Dialektika Pandemi: Akhir Warna Pendidikan yang Hilang di Negeri

0

Setahun hingga satu dasawarsa yang lalu dapat kita lihat kilas balik sebelum adanya Covid-19 yang dampaknya mengubah tatanan hidup baru. Kehidupan masyarakat begitu  meriah dan damai, pusat perbelanjaan ramai pengunjung sejak jam buka hingga tutup, lalu lintas masih dapat disaksikan berlalu lalang. Begitu pun dengan tempat wisata, warung-warung pinggir jalan, dan kafe yang tidak pernah sepi pengunjung. Namun, sejak tersambungnya rantai penularan Covid-19 di Indonesia dari mulai 2 orang tanpa di duga begitu cepat sekali menyebar bahkan hingga saat ini masih terus ada kasus positif Covid. Tentunya hal tersebut sangatlah membuat kita waspada. Oleh karena itu, sangat berisiko apabila kita menyepelekan hal tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, semua kegiatan yang mulanya berjalan dengan damai kini harus dilakukan dengan batasan batasan guna mengantisipasi atau memutus rantai penularan Covid-19 ini. Mulai dari pekerjaan, pendidikan, pertanian, penjual, bahkan perbankan, dan lembaga keuangan non bank seketika harus terhenti sejenak waktu itu guna memikirkan solusi agar tetap bisa melakukan kegiatan kegiatan tersebut. Akhirnya, Presiden Jokowi memutuskan agar masyarakat Indonesia untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah serta tetap tenang dan tidak panik agar penyebaran Covid-19 bisa berhenti (15/3/2020).

Terkait pekerjaan, tidak sedikit perusahaan yang terdampak sehingga terdengar kasus bahwa banyak sekali pemberhentian kerja atau PHK sementara. Lantas, bagaimana nasib orang yang di PHK tersebut dalam kondisi saat ini sangat sulit untuk mencari sebuah pekerjaan kenapa tidak memikirkan sebuah solusi yang lebih baik lagi selain melakukan PHK terhadap karyawan.

Pendidikan pun dengan diturunkannya keputusan Presiden Jokowi hingga saat ini dilakukan secara daring atau dari rumah. Sontak, peraturan demikian menjadi sebuah kendala bagi kita semua. Karena tidak semua masyarakat Indonesia mempunyai smartphone atau mungkin ada pula yang tidak paham dengan teknologi. Implikasinya, sebagian besar masyarakat berasumsi bahwa daring sangat mengganggu dalam proses pembelajaran sehingga akhirnya materi pun menjadi salah satu blunder.

Sebuah solusi ditawarkan yakni dilakukannya sosialisasi tentang bagaimana belajar melalui smartphone yaitu lewat berbagai platform. Namun, tetap saja terdapat problem dalam proses pembelajaran yakni pemahaman siswa dan kuota internet yang wajib tersedia.

 

Di dalam tingkat perkuliahan pun kami harus merasakan yang namanya proses belajar secara virtual. Saat itu, kami hanya merasakan cengkraman di dalam kelas dengan dosen hanya 4 kali pertemuan saja tentu hal tersebut kurang berkesan. Sampai pada akhirnya kami pun harus melakukan proses perkuliahan secara online juga sampai saat ini bahkan sekarang kami melakukan secara DR atau dari rumah,tentu ini sangat berbeda sekali dalam KKN sebelumnya atau bahkan ini menjadi sejarah baru dalam perkuliahan dengan adanya KKN-DR. Biasanya LPPM menetapkan sebuah kelompok KKN untuk mengabdi di daerah-daerah tertentu kini hanya bisa menjalani KKN dari rumah saja. Tentu hal tersebut kurang berbau dalam definisi mengabdi yang sebenarnya karena KKN adalah salah satu yang di nanti mahasiswa karena dalam peristiwa tersebut mahasiswa bisa langsung terjun dan mengabdikan dirinya ke masyarakat. KKN-DR tentu membuat mahasiswa sempat kebingungan dalam sistem KKN-DR karena banyak sekali perbedaan penangkapan informasi pada saat sosialisai.

Sistem pelaporan KKN-DR lumayan susah karena harus dikerjakan secara individual dan kami mahasiswa dituntut untuk bisa.  Adapun kendalanya ialah paket data. Tidak semua mahasiswa dari golongan orang yang memiliki jaringan wifi pribadi di rumahnya. Sedangkan, kita ketahui bahwa melakukan pertemuan via ZOOM  itu menghabiskan banyak kuota data. Hal ini sangat terbebani bagi mahasiswa yang tidak punya wifi dan mungkin tergolong ekonomi rendah sehingga sangat menghemat data nya untuk hal yang sangat penting saja. Sehingga kami mahasiswa harus mencari warung wifi guna mengikuti sosialisasi terkait KKN-DR ini. Pertanyaan yang muncul yakni “Apakah dari pihak kampus peka dalam hal ini?”. Untungnya, rencana kampus akan diproses pengajuan subsidi kuota data untuk mahasiswa KKN-DR. Selain itu, terdapat potongan UKT sebesar 15%. Namun, harus melewati proses seleksi dengan mengirimkan setumpuk persyaratan yang harus dilampirkan. Berangkat dari sini yang membuat mahasiswa bertanya-tanya, “Kenapa potongan 15% harus ada seleksi dan mengirim lampiran persyaratan yang banyak kenapa tidak langsung dan merata saja?”.

Berbicara tentang pendidikan, artinya membahas investarsi masa depan peradaban negeri ini. Pemerintah dan seluruh pihak harus segera memikirkan tentang apa dan bagaimana proses pendidikan mencakup langkah-langkah membangun dan mengkontruksi di masa pandemi. Konkritnya, harus ada langkah tegas dan jelas agar tragedi virus corona tidak disusul oleh tragedi intelektual dan peradaban.

Memang sulit menentukan pilihan pada kondisi masih tingginya penyebaran wabah virus corona seperti sekarang ini, namun kita pun tetap harus memilih resiko yang paling rendah dan tidak melahirkan masalah baru yang lebih besar di masa yang akan datang. Pilihan memundurkan tahun ajaran baru ke awal tahun 2021 ataupun tetap membuka tahun ajaran baru dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 dengan ketat sama-sama mengandung resiko. Membiarkan siswa di rumah sampai awal tahun 2021 tanpa kegiatan belajar dengan kondisi orang tua yang tidak bisa membimbing dan mengarahkan, hanya akan membuat anak kita mengalami penurunan motivasi dan semangat belajar serta semakin membuat mereka kecanduan oleh gadget, game online dan televisi. Sementara, memilih membuka kegiatan persekolahan di tengah-tengah penyebaran wabah yang masih tinggi dan diperparah oleh sulitnya mendisiplinkan masyarakat juga sangat berisiko terjadinya penyebaran virus pada anak-anak.

Menyinggung masalah pendidikan, tidak lupa pula suasana desa yang sangat berbeda dengan tahun kemarin mengingat sebentar lagi adalah memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia atau masyarakat desa menyebutnya 17-an, perayaan 17-an tahun kemarin di Desa Gondanglegi, Prambon, Nganjuk sangatlah meriah mulai dari rapat perencanaan perayaan hingga perayaan, tahun kemarin sangatlah berwarana dengan diadakannya slametan desa pada malam 17-an dengan menghadirkan peceramah dan diakhiri dengan makan bersama dengan menggunakan pelepah pisang dibentuk persegi untuk tempat nasi dan lauk lauk untuk dimakan secara bersama sama. Paginya setiap RT melakukan kegiatan yaitu lomba anak-anak entah itu makan krupuk atau balap karung, dan lain sebagainya. Tidak ketinggalan dengan desa-desa lain, desa kami pun melakukan karnaval besar besaran yang mencetak sejarah dalam desa ini. Sayangnya, tahun ini tidak akan ada lagi acara-acara demikian sesuai keputusan dari kepala desa karena mengingat pandemi ini tak kunjung kelar malah bertambah terus rantai penularannya, tentu hal tersebut menghilangkan warna yang sangat indah yang telah ada dan selalu kita lakukan.semua hanya bisa menerima semoga warna kembali mewarnai seluruh negeri ini bahkan bumi ini. Salam… (DEW)

M. Hasan Al Basyari*

M. Hasan Al Basyari*

* M. Hasan Al Basyari, Mahassiwa aktif Perbankan Syari’ah IAIN-Kediri (hasanalbasyari19@gmail.com)

About author

No comments