Pesantren atau lebih dikenal dengan istilah pondok pesantren dapat diartikan sebagai tempat atau komplek para santri untuk belajar atau mengaji ilmu pengetahuan agama kepada kiai atau guru ngaji, biasanya komplek itu berbentuk asrama atau kamar-kamar kecil dengan bangunan apa adanya yang menunjukkan kesederhanaannya. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan nonformal yang didirikan untuk menciptakan manusia yang taat pada agama dan taat pada akidah yang berlaku. Pondok pesantren berteguh pada kitab-kitab dan ayat-ayat Allah Swt yang mejadi pedoman mereka.
Pondok pesantren Sunan Ampel merupakan salah satu pesantren yang berada di sekitar kampus IAIN Kediri. Didirikan oleh Abuya Dr. KH. Anis Humaidi, M. Ag. dengan Umi Hj. Najihatul Fadhliyah, M.Pd.I yang juga sekaligus dosen di kampus IAIN Kediri. Terletak di Gang 1 Jl. Raya Sumber Jiput No.13, Rejomulyo, Kec. Kota Kediri, Kediri, Jawa Timur. Dahulunya, pesantren ini terletak di Gang 2 tetapi karena masa kontrak rumah Abuya dan Umi sudah habis maka, beliau pindah di alamat tersebut beserta dengan para santrinya.
Bermula dari keprihatinan Abuya Anis terhadap realitas kehidupan yang semakin hari jauh dari nilai-nilai Islam, maka Abuya Anis bersama Umi Najiha membuka kesempatan kepada para pelajar dan mahasiswa untuk bersama-sama mempelajari dan mengamalkan ajaran Agama Islam dengan maksimal. Sehingga dalam diri mereka terbentuk karakter Islami yang sesuai dengan al-Quran dan Hadis.
Sebenarnya, Umi pribadi tidak memiliki niat untuk mendirikan pesantren tetapi karena titipan dari Allah maka, beliau bersama Abuya Anis berusaha dengan sebaik-baiknya mengajarkan ajaran-ajaran dan amalan sholeh sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis. Singkat cerita, mahasiswa banyak yang antusias untuk belajar bersama beliau hingga pesantren itu lambat laun menjadi maju seperti sekarang ini.
Di dalam pesantren ini, tidak sedikit bahwa santrinya berasal dari latar belakang yang berbeda. Ada yang dulunya memang berasal dari santri salaf atau pernah mondok sebelumnya dan ada juga yang memang dari dulu santrinya belum pernah mondok sama sekali. Seperti halnya saya. Saya sangat bersyukur bisa menjadi bagian di dalamnya. Menjadi santri dari umi dan abuya untuk belajar agama lebih dalam dan memperjuangkan agama Allah. Di sini tidak terlalu dikekang untuk melakukan apapun semua dikembalikan kepada kesadaran kita masing-masing bagaimana hakikatnya santri harus berbuat.
Pendidikan di pesantren ini sangat memperhatikan aspek potensial manusia sebagai makhluk religius, dimana individu-individu mempunyai kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi dalam dirinya. Di dalam pesantren ini proses pembelajaran antara guru dan santri terjadi dengan pola interaksi yang intens yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan agama, sehingga Pendidikan di Pondok Pesantren Sunan Ampel ini dapat dikatakan sebagai pendidikan yang humanis dan religius. Hal ini bisa dilihat pada nilai-nilai kemanusiaan yang terbangun dengan baik. Saling menghormati, kesabaran, ketekunan, disiplin dan nilai-nilai toleransi yang dikembangkan menjadi indikator utama adanya pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai humanisme religius.
Ketika berbicara mengenai masalah humanisme, ini erat kaitannya dengan kehidupan di pondok pesantren dengan segala bentuk religiusnya. Penerapan itu dapat digambarkan melalui berbagai hal. Misalnya, salat tahajud, salat berjamaah, dan membaca al-Qur’an. Sehingga kalau seseorang itu religius, mestinya personalitanya menggambarkan bangunan integral atau struktur integral dari manusia yang religius tersebut yang akan nampak dari wawasannya, motivasinya, cara berfikirnya, dan sikap perilaku.
Humanisme adalah suatu aliran dalam masa Renaissance yang ditujukan terutama kepada sastra, sejarah, dan cinta tanah air. Humanisme mempelajari sastra dan seni klasik dengan tujuan ilmiah dan pedagogis. Dalam bidang pendidikan, terutama dalam sastra klasik (Latin dan Yunani) humanisme dianggap sebagai suatu ilmu pengetahuan yang mengembangkan manusia sejati. Aliran humanisme mengajarkan kepada manusia bahwa semua manusia adalah sama, bagian dari dunia dan ciptaan Tuhan. Tidak ada perbedaan antara golongan kaya dan miskin, atasan dan bawahan, laki-laki dan perempuan. Semua memiliki perlakuan yang sama apalagi dihadapan Tuhan. Nilai-nilai humanisme yang diimplementasikan dalam pendidikan berupaya meningkatkan akhlak mulia. Akhlak inilah yang menjadi dasar dalam mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan santri. Humanisasi dalam pendidikan pesantren akan mampu membentuk mereka menjadi manusia yang mau menghiasi diri dengan akhlak mulia sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
“Khoirunnas anfa’uhum linnas” adalah visi dari pesantren ini. Sesuai dengan arti dari hadits tersebut bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain dengan tujuan mencetak santri sebagai Abdullah dan Kholifatullah yang unggul dan tangguh. Harapannya agar kelak ketika masih di pesantren atau sudah pulang dari pesantren mampu memberikan manfaat kepada orang lain terutama dalam mengamalkan ajaran Allah sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis. Karena prinsip humanisme sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat maka hadis tersebut sangat tepat dijadikan sebagai visi pesantren ini.
Di dalam kehidupan sehari-hari dipondok, tidak ada perbedaan antara yang tua dengan yang muda. Semua memiliki kesadaran masing-masing untuk saling menghormati antarsesama. Ketika kami santri baru melakukan kesalahan santri lama tidak menegur secara kasar melainkan melalui pendekatan yang variatif. Pernah suatu ketika ada seorang santri melakukan kesahan tidak disengaja, dimana dia tidak tahu batas suci untuk mencuci pakaian Ketika saya tanya, “Kenapa tidak ditegur langsung saja mbak?” jawaban masing-masing dari mereka membuat saya tidak salah memilih tempat belajar di sini. Ada yang mengatakan bahwa, kita ini sama-sama belajar jika ada yang berbuat kesalahan maka kita ingatkan baik-baik agar mereka tidak merasa sakit hati atau bahkan ciut nyalinya. Mereka pernah menjadi santri baru sehingga mereka paham akan posisi kita. Begitulah romantika kehidupan sehari-hari di pesantren ini.
Di dalam hal pembelajaran kegiatan pendidikan pesantren menjadi sarana humanisasi seperti mengaji bersama umi dan abuya. Di dalam mengkaji kitab, beliau tidak hanya sekedar menyampaikan apa yang tersurat di dalam kitab. Beliau sering memberi contoh dalam kehidupan yang sering kita jumpai. Beliau juga memberikan kesempatan kepada kami untuk berpendapat, mengajukan sanggahan dan diskusi bersama untuk mendapatkan pemahaman yang maksimal dari masing-masing santri. Terutama dalam kajian al-Quran antusias sangat tinggi ketika kita mereview setiap ayat yang sudah disampaikan dan dijelaskan oleh umi. Bagi saya pribadi, nyaman dengan sistem pembelajaran yang demikian artinya beliau memberikan kesempatan bagi kami para santri untuk mengaktualisasikan kemampuan berpikir kami dan menerapkan dalam kehidupan.
Satu hal yang lebih menarik lagi dari pesantren ini yaitu tidak ada peraturan mengikat bagi setiap santri. Di sini benar-benar menerapkan kesadaran diri dari masing-masing santri untuk tahu batasan sebagai seorang santri. Bahkan, tidak ada hukuman atau sanksi yang berlaku bagi mereka yang melakukan pelanggaran. Abuya dan umi tidak menghendaki hukuman karena itu tidak dapat membuat efek jera akan tetapi sebaliknya. Menurut beliau, dalam menuntut ilmu itu harus dimulai dari niat diri sendiri untuk mencapai hasil yang maksimal dan di ridhoi oleh Allah. Ketika diterapkan hukuman, maka kemungkinan yang terjadi akan menganggap enteng suatu peraturan atau bahkan tidak menghargai apa yang telah menjadi kebiasaan dan budaya di pesantren.
Prinsip humanisme yang diterapkan dalam pendidikan di sini tidak hanya semata-mata sebagai formalitas belaka untuk mendapat pengakuan akan tetapi prinsip tersebut tidak lepas dari apa yang telah diterapkan oleh Nabi Muhammad Saw dalam strategi gerakan dakwah Islam menuju transformasi sosial. Dengan mencontoh apa yang telah diterapkan oleh Nabi Muhammad Saw diharapkan agar santri di pesantren ini memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Sistem pendidikan demikian juga dimaksudkan untuk membentuk keberanian moral bagi setiap santri melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat bagi semua manusia dan sebaliknya menghindari perbuatan-perbuatan maksiat yang merugikan orang lain.
Meniru dari sosok publik figur KH. Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan nama Gus Dur yang merupakan salah satu tokoh bangsa dalam memberikan sumbangsih ide humanisme untuk membangun persatuan bangsa. Gus Dur menjadi salah satu tokoh bangsa dan ulama idola kami para santri disini karena konsep humanismenya. Awalnya, kami belum paham apa itu konsep humanisme yang dicetuskan oleh Gus Dur. Kemudian, abuya dan umi memberikan penjelasan dan pemahaman kepada kami sehingga kami benar-benar paham akan konsep tersebut. Meskipun konsep humanisme ini tetap menyerukan ketertundukan kepada Tuhan, karena kepatuhan dan ketertundukan kepada Tuhan merupakan asas paling tinggi dalam ideologi humanismenya. Namun, tetap memberikan penghargaan terhadap martabat manusia, bukan hanya dari aspek rasionalitasnya saja, tetapi juga menggunakan pertimbangan-pertimbangan agama (Islam). Humanisme integral Gus Dur sebenarnya sejalan dengan pemikiran yang dikembangkan oleh para pemikir humanisme religius yang selalu mengaitkan konsep humanisme dengan kebudayaan dan berbagai persoalan kontemporer yang ada.
Pendidikan humanisme yang diterapkan di pesantren ini sangat membantu para santri untuk menemukan jati diri, kemampuan, tanggung jawab, kepekaan sosial dan memperbaiki akhlak. Bagi santri yang sebelumnya belum pernah merasakan kehidupan pesantren ketika menjadi santri di sini tidak akan merasa tertekan atau merasa takut untuk beradaptasi.
Pengasuhnya yang sangat ramah, sabar serta masih banyak lagi karakter beliau yang tidak dapat di definisikan lagi karena terlalu indah untuk dijelaskan. Ada beberapa metode yang dipakai dalam menyampaikan materi yaitu melalui metode ceramah, metode keteladanan, metode tanya jawab dan metode pembiasaan. Nilai humanis yang di tanamkan meliputi nilai religius, sikap jujur, sikap toleransi, menanamkan sikap disiplin, menanamkan nilai kerja keras, nilai kreatif, nilai tanggung jawab. Dalam memberikan ceramah pengasuh memberikan berbagai cara yaitu tanya jawab, diskusi, saling memberikan masukan pada santri satu dengan yang lainnya. Sehingga dengan cara ini anak akan mudah memahami apa yang dipelajari.
Santri belajar toleransi, pengasuh memberikan kesempatan belajar memahami segala sesuatu untuk dapat hidup secara toleransi kepada sesama temanya. Selain itu, anak dibimbing untuk saling menghormati terhadap teman yang berbeda agama meskipun di lingkungan panti semua memeluk agama Islam. Santri juga belajar demokrasi, dimana demokratis merupakan sikap perilaku yang menghargai orang lain atas dasar kesamaan hak dan kewajiban. Memang dalam pendidikan humanis disini pengasuh selalu memberikan kebebasan tetapi dalam batas-batas tertentu yaitu masih dalam pengawasan. (DEW)
Biografi Penulis
Fahimatul Ilmiyah seorang mahasiswa program studi Psikologi Islam semester tiga IAIN Kediri. Prestasi yang pernah diraih ketika masih duduk di bangku SMA adalah sebagai Runner-Up Duta Kesehatan Kabupaten Tuban 2018. Untuk mengenal lebih jauh tentang kehidupan penulis bisa menghubungi e-mail pribadinya fahimatulilmiah20@gmail.com.
No comments