KH. CHAYATUDDIN ROZY: MENGINTIP PERJALANAN DAN SUMBANGSIH WALI DESA WINONG PLOSO NGANJUK

0

Desa Ploso merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Nganjuk yang dikenal dengan potensinya yang sangat baik. Salah satu hal yang menarik dari desa tersebut adalah terdapat seorang ulama yang pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yakni Mbah KH. Chayatuddin Rozy. Nama besar KH Chayatuddin Rozi bagi sebagian besar ulama sepuh NU di Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Ulama yang pernah menjadi Mustasyar PCNU Nganjuk ini dikenal dengan panggilan Mbah Chayat. Secara penampilan, ulama nganjuk ini dalam penampilannya berbusana jas nasional dan tidak memakai surban. Bahkan, tidak mengenakan baju gamis layaknya kiai pada umumnya. Beliau tidak hanya berkontribusi besar bagi NU namun juga terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Chayatuddin Rozi dilahirkan di Desa Senjayan, Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk Jawa Timur Tahun 1910 dari Pasangan KH. Imam Rozi. Chayatuddin muda, menimba Ilmu keagamaan di berbagai Pondok Pesantren Jawa Timur dan Jawa Tengah, di antaranya Pondok Pesantren Gedongsari Prambon Nganjuk di bawah asuhan KH. Mustajab selama 1 tahun, Pondok Pesantren Tebu Ireng di bawah asuhan KH.Hasyim Asy’ari selama 6 Tahun, dan Pondok Pesantren Kesingan Rembang Jawa Tengah.

Selama menimba ilmu keagamaan di berbagai pondok, Chayatudin muda terlihat istimewa dan  menjadi perhatian dari sang kiai dimana beliau berada. Misalnya, di Pondok Pesantren Gedongsari Prambon. Melihat kecerdasan santrinya yang bernama Chayatuddin Rozi, sang kiai bermaksud menjadikan menantu bagi keturunannya meski saat itu sang kiai belum memiliki keturunan. Akhirnya, setelah beberapa tahun dikaruniai putri dan saat usia dewasa Kiai Mustajab menikahkan Putrinya Mahbulatun dengan Chayatuddin Rozi sebagaimana harapannya dulu. Chayatuddin juga menikah dengan Hindun Fatimah Binti Habib Sholeh Al Maghroby dan  dikaruniai putra dan putri yang bernama Nur Farida dan Mahfudz Chalimi yang dikenal dengan panggilan Gus Ipung.

Setelah dari Gedong sari, Chayatuddin melanjutkan nyantri di PP Tebu Ireng Jombang. Di tangan sang Hadratus Syech Hasyim Asyari, Chayatuddin Rozi menjadi Santri yang memiliki keistimewaan baik dari keilmuan maupun kepribadian. Bahkan, saat Tebu Ireng kedatangan Tamu kehormatan Presiden RI Soekarno yang bertujuan meminta dukungan dalam perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan Belanda. Secara khusus, Mbah Hasyim Asyari menugaskan Santrinya Chayatuddin beserta tiga temannya melalui jalur sungai dengan menggunakan sampan sederhana menuju surabaya saat pergolakan peristiwa 10 November 1945.

Tidak hanya memliki keilmuan agama yang kuat, Mbah Chayat juga dikenal masyarakat di wilayah Nganjuk sebagai pribadi yang dekat dengan masyarakat lapisan bawah serta berjiwa sosial tinggi. Hal ini dibuktikan bahwa Mbah Chayat dikenal sebagai Pedagang Sepeda yang disegani di kalangan sesama pedagang. Bahkan, konon selama barang dagangan sepedanya belum laku, pedagang lain dipastikan tidak ada yang laku dikarenakan banyak orang mencari dan memburu dagangan sepeda Mbah Chayat dibandingkan pedagang sepeda lainnya. Di dalam profesinya menjual beli sepeda, Mbah Chayat dari hasil berdagang sepeda onthel dikumpulkan untuk membangun masjid di wilayah sekitar Kota Nganjuk di antaranya masjid di wilayah Senjayan, Demangan, dan Janti.

Kiprah Mbah Chayat tidak hanya mumpuni di kalangan Nahdliyin saja. Namun, dengan kebijaksanaan dan keahlian beliau menjadi rujukan dalam setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat tentang agama dalam berbagai forum Bathsul Masail tingkat pusat, Mbah Chayat juga dipercaya sebagai pembantu harian Bupati Nganjuk pada masa pemerintahan Bupati Soeprapto untuk menjadi pembantu Bupati pada era tahun 60-an di bidang kesehatan.

Di dalam bidang ke Thoriqohan, Mbah Chayat dikenal sebagai pencetus Manaqib Kubro Syech Abdul Qodir Jailani di Jawa Timur. Bahkan, perhelatan yang digelar di Pusat Kota Nganjuk dihadiri puluhan ribu jamaah yang berasal dari wilayah Jawa Timur. Meski dihadiri banyak massa, ketertiban dan keamanan acara mampu dikendalikan dan dikondisikan karena selain dekat dengan para tokoh agama. Mbah Chayat juga disegani oleh kalangan pelaku kejahatan jalanan yang juga ikut mengamankan jalannya acara terbesar di Jawa Timur.

Sosok Mbah Chayat selalu hadir dan menjadi magnet yang dinanti ulama-ulama NU dalam setiap perhelatan Bathsul Masail NU tingkat pusat. Melalui kemampuan dan kecerdasan beliau dalam memahami Ilmu Fikih, di saat terjadi kebuntuan dalam pengambilan keputusan dalam sidang bathsul masail yang pernah terjadi di Komplek Wisata Religi Ampel Surabaya. Mbah Chayat menyampaikan dengan detail berbagai rujukan baik dari al-Quran dan Hadis dari nomor halaman bahkan posisi rujukan itu ditemukan. Meski mendapat perhatian lebih dalam keilmuan dalam bathsul masail, Mbah Chayat kadang tidak menampakan diri secara terbuka justru berada di antara para jamaah atau peserta yang hadir.

Saat berada di Pondok Pesantren Wilayah Kasingan Rembang Jawa Tengah, Mbah Chayat bersahabat dekat dengan ulama yang dikenal dengan kewaliannya yaitu KH. Abdul Hamid Pasuruan. Di dalam masa memperdalam keilmuan di Rembang, dua sahabat dekat ini juga mendapat bimbingan spiritual khusus dari Nabi Khidir As di Laut Wilayah Rembang. Sehingga hikayat dan kisah-kisah Kiai Hamid ini memilki kemiripan yang sama dengan yang dialami oleh Mbah chayat. Kedekatan persahabatan antara Mbah Chayat dan Mbah Hamid terjalin hingga akhir hayatnya. Mbah Hamid hadir dan pamit secara langsung dalam satu malam meski dengan jarak wilayah yang sangat jauh dan mengabarkan bahwa tidak lama lagi dirinya akan menghadap sang pencipta.

Demikian sebuah kisah ulama dan kewalian yang disandang tokoh kelahiran Kabupaten Nganjuk yang tidak hanya memilki sumbangsih di bidang agama, sosial, pendidikan, pemerintahan dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Namun, juga memliki kepribadian yang bersahaja, sederhana, dan sabar meski kemashurannya tidak hanya di wilayah Nganjuk dan Indonesia bahkan dikenal di mancanegara. KH. Chayatuddin Rozi wafat pada tanggal 5 Januari 1986 pada usia 76 Tahun. Makamnya saat ini berada di Desa Winong Kecamatan Nganjuk. Perjuangan dan eksistensi keulamaan Kiai Chayatuddin Rozi saat ini diteruskan Putranya yang bernama Mahfudz Charimi atau Gus Ipung. (DEW)

BIOGRAFI PENULIS

*) M. Rizal Hirzudin

Nama lengkapnya yakni M. Rizal Hirzudin. Dia merupakan salah satu mahasiswa kampus Institut Agama Islam Negeri Kediri yang mengambil sebuah program studi yakni Studi Agama Agama. Saat ini, masih menjadi salah satu aktif di lingkungan masyarakat, khususnya remaja musala An-Nur Winong Ploso Nganjuk. Jika ingin mengenalnya lebih jauh lagi, pembaca bisa menghubunginya di sini, udinrizal12@gmail.com.

About author

No comments