Studi Kasus tentang Agama, Pendidikan, Kesenian dan Keindahan Ekowisata di Desa Banyuurip Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik

0

Banyuurip adalah sebuah desa yang paling utara di Kabupaten Gresik yang berada di kecamatan Ujungpangkah provinsi Jawa Timur. Dengan letak sekitar 35 kilometer dari Kota Surabaya atau sekitar 23 kilometer dari Kota Gresik menuju ke arah utara. ” Banyuurip” berasal dari bahasa Jawa yaitu Banyu Mili, dalam bahasa Indonesia artinya air yang mengalir. Menurut cerita lama, asal mula dinamakan Desa Banyuurip adalah karena ditemukannya air yang mengalir dari batu-batu gunung sampai ke penghulu Sungai Bengawan Solo. Dulu airnya sangat jernih dan tidak pernah surut. Nama Banyuurip sendiri memiliki makna bahwa warga masyarakat Kelurahan Banyuurip adalah orang yang baik serta mempunyai harapan bahwa dengan nama kelurahan Banyuurip menjadi kelurahan yang ayem tentrem,subur makmur, gemah ripah loh jinawi.

Menurut Ihsanul Haris selaku Kepala Desa Banyuurip, Desa Banyuurip adalah daerah pesisir pantai yang notaben masyarakatnya lebih banyak bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain itu, juga ada petani ladang dan memilih bekerja sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja diluar negeri kebanyakan seperti kerja di Malaysia, Arab, Taiwan, Singapura, dan Kuala Lumpur.

Di Desa Banyuurip mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam dan berpegang teguh pada Al-Qur’an. Serta menjunjung tinggi norma-norma yang ada di dalam agama Islam dibuktikan dengan keseharian masyarakatnya dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Banyak kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat di antaranya kegiatan Muslimat NU, Fatayat NU, IPPNU, dan Anshor tetapi lebih dikenal sebagai Tarbiyatus Sholawat.

Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Banyuurip juga bervariasi, mulai dari jenjang terendah sampai perguruan tinggi. Di Desa Banyuurip juga menyediakan beberapa sarana tempat untuk melakukan proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) dari mulai PAUD, Play Group, TK/RA, MI/SD, MTS/SMP, SMK, MA, sampai UNIV./Perguruan Tinggi. Serta adanya Pondok Pesantren Mambaul Ihsan yang dipangkuh oleh bapak almarhum KH. Mahsun Masyhudi. Tujuan adanya pendidikan di Desa Banyuurip adalah agar semua masyarakat paham akan pentingnya pendidikan dan meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Adapun tujuan didirikannya pondok pesantren adalah agar semua masyarakat lebih memahami dan belajar lagi tentang ajaran Islam dan selalu menaati apa yang diperintahkan oleh Allah Swt dan menjauhi segala larangannya serta berperan sebagai lembaga pengkaderan yang membimbing peserta didiknya dan lembaga pembinaan umat yang dapat menjadi contoh di masyarakat.

Selain itu, Desa Banyuurip juga mempunyai beragam kesenian di antaranya adalah seni teater. Meskipun tempat atau lahan yang dimilikinya tidak begitu luas, bahkan berdekatan langsung dengan area pertanian. Namun, sejak tahun 2019 terbilang konsisten dan cukup mampu menyelenggarakan berbagai kegiatan bermuara seni dan beretos kebudayaan serta menghadirkan beberapa seniman yang patut diperbincangkan tingkat nasional. Tempat yang dimaksud ialah Sanggar Pasir (SP) beralamat di Dusun Mulyosari, Desa Banyuurip, Kecamatan Ujung Pangkah-Gresik.

Di Sanggar Pasir, banyak jenis kegiatan seni yang bisa dilakukan, seperti teater, musik, lukis, sastra, ukir dan sebagainya. Bahkan, tidak jarang digunakan untuk diklat teater, LDKS (Latihan Diklat Kepemimpinan Siswa), Peringatan Hari Tani, Peringatan Hari Pahlawan, Peringatan Maulid Nabi, dan sebagainya.

Beberapa fasilitas yang dimaksud saat diskusi bedah karya antara lain penggandaan naskah dan menghadirkan pembedah yang mumpuni dibidangnya. Terkait kegiatan bedah karya terakhir, Sholah menjelaskan bila pada forum itu dihadiri berbagai komunitas Teater, seperti Teater Ilat, Teater Akeq, Teater Seluring, Teater Seruling, Teater Trubus Komunitas Pecinta Sastra Debu Kelana dan Anggota Karangtaruna dari beberapa desa.

Selain seni teater di Desa Banyuurip juga ada seni pencak silat yang dilakukan sebagai kegiatan Ekstrakurikuler di berbagai Pendidikan dari tingkat MI/SD, MTS/SMP sampai SMK/SMA. Selain di berbagai Pendidikan dikalangan masyarakat pun juga melestarikan seni pencak silat, tujuannya tak lain adalah untuk mengembangkan pendidikan mental dan spiritual serta mengembangkan aspek bela diri, serta Membentuk jiwa ksatria.

Tidak hanya itu, Desa Banyuurip juga mempunyai sebuah kesenian tradisional yang sudah berlangsung dari turun temurun dan masih dilestarikan sampai sekarang, yaitu kesenian Kuda Lumping yang diberi nama dengan sebutan “Jengger Waru”. Seni ini dilakukan oleh masyarakat Telaga Waru Dusun Mulyosari, seni ini tidak hanya menampilan kuda lumping saja, tetapi juga menampilkan tari-tarian khusus untuk kuda perempuan, tari-tarian khusus untuk barong, dan macan- macanan. dengan tujuan sebagai hiburan, sarana pendidikan, tempat berkomunikasi, dan tempat untuk mengekspresikan diri.

Selain itu, di Desa Banyuurip sendiri dengan kedekatannya dengan laut, pesisir pantai, tambak, pemerintah desa berinisiatif membuka ekowisata yang dikenal sebagai “BMC (Banyuurip Mangrove Center) yang tepat pada tahun sekitar 2015 mendekati 2016 dan sudah diresmikan oleh Bupati Gresik Sambari Halim Radianto, Berawal dari usaha untuk mencegah abrasi pantai, warga, dan para nelayan yang berada di sekitar Ekowisata Mangrove Banyu Urip sepakat untuk menanam pohon mangrove sejak 19 tahun lalu. Tanpa disangka, keberadaan hutan mangrove tersebut justru menarik minat masyarakat Gresik untuk berwisata.

Ekowisata Mangrove Banyu Urip atau Banyu Urip Mangrove Center (BMC) adalah sebuah daya tarik wisata baru yang menawarkan pesona alam pesisir pantai dengan hutan mangrove dan ekosistem muara sungai yang eksotik dan mempesona. Deretan perahu nelayan yang pulang dari melaut serta suasana pasar nelayan tempat transaksi hasil laut seperti kerang dan lain-lain membuat tempat ini semakin menarik. dibuatlah ekowisata mangrove sampai sekarang, yang disitu dengan inisiatif yang bertujuan menambah perekonomian warga karena sangat bersinggungan langsung dengan nelayan disitu nelayanlah yang nanti lebih terpengaruh terhadap ekowisata yang ada di Desa Banyuurip itu sendiri. Ekowisata itu sendiri lebih konsen kepada edukasi karena lahan pembibitan mangrove tersebut sering didatangi oleh para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta untuk melakukan riset atau penelitian tentang mangrove.

Selain untuk berekreasi, banyak peneliti yang melakukan observasi dan riset tentang mangrove yang ada di sana. disitu ada penanaman berbagai jenis-jenis mangrove, pembibitan mangrove sebanyak kurang lebih 60.000 bibit, Pembibitan dilakukan menggunakan polybag dan perkecambahan dilakukan di tempat yang disebut bedengan untuk melindungi benih dari sinar matahari. Benih disiram menggunakan pompa air secara teratur dan pengawasan dilakukan agar benih tidak dimakan kepiting. Saat ini pembibitan mangrove di Banyuurip sudah berjalan baik dan bijinya digunakan sendiri atau dijual ke tempat lain.

Selain Banyuurip Mangrove Center, di Desa Banyuurip juga terdapat masjid yang unik berbentuk menyerupai sebuah kapal/perahu. Masjid ini berada di dekat bibir pantai utara gresik, tepatnya di Dusun Mulyosari, Masjid ini didirikan oleh masyarakat setempat untuk menghormati tokoh-tokoh yang menyebarkan agama Islam di sana dengan menggunakan perahu atau kapal laut.

Masjid kapal memiliki dua lantai dengan luas bangunan 2.200 meter persegi dan dibangun pada tahun 2018 diatas tanah wakaf yang diberikan oleh salah satu tokoh agama di desa Banyuurip. Lokasinya berada di pinggir Pantai Delegan Gresik. Desainnya tampak sangat unik dengan dilengkapi bagian-bagian pelengkap seperti haluan, puritan, jendela kapal. Kemudian terdapat lampu yang mirip dengan di Masjid Nabawi, Kota Madinah, Arab Saudi.

Adapun tujuan dibentuknya masjid berupa kapal ini adalah agar masyarakat menjadi senang beribadah dan sebagai pengingat bagi para nelayan yang sedang sibuk mencari ikan di tengah laut.

Masjid kapal dimanfaatkan masyarakat Desa Banyuurip untuk tempat beribadah, mengaji, dan acara pengajian dan sampai sekarang Masjid Kapal ini menjadi tempat wisata religi baru dan masih banyak di kunjungi oleh para wisatawan baik dari dalam maupun luar Desa Banyuurip. (DEW)

Biografi Penulis

*) Vivin Ardiani

Vivin Ardiani seorang mahasiswi aktif program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam semester satu IAIN Kediri. Prestasi yang pernah diraih adalah Juara Catur PI. Untuk mengenal lebih jauh tentang penulis dapat menghubungi di e-mail pribadinya vivinardiani02@gmail.com

About author

No comments

Aktor di Dalam Wacana

Seperti yang kita ketahui bahwa di dalam ilmu Linguistik, analisis wacana kritis merupakan salah satu bidang yang juga digeluti oleh para linguis, khususnya bagi yang ...