN EMAS TAK BERBEKAS

Kitab undang-undang berkumandang di setiap sudut bumi pertiwi Menyuarkan binar-binar bagi tunas-tunas bangsa dan negeri Terbayang pesona jendela cakrawala terpalu pada diri Menjelma apik dan ...