Membicarakan tentang pesantren tentu bukanlah suatu hal yang tabu. Pesantren kian lama dilirik oleh masyarakat karena mampu menghasilkan santri-santri yang mumpuni bukan hanya dalam hal agama tetapi mampu merambah ke bidang lainnya. Fakta demikian mematahkan stigma yang dulu pernah digembar-gemborkan bahwa lulusan pesantren hanya fokus pada hal nonduniawi. Pesantren berasal dari kata “santri” yang dapat diartikan sebagai tempat santri. Kata “santri” berasal dari Cantrik (Bahasa Sansekerta) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru atau lebih tepatnya mengikuti ajaran atau perintah dari guru. Sebuah pesantren pada dasarnya merupakan asrama pendidikan Islam tradisional. Namun, dalam berjalannya waktu, pendidikan pesantren mengikuti perkembangan zaman sehingga menjadikan pesantren masa ini berkembang pada pendidikan modern.
Adanya pondok pesantren ialah sebagai penunjang segala kegiatan yang ada. Hal ini didasarkan jarak pondok dan sarana pondok yang lain biasanya berdekatan sehingga memudahkan komuikasi antar santri dengan kyai dan santri dengan santri yang lain. Setiap pondok pesantren tentunya memilki visi misi yang berbeda dalam pengembangan diri seorang santri sehingga dalam pendidikan pesantren tentunya berbagai upaya dilakukan oleh kyai dalam keberlangsungan pembangunan pendidikan yang baik dan unggul bukan hanya jasmani saja yang tertata namun juga ukhrawi.
Seperti halnya Pondok Pesantren Sunan Ampel ini, dimana beliau menggunakan sistem pendidikan paradigma profetik sebagai landasan guna mendirikan pesantren yang unggul dalam membangun transformasi sosial pada tiap santrinya. Sistem paradigma profetik ini masih jarang digunakan dalam pembangunan sistem pendidikan pesantren. Sehingga hal ini menjadi sistem yang unggul yang tidak dimiliki oleh kebanyakan pesantren. Sistem ini bertujuan tidak lain guna menjadikannya pondasi dalam membentuk karakter santri Sunan Ampel.
Sebuah sistem pendidikan sangat diperlukan karena hal ini yang akan mengatur jalannya pedidikan di lembaga formal maupun nonformal. Seperti yang kita ketahui bahwa sistem merupakan komponen-komponen yang saling bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan. Sistem pendidikan juga sebagai metode yang dilakukan dalam proses belajar mengajar agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Sistem pendidikan terdiri dari beberapa komponen yang terdiri dari input, process, output, enviromental, dan outcomes. Komponen-komponen tersebut mempunyai fungsi tertentu yang dijalankan mencapai tujuan sistem tersebut. Sistem pendidikan paradigma profetik sudah tidak asing lagi dalam dunia perkembangan ilmu pengetahuan.
Rumusan masalah ini merupakan suatu cita-cita profetik yang direlevansikan dari misi historis manusia sendiri dalam pandangan Islam sebagaimana terkandung dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110. Paradigma profetik dihadirkan sebagai sebuah alternatif kreatif di tengah konstelasi ilmu-ilmu sosial yang memilki kecenderungan positivistik dan hanya berhenti pada usah untuk menjelaskan atau memahami realitas secara deskriptif untuk kemudian memaafkan keberadaaanya. Paradigma profetik ini selayaknya menjadi kekuatan intelektual dan moral manusia. Oleh karena itu, ilmu sosial tidak hanya berhenti pada penjelasan mengenai realitas atau fenomena yang ada.
Namun, lebih dari itu dapat menjadikan transformasi sosial pada diri seseorang. Paradigma profetik tidak hanya mengubah demi perubahan itu sendiri, tapi merubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu. Di sini manusia sebagai sentral pembahasan bahwa paradigma profetik tidak hanya menampilkan realitas sosial dari diri manusia saja, tapi lebih dari itu yakni untuk kembali menanyakan tujuan keberadaan manusia.
Paradigma Profetik itu diterapkan pada 3 aspek sistem pendidikan pesantren yaitu orientasi yakni mencetak santri menjadi Abdullah dan Khalifahtullah yang baik yaitu menjadi Khirunnas Anfa’uhum Linnas. Hal tersebut dijabarkan mellaui beberapa aspek.
Pertama, liberasi. Di Sunan Ampel santri merasakan kebebasan yang sesungguhnya, bebas namun tetap ada batasnya. Ketika seorang santri berbuat salah tidak ada denda atau hukuman fisik apa pun tapi justru di berikan arahan dan kesempatan untuk memperbaiki.
Kedua, humanisasi. Pondok Pesantren Sunan Ampel selalu mengedepankan dialog antar santri, pengurus dan pengasuh. Di sini para santri belajar untuk berani menyampaikan pendapat meski pada awalnya merasa takut. Karena dialog ini dilakukan sehingga menjadi terbiasa dsan akhirnya para santripun terbiasa untuk berpendapat, meskipun tidak selalu pendapat itu dipakai.
Ketiga, transedensi. Ketika umumnya pondok pesantren menjalankan ujian tulis di akhir semester/tahun dan ditutup oleh akhirusanah yang meriah. Namun, berbeda dengan Sunan Ampel tidak ada sama sekali ujian tulis yang kemudian dinilai dengan angka, di Sunan Ampel hanya belajar menjadi manusia ciptaannya Tuhan yang belajar untuk selalu berterima kasih kepada-Nya dengan selalu melakukan kebaikan dan kesungguhan belajar, ngaji, kuliah hanya karena Allah tidak berharap akan pujian dari manusia dan tidak juga berbuat baik karna pamrih apapun selain hanya karena Allah saja.
Kemudian, mengenai analisa dari kepemimpinan di dalam Pondok Pesantren Sunan Ampel berdasarkan unsur liberasi, humanisme, dan transendensi. Terdapat unsur liberasi yang ditunjukan oleh Kyai di Sunan Ampel tidak pernah membatasi ruang gerak santri untuk berkembang untuk mengasah potensi diri. Hanya 2 yang tidak diperbolehkan kyai disini, yaitu pacaran dan mengikuti organisasi diluar lingkup pesantren. Sementara, humanisasi dibuktikan oleh sikap kyai yang mempunyai jiwa sosialis terhadap masyarakat sekitar pondok dan juga kepada santri. Dengan demikian, tidak menjadikan santr takut ketika harus berkomunikasi secara langsung dengan beliau. Terakhir, ialah transendensi yang dapat diperoleh dalam perjalanan kiyai dalam memimpin yayasan Pondok Pesantren Sunan Ampel yang tidak jarang kiyai harus memenuhi banyak kebutuhan, seperti sarana dan prasarana yang harus ada untuk santri.
Adapun metode pembelajaran yang digunakan di dalam Pondok Pesantren Sunan Ampel Kota Kediri ialah sistem bandonga. Semua santri dalam segala jenjang (Smp, Sma, Mahasiswa) mengaji bersama dalam satu majelis. Hal ini masuk dalam kategori liberasi. Sementara, humanisasinya terletak dalam proses mengaji secara bandongan, sesekali dibuka sesi pertanyaan oleh kiyai sehinggga ada proses dialog dalam memahami keterangan nagji agar bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam sifat pembelajarannya, di Sunan Ampel dilibatkan bahwa Allah adalah muara segala hal. Bisa dan pandai adalah atas pertolongan gusti allah, sehingga dapat terhindar dari Sombong, begitu juga sebaliknya ketika sulit/berat dalam belajar juga meminta tolong kepada Allah untuk diberi kesabaran dalam proses belajar dengan sambil ikhtiyar maksimal dan berdo’a.
Kesimpulannya, Pondok Pesantren Sunan Ampel Kota Kediri telah mengembangkan paradigma profetik dalam sistem pendidikan pesantren untuk transformasi sosial. Sehingga pada akhirnya dijumpai peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. (DEW)
Biografi Penulis
Seorang mahasiswi aktif program studi Psikologi Islam semester enam IAIN Kediri. Kegiatan di luar kampus, penulis menjadi pengurus pondok Sunan Ampel. Prestasi yang pernah diraih adalah Juara 3 Lomba Lagu Religi Tingkat Umum (Hari santri Nasional) 2020. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis, dapat menghubungi ummah828@gmail.com
No comments